tirto.id - Langkah baru kembali datang dari Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menancapkan perilaku hidup sehat sebagai bagian dari kultur publik.
Mengusung payung program yang dirangkum dalam kampanye 'Gizi Seimbang', BGN memperluas sosialisasi pedoman gizi seimbang ke berbagai daerah, memasukkan edukasi ke ranah sekolah dan kampus, serta meluncurkan bahan edukasi digital interaktif untuk menjangkau generasi muda yang melek teknologi. Inisiatif ini ditempuh sebagai upaya komprehensif menanggulangi masalah gizi yang masih mengintai beberapa kelompok rentan.
'Gizi Seimbang' bukan sekadar jargon. BGN mengaitkannya dengan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digencarkan sebagai bentuk intervensi praktis.
MBG menekankan penyusunan menu sesuai pedoman gizi seimbang dan distribusi yang terukur lewat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), sehingga makanan yang disajikan di sekolah ataupun layanan komunitas memenuhi standar nutrisi yang jelas. Upaya ini sekaligus menjadi momen edukasi langsung untuk anak-anak, orang tua, dan penyelenggara layanan.
BGN juga mengambil pendekatan edukasi yang menyentuh berbagai lapis masyarakat. Di sekolah-sekolah, materi Isi Piringku (pedoman praktis dari Kementerian Kesehatan yang menggarisbawahi proporsi sayur-buah, sumber karbohidrat, dan lauk pauk) dijadikan modul pembelajaran dan praktik langsung melalui demo makanan sehat. Di kampus dan komunitas lokal, penyuluhan dikemas lebih interaktif. Diskusi, lokakarya memasak sehat, dan kelompok pendampingan gizi untuk calon orang tua serta remaja.
Era digital juga dimanfaatkan BGN untuk memperbesar jangkauan edukasi. Melalui booth interaktif di konvensi sains, podcast, materi media sosial, dan konten pembelajaran digital, BGN menghadirkan bahan edukasi yang mudah diakses—dari infografik sederhana Isi Piringku hingga kuis interaktif yang mengajarkan komposisi gizi. Langkah ini penting agar pesan gizi seimbang tidak hanya sampai tapi juga diinternalisasi, terutama oleh generasi yang lebih muda.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa program MBG tidak hanya soal menyediakan makanan, tetapi juga soal menanamkan kebiasaan.
"MBG bukan sekadar intervensi gizi jangka pendek. Ia kami pandang sebagai strategi menyiapkan generasi produktif dalam 20 tahun ke depan. Kami ingin membantu anak-anak sekarang—dari yang masih di kandungan hingga usia sekolah—agar kelak menjadi tenaga kerja yang sehat dan produktif," kata Dadan beberapa waktu kepada sejumlah awak media.
Dadan juga blak-blakan menyebut tantangan ekonomi keluarga sebagai akar masalah perilaku makan. "Sekitar 60 persen anak-anak tidak memiliki akses penuh terhadap makanan bergizi, misalnya tidak mampu membeli susu secara rutin," ujarnya, menekankan urgensi program subsidi dan intervensi berbasis sekolah untuk menutup kesenjangan akses.
Pernyataan di atas menjadi salah satu alasan BGN menempatkan MBG dan program edukasi sebagai prioritas operasional.
Menurut Dadan, kolaborasi lintas sektor menjadi landasan operasional kampanye ini. BGN menggandeng Kementerian Kesehatan untuk pedoman teknis, bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk integrasi ke sekolah, serta bermitra dengan pemerintah daerah untuk memastikan suplai lokal dan infrastruktur penunjang seperti air bersih dan sanitasi.
Pendekatan ini mengakui bahwa gizi seimbang tak bisa dicapai hanya lewat makanan; lingkungan dan akses layanan kesehatan juga menentukan hasil jangka panjang.
Di lapangan, sosialisasi MBG dan materi gizi seimbang sudah menyasar beragam daerah—dari kota besar hingga kabupaten terpencil—melalui roadshow sosialisasi, lokakarya TP2S/TPPS, serta uji coba menu SPPG. Kehadiran BGN dalam agenda-agenda publik dan lokakarya daerah dilaporkan turut menghadirkan elemen interaktif yang membuat edukasi gizi lebih mudah dicerna masyarakat setempat.
Meski semangat dan desain program kuat, tantangan tetap ada. Keterbatasan anggaran di level daerah, disparitas akses pangan bergizi, dan kebutuhan melatih sumber daya manusia lokal (kader posyandu, juru masak SPPG, guru) agar kualitas penyajian dan edukasi terjaga. BGN menyadari hal ini dan menaruh perhatian pada pembangunan kapabilitas lokal—sebuah investasi agar program dapat bertahan ketika pendamping eksternal berkurang.
Akhirnya, pesan yang disampaikan BGN lewat kampanye Gizi Seimbang tidak saja teknis melainkan juga aspiratif: kesehatan dan gizi adalah investasi bangsa.
Dengan integrasi pedoman nasional seperti Permenkes No.41/2014 (Pedoman Gizi Seimbang), kerjasama lintas sektor, serta bahan edukasi digital yang mudah diakses, BGN berharap pola hidup sehat dapat menjadi kebiasaan sehari-hari. Sebuah langkah kecil yang bila dilakukan kolektif, akan menghasilkan generasi yang lebih kuat dan produktif.
(INFO KINI)
Penulis: Tim Media Servis
Masuk tirto.id


































