Menuju konten utama

Betapa Aneh dan Keliru 9 Kriteria 'Merah' Calon ASN KPK

Kriteria ketidaklulusan para pegawai KPK menjadi ASN dipermasalahkan. Kriteria tersebut dianggap konyol, misalnya kepatuhan buta terhadap pimpinan.

Betapa Aneh dan Keliru 9 Kriteria 'Merah' Calon ASN KPK
Kaus hitam bertuliskan 'Berani Jujur Pecat' dipakai oleh sejumlah perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

tirto.id - Upaya penyingkiran sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berprestasi dan berintegritas terus berlanjut dengan semakin terang benderang. Selain lewat pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang sejauh ini diketahui subjektif, juga berdasarkan kriteria kelulusan yang mencuat beberapa hari terakhir.

Wartawan Tirto mendapat sembilan kriteria yang jika terpenuhi maka pegawai terkait dikategorikan 'merah', yang membuatnya tidak lolos sebagai aparatur sipil negara (ASN). Indikator selain 'merah' adalah 'hijau' dan 'kuning'.

Berikut sembilan kriterianya:

  1. Menyetujui perubahan Pancasila sebagai dasar negara atau terpengaruh atau mendukung adanya ideologi lain (liberalisme, khilafah, kapitalisme, sosialisme sampai komunisme, separatisme, menyetujui referendum Papua).
  2. Tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam pembubaran HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.
  3. Menolak atau tidak setuju revisi UU KPK.
  4. Mengakui sebagai kelompok Taliban yang tidak ada takut kecuali pada Allah. Siapa pun yang menghalangi akan dilawan dan bila perlu akan bergerak tanpa harus melalui prosedur seperti dalam penyadapan dan penggeledahan.
  5. Mengakui di KPK ada kelompok Taliban yang dalam menjalankan tugas hanya takut kepada Allah dan kebenaran dan menyetujuinya.
  6. Mengakui tidak setuju dengan pimpinan KPK yang selalu mengintervensi setiap penyidikan, menolak kepemimpinan KPK, tidak setuju dengan pencalonan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, tidak setuju dengan kebijakan pimpinan KPK.
  7. Mengakui sering melakukan tugas dengan mengabaikan prosedur (karena tidak percaya lagi pada pimpinan).
  8. Akan memilih keluar dari KPK jika harus dipaksa mengikuti keinginan pimpinan atau pemerintah atau intervensi.
  9. Memegang prinsip siapa pun tidak bisa dikendalikan jika tidak sejalan dengan apa yang diyakininya dan akan menentang jika diintervensi oleh pimpinan, Dewas (Dewan Pengawas), atau pemerintah. Akan menolak perintah dari siapa pun jika bertentangan dengan hati nuraninya dan hanya akan takut kepada Tuhan. Yang bersangkutan mengaku sering berselisih paham dengan pimpinan dan/atau teman sejawat, mengikuti demo menentang kebijakan pemerintah.

Sumber Tirto tersebut mengaku kecewa dengan penentuan kriteria seperti itu. Sebab menurutnya sembilan kriteria tersebut tidak ada relevansinya dengan upaya pemberantasan korupsi. Bahkan menurut dia sangat bertendensi untuk menyingkirkan orang-orang yang berseberangan dengan Firli Bahuri.

Selain itu, kriteria-kriteria tersebut terang-terangan menyerang independensi pegawai, padahal independensi sangat penting dalam upaya kerja-kerja pemberantasan korupsi. Menurutnya, sebelumnya saja upaya-upaya intervensi itu sudah muncul beberapa kali dan bisa jadi semakin nyata dengan tes ini.

"Independensi itu penting agar tidak disalahgunakan pimpinan KPK, misal untuk kepentingan pribadinya atau menyingkirkan orang-orang lain," kata dia.

Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman pun mengatakan tak habis pikir dengan kriteria-kriteria tersebut. Sebagai institusi sipil, kepatuhan personel semestinya hanya kepada undang-undang. Tidak pantas jika pegawai dituntut memiliki kepatuhan buta kepada pimpinan sebagaimana organisasi militer.

Zaenur mengingatkan bahwa sejak awal KPK dirancang agar pegawai dan pimpinan bisa saling mengawasi. Untuk fungsi itulah KPK memiliki wadah pegawai.

Pegawai KPK pun tak semestinya dituntut untuk setuju dengan revisi Undang-Undang KPK. Menurutnya, persetujuan pegawai tidaklah penting sebab pegawai KPK terikat untuk patuh pada undang-undang tersebut. Karenanya, ia menilai kriteria-kriteria tersebut disusun semata untuk memetakan orang-orang yang berseberangan dengan kepentingan pemerintahan Joko Widodo.

"Pertanyaan setuju atau tidak setuju ini untuk mengetahui apakah pendukung Jokowi atau bukan," kata dia.

Mengenai sembilan kriteria merah yang mencuat, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Hari Wibisana menolak berkomentar. "Saya tidak punya kewenangan mengonfirmasi benar tidaknya," kata dia kepada wartawan Tirto, Senin (31/5/2021) Sore. "Saya terikat kode etik asesor."

Kami pun telah menghubungi para pimpinan KPK, tetapi tak ada satu pun yang merespons.

Meski begitu, pada 29 Mei 2021 lalu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan memang TWK mengukur sejumlah kriteria. Kategori hijau terdiri dari enam kriteria, kuning tujuh, dan merah sembilan--jumlahnya sesuai dengan yang beredar.

Pada rapat pembahasan hasil TWK, KPK dan BKN sepakat mencabut seluruh kriteria hijau dan kuning, dan mencabut satu kriteria kategori merah sehingga tersisa delapan kriteria. Karenanya, KPK bisa meluluskan 24 pegawai yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat.

"Setelah diaplikasikan menjadikan terangkat 24 orang dari 75 yang semula TMS menjadi MS namun dengan perlu pembinaan dengan diklat wawasan berkebangsaan," ujarnya, Sabtu (29/5/2021).

Namun, mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu tidak menjelaskan satu kriteria merah yang dicabut tersebut.

Ghufron mengatakan dalam pertemuan yang juga diikuti Wakil Ketua KPK Alexander Marwata itu KPK telah menyampaikan pembelaan untuk 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus. Dia membantah adanya radikalisme di tubuh institusinya. Alexander yang menjadi komisioner periode sebelumnya pun mengamini hal itu. Namun Ghufron membenarkan memang ada pemahaman keagamaan yang beragam pada masing-masing pegawai tetapi tak ada kecenderungan mendukung terorisme.

Selain itu, ia juga menyatakan wajar jika pegawai KPK tidak langsung menurut pada perintah pimpinan, tetapi harus berdiskusi terlebih dulu. Terlebih jika itu bertentangan dengan hati nurani pegawai dan nilai integritas, sudah pasti akan ditolak. Itu sudah jadi kultur di lembaga antirasuah itu, katanya.

Walau begitu, BKN kukuh pada keputusannya tidak meloloskan sejumlah pegawai KPK. "BKN kukuh bahwa syarat untuk menjadi ASN sesuai UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN harus memenuhi syarat TWK," kata dia.

Baca juga artikel terkait TES WAWASAN KEBANGSAAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo & Mohammad Bernie
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino