tirto.id - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf melontaran kritikan terhadap Badan Kepegawaian Negara (BKN) atas polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) KPK yang diduga banyak terjadi penyimpangan. Salah satunya, kata Muzammil, mengenai pertanyaan yang sensitif karena menyangkut keyakinan agama seseorang.
Salah satu contohnya, lanjut Muzammil, saat calon ASN dari Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat pertanyaan untuk melepas kerudung dan jilbab demi bangsa dan negara. Contoh lainnya saat calon ASN diminta untuk memilih antara Pancasila atau Al-Qur’an, dan tidak boleh memilih kedua-duanya.
Hal tersebut diungkapkan Al Muzammil saat rapat paripuna DPR RI, di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). Agenda sidang paripurna adalah tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022.
“Pembenaran terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut bahwa BKN ingin memberangus habis paham radikalisme agama, yang telah menyebar di kalangan ASN, dengan alasan tersebut BKN tentu telah menyelamatkan negara dari bahaya besar. Padahal yang sesungguhnya terjadi BKN telah menciptakan bahaya yang lebih besar,” kata dia.
Ia menuding BKN telah menyalahi Pasal 29 Ayat 1 dan 2 yang menyebut bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”.
“BKN telah menginjak-injak amanat konstitusi UUD 1945,” kata dia.
Al Muzammil mengatakan kebijakan BKN untuk menyelenggarakan TWK dengan ragam pertanyaan-pertanyaan sensitif adalah bentuk teror terhadap keyakinan umat beragama, khususnya umat Islam.
“Niat BKN untuk memerangi radikalisme agama berubah menjadi kebijakan terorisme terhadap keyakinan umat beragama, khususnya umat Islam, yang dikonfrontir untuk memilih Pancasila atau agama, Pancasila atau Al-Qur’an, seakan-akan orang yang memilih Al-Qur’an dia tidak Pancasilais,” kata dia.
Para pegawai KPK menjalani wawancara dalam rangka TWK pada 18 Maret-9 April 2021 guna alih status menjadi aparatur sipil negara. Peralihan status ini merupakan mandat dari UU KPK yang direvisi pada 2019.
Namun, tes tersebut dikritik keras oleh banyak pihak karena banyak terjadi penyimpangan. Para pegawai menerima pertanyaan yang berbeda, tetapi sama-sama menjajah kehidupan privat.
Misal seorang pegawai dicecar soal alasan mengapa ia bercerai, yang membuat tangisnya pecah karena traumanya diungkit. Pewawancara sempat beralih ke pertanyaan lain, tapi begitu tenang, ia kembali dicecar dengan pertanyaan seputar masalah rumah tangga dan membuat tangis pecah kembali.
Pegawai lain ditanya bagaimana jika ia diminta melepas hijab; ada pula yang ditanya apakah masih memiliki hasrat seksual hanya karena sudah tak lagi muda; dan ada pula yang ditanya alasan tidak memiliki pacar.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz