tirto.id - Piala Dunia 2022 tidak hanya memberikan ketegangan dan melesetnya prediksi kemenangan dari beberapa tim unggulan, namun juga perasaan haru.
Atlet sepak bola dengan profil fisik yang kekar dan pantang menyerah mengejar mimpi menjadi juara dunia; menyikut lawan dalam mempertahankan gawang dan aksi debat para pemain saat berargumen dengan wasit, terlihat kontras dengan tindakan beberapa pemain Maroko (juga pemain dari negara lain) yang tidak segan-segan menunjukkan sisi lembutnya sebagai “anak mami” di lapangan hijau.
Maroko tidak hanya berhasil menyingkirkan Spanyol di babak 16 besar dan Portugal di perempat final, tapi juga negara Afrika pertama yang berhasil maju ke semifinal di ajang Piala Dunia.
Prestasi tim Maroko yang di luar dugaan ini menjadi sorotan. Apakah kerja tim dan kapasitas personal atlet benar-benar menjadi penentu? Atau dukungan moral dari keluarga yang telah diantisipasi sebelumnya oleh petinggi tim Maroko adalah motivasi paling penting?
Sejak awal, Walid Reragui (pelatih) serta Fouzi Lekjaa (Presiden Federasi Sepak Bola Maroko), memang telah memastikan bahwa biaya perjalanan anggota keluarga yang dipilih oleh para pemain akan ditanggung penuh. Para keluarga bahkan menginap di hotel Wyndham Doha West Bay Hotel, markas Piala Dunia FIFA Maroko, agar dapat lebih mudah bertemu.
Maroko dikenal sebagai negara yang memiliki budaya beragam. Dari sekian banyak akulturasi antara budaya Arab, Asia, dan Eropa, kelekatan keluarga, seperti yang terjadi di budaya timur, masih sangat kuat.
“Kami lahir di negara tempat yang tahu betapa pentingnya keluarga dan bagaimana kami harus bergantung satu sama lain. Kami tumbuh seperti ini,” tutur salah satu penduduk Maroko, Mouna Benqlilou, pemilik perusahaan tari di Kasablanka.
“Semua orang (di Maroko) seperti ini. Kami tidak memiliki rumah jompo di sini. Itu tidak ada dalam budaya lokal karena kami merawat orang tua kami. Dan mereka tahu bahwa ketika mereka sudah tua, anak mereka akan merawat mereka. Ibu di Maroko memercayakan segalanya pada anaknya.”
Lelaki Kesayangan Ibu
Kuatnya kelekatan dengan keluarga, terutama ibu, diakui oleh para pemainnya menjadi satu kekuatan besar yang membuat tim Maroko berhasil melesat di Piala Dunia tahun ini.
Tidak heran, Achraf Hamiki, Sofiane Boufal, dan juga sang pelatih Reragui, tidak malu menunjukkan cinta pada ibunya di depan khalayak.
Saat Maroko berhasil menang adu penalti berhadapan dengan Spanyol di babak 16 besar, Achraf Hakimi berlari untuk merayakan kemenangan timnya bersama ibu. Ia menerima ciuman bangga sang ibu di pipinya. Setelah pertandingan tersebut, ia dengan gamblang mengunggah foto bersama ibunya, dengan judul: "Aku mencintaimu ibu".
Hakimi melakukan hal yang sama setelah kemenangan di perempat final melawan Portugal, dengan kembali naik ke tribun untuk memeluk ibunya.
Ia berbagi masa lalunya yang sulit dengan acara televisi Spanyol El Chiringuito, dengan mengatakan: “Ibu saya membersihkan rumah dan ayah saya adalah pedagang kaki lima. Kami berasal dari keluarga sederhana yang selalu berjuang mencari nafkah.”
“Mereka berkorban [banyak] untuk saya. Mereka merampas banyak hal dari saudara laki-laki saya agar saya berhasil. Hari ini, saya berjuang untuk mereka setiap hari,” tambahnya.
Di sisi lain, setelah Maroko mengalahkan Portugal, Sofiane Boufal membawa ibunya ke lapangan dan menari dengan gembira, juga menjadi pemberitaan yang viral di banyak media massa.
Boufal bukan berusaha meraih perhatian publik dengan aksinya ini, tapi tulus merayakan kemenangannya melawan Portugal, bersama orang yang paling penting dalam hidupnya, yakni sang ibu.
“Bagi saya, ibu adalah hal terpenting dalam hidup,” kata Boufal. “Tentu saja [dia menangis]. Emosi dalam pertandingan ini luar biasa.”
Dan untuk pertama kalinya, Fatima, ibu Reragui, melihat pertandingan anaknya di luar kota tempat tinggalnya di Paris. Di momen ini, Reragui naik ke tribun untuk memeluknya setelah pertandingan melawan Spanyol.
“Piala Dunia adalah etalase terbaik. [Di sini] kami ingin menunjukkan para pemain kami dan seberapa dekat mereka dengan keluarga mereka. Itu bagian dari budaya kami, dari sanalah kami berasal,” ujarnya.
Ibu Pencetak Atlet Bola Kelas Dunia
Jude Bellingham, pemain Inggris, tidak ragu menghampiri ibunya usai pertandingan melawan Senegal. Ia dikenal sering menceritakan kasih ibunya, Denise (54 tahun), pada semua teman-temannya. Bahkan suatu hari, ia tidak segan menceritakan bahwa ibunya masih saja membereskan tempat tidurnya. Sesuatu yang tidak lazim dalam budaya barat.
Bellingham dan ibunya masih tinggal bersama di sebuah flat dan terkadang mengantarnya ke pelatihan.
Denise juga mengelola urusan keuangan putranya, dan memungkinkan Jude untuk fokus pada sepak bola. Denise memastikan anaknya tidak terpengaruh gaya hidup glamor dan keserakahan yang dapat menggagalkan karier banyak pemain muda.
“Peran yang dimainkan ibuku sangat besar, bahkan mungkin lebih dari pelatih dan manajer saya, ” ujar Bellingham.
Pemain Inggris lainnya, Marcus Rashford, membagikan foto bersama ibunya di tribun setelah Inggris menang melawan Senegal dan memberi teks "Momen spesial kemenangan di penampilan ke-50 dengan ibu."
Melanie Maynard, ibunya, membesarkan lima saudara kandung sambil bekerja penuh waktu dengan upah minimum di Manchester, Inggris.
"Ketika ada kemunduran, [ibu saya] adalah orang pertama yang menelepon saya untuk mengatakan 'jangan khawatir, teruskan'. Hal itu membantu saya tidak melupakan apa yang saya mulai,” ungkap Rashford.
Masih dari gelaran Piala Dunia, Dee Adekugbe, ibu dari Samuel Adekugbe (bek Kanada) tidak dapat menyembunyikan kebanggaannya saat Sam akhirnya memulai debutnya. Sam masuk ke lapangan menggantikan Richie Laryea di paruh kedua pertandingan mereka melawan Belgia.
Dalam unggahannya, Dee berseru, “Putraku ada di Piala Dunia. Ya Tuhan, Haleluya!”
Dee bersama para ibu pencetak atlet bola kelas dunia memang pantas merayakan perjuangannya selama mengawal anak lelakinya ke dunia sepak bola papan atas.
Kisah betapa krusialnya peran ibu bagi para pemain bola kelas dunia ini juga datang dari Luis Suárez, pemain Uruguay. Saat Suarez berusia 12 tahun, ayahnya meninggalkan ibu dengan 7 orang anak. Ibu Suarez bekerja sebagai pegawai kebersihan dan berpenghasilan sangat sedikit berusaha memberikan yang terbaik bagi anaknya.
Pemain bola dengan pengikut terbanyak di Instagram, Christiano Ronaldo juga dikenal sering mengumbar kecintaan pada ibunya, Maria Dolores Aveiro.
Saat seorang jurnalis bertanya alasan mengapa ibunya masih tinggal bersamanya, ia dengan tegas menjawab, “Ibuku membesarkanku dengan mengorbankan hidupnya. Dia tidur dengan perut lapar untuk memberi makan saya. Kami tidak punya uang. Dia bekerja tujuh hari seminggu dan bekerja malam sebagai petugas kebersihan untuk membelikan saya sepasang sepatu bola agar saya bisa bermain.
“Dan selama dia hidup, dia akan selalu memiliki semua yang bisa kuberikan padanya. Dia adalah tempat perlindungan saya dan hadiah terbesar saya," tambahnya.
Bagi para bintang lapangan hijau, perjuangan ibu adalah senjata istimewa yang membentuk mereka menjadi seorang atlet kelas dunia. Dan Piala Dunia tahun ini, menjadi saksi perayaan lelaki kesayangan ibu, bahkan sebelum hari ibu dirayakan tahun ini.
Editor: Irfan Teguh Pribadi