tirto.id - Bagi sebagian orang, kontak fisik bersinggungan dengan hal personal dan tak semestinya diumbar di depan khalayak, apalagi dirayakan. Latar belakang budaya maupun preferensi pribadi bisa saja memengaruhi pandangan semacam ini.
Namun, bagi Kevin Zaborney, memperlihatkan perhatian di depan publik seperti berpelukan bukanlah hal yang perlu dihindari, apalagi ditabukan. Pada 1986, ia mencetuskan ide untuk menjadikan satu hari dalam satu tahun sebagai perayaan berpelukan.
Zaborney yang kala itu masih berusia 24 tahun dan bekerja sebagai spesialis yang menangani kenakalan remaja di Boysville, Mount Morris, Michigan, AS ini menemukan fakta sosial bahwa masyarakat AS merasa malu menampilkan perasaannya di publik. Hal ini menjadi keresahannya hingga ia membayangkan adanya hari khusus untuk menunjukkan afeksi di muka umum atau public display affection.
Beruntung pada saat itu Zaborney bertemu dan mengenal Monica Moeller, cucu dari William dan Helen Chase, inisiator Chase’s Calendar of Event yang merupakan catatan peristiwa yang memuat aneka hari libur dan perayaan mulai dari kejadian bersejarah hingga tradisi ‘tidak biasa’ di AS.
Pada suatu kesempatan, ia memeluk Moeller dan mengungkapkan idenya tersebut. Ia memilih tanggal 21 Januari untuk merayakan pelukan karena berada di antara Natal dan Valentine yang diasumsikan pada periode saat orang-orang berada dalam kondisi emosional yang rendah.
Pasca ditetapkannya Hari Peluk Nasional sebagai suatu peringatan, Zaborney mendapat ribuan surat dari para penggemar. Anak-anak mengirimkan kertas berbentuk hati kepadanya. Leo Buscaglia, penulis dan motivator yang dikenal sebagai Dr. Love, mengucapkan salam untuk Zaborney, sementara almarhum aktris dan komedian Joan Rivers mengganti trademark “Can we talk?”-nya menjadi “Can we hug?” pada 21 Januari.
Efek dari penetapan Hari Peluk Nasional ini juga dirasakan secara personal oleh Zaborney. Sang Ayah yang cenderung tertutup dan jarang berkontak fisik dengan anaknya, lantas berubah dan memberikan pelukan kepada Zaborney setiap melihat laki-laki itu.
Popularitas Hari Peluk Nasional lantas menjalar ke pelosok dunia lain. Dalam situs resmi National Hugging Day dicantumkan, ketenaran perayaan ini bertumbuh secara global dan mendatangkan banyak usulan untuk mengganti kata ‘Nasional’ dengan ‘Internasional’.
Beberapa negara lain yang juga merayakan hari ini di antaranya Kanada, Jerman, Swedia, Bulgaria, Guam, Australia, Georgia, Inggris, dan Rusia. Pihak yang berwenang menetapkan pelukan sebagai suatu hal yang perlu diselebrasi satu hari dalam setahun tidak sembarang membuat keputusan.
Mengapa pelukan itu penting dan pantas diperingati tak lepas dari hasil penelitian yang ada sebelumnya. Dilansir dari IBTimes, secara ilmiah, saat pasangan berpelukan selama 20 detik, terjadi peningkatan level oksitosin atau hormon yang membuat seseorang merasa senang. Pelukan singkat dan berpegangan tangan selama 10 menit dengan pasangan juga mengurangi dampak stres yang membahayakan, ini menurut studi American Psychosomatic Society.
Lebih jauh mengenai manfaat pelukan, dalam studi mengenai ketakutan dan penghargaan diri yang dipublikasikan di jurnal Psychological Science, ditemukan hasil bahwa pelukan dan sentuhan dapat meredakan kecemasan akan kematian. Meskipun hanya memeluk benda mati seperti boneka, kecemasan seseorang dapat berkurang.
“Bahkan hal-hal sepele seperti sentuhan interpersonal pun dapat memperbaiki permasalahan eksistensial seseorang,” jelas kepala peneliti, Sander Kooler seperti dikutip dari Huffingtonpost.
Omed-omedan di Bali
Perayaan atau tradisi yang melibatkan kontak fisik tak hanya dilakukan di dunia barat, tapi juga terjadi di Indonesia. Di Bali ada tradisi omed-omedan, suatu ritual saling peluk dan tarik-menarik yang dilakukan dua kelompok anak muda. Omed-omedan berasal dari kata ‘omed’ yang artinya menarik. Omed-omedan dengan demikian diartikan sebagai tarik-menarik.
Seperti dipacak dari laman denpasarkota.go.id, sehari setelah perayaan hari suci Nyepi, Kota Denpasar khususnya di Desa Sesetan Denpasar berlangsung omed-omedan yang telah menjadi daya tarik wisata.
Omed-omedan telah diwarisi warga banjar Kaja Sesetan sejak dahulu. Para pemuda dan pemudi banjar setempat berkumpul di areal bale banjar untuk menjalankan omed-omedan. Sebelum dimulai, terlebih dahulu seluruh krama khususnya para muda-mudi akan melakukan persembahyangan. Iringan gamelan balaganjur mengawali tradisi ini. Satu pemuda dan satu pemudi digotong untuk dipertemukan kemudian saling berpelukan, sebagai bagian dari omed-omedan.
Omed-omedan ataupun peringatan hari peluk nasional adalah sebuah tradisi. Selain sebagai tradisi, kegiatan berpelukan dipercaya berdampak positif bagi sebuah hubungan atau pribadi seseorang. Apakah Anda termasuk yang merayakannya?
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Suhendra