tirto.id - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengatakan pemerintah tengah bersiap untuk melakukan pengujian campuran 50 persen bahan bakar nabati dan diesel atau B50.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman, Agung Kuswandono mengatakan hal ini telah diinstruksikan langsung oleh Menko Kemaritiman menyikapi proses pengujian bahan bakar nabati yang sudah berada pada tahap B30.
Lagipula, katanya, capaian penggunaan bahan bakar nabati yang masih berada di tahap B30 menunjukkan pengembangan biofuel sebenarnya masih jauh dari harapan.
“Yang saya tau B20 sudah oke. B30 sedang proses pengujian tapi sekarang Pak Menko paksakan B50 karena kita ingin ke B100,” ucap Agung dalam diskusi bertajuk “Efisiensi Energi Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan” di Kemenko Kemaritiman pada Selasa (28/5/2019).
“Kita ingin sebetulnya sampai B100. Tapi B30 itu mohon maaf masih jauh dari yang kita harapkan,” tambah Agung.
Agung mengatakan bila pengembangan bahan bakar nabati ini bisa digalakkan pemerintah dapat melakukan penghematan pada impor minyak fosil.
Menurutnya, selama ini sejumlah besar anggaran negara dihabiskan untuk memenuhi bahan bakar dalam negeri.
Padahal, katanya, Indonesia memiliki potensi bahan bakar nabati yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dengan demikian, selain membantu anggaran negara, ia menyebutkan penyerapan kelapa sawit dalam negeri dapat menjaga harga komoditas itu.
Belum lagi, katanya, Indonesia saat ini masih menghadapi “diskriminasi” sawit Uni Eropa yang ia anggap serba dikaitkan dengan alasan lingkungan sehingga ekspor dari Indonesia dipersulit.
Hal ini, katanya, semata-mata dilakukan untuk menahan laju produk sawit Indonesia yang dikhawatirkan dapat mengganggu industri minyak nabati berbasis bunga matahari di Uni Eropa.
“Seenggaknya bahan bakunya berlimpah jadi kita tidak perlu ribut di-banned negara luar. Dimanfaatkan saja oleh negara Indonesia. Nanti bayangkan berapa ratus triliun rupiah bisa dihemat dari impor BBM,” ucap Agung.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri