Menuju konten utama

Bareskrim Polri Tolak Legalisasi Ganja untuk Medis

Bareskrim menilai ganja yang tumbuh di Indonesia tak cocok untuk medis.

Bareskrim Polri Tolak Legalisasi Ganja untuk Medis
Polisi menunjukkan tersangka dan barang bukti tanaman ganja di Perum Wisma Lidah Kulon, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (4/3/2020). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

tirto.id - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menolak legalisasi ganja untuk kebutuhan medis. Hal itu disampaikan Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Krisno Halomoan Siregar setelah rapat dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kementerian/lembaga terkait lainnya.

"Seluruh peserta rakor tidak menyetujui rekomendasi WHO 5.4 dan 5.5 tentang rencana legalisasi narkotika jenis ganja," ucap Krisno Halomoan dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/6/2020)

Krisno menyempaikan beberapa alasan penolakan ganja untuk madis. Pertama, ganja yang tumbuh di Indonesia berbeda dengan ganja yang tumbuh di Eropa, Amerika dan negara lainnya.

"Perbedaannya dari hasil penelitian, ganja di Indonesia memiliki kandungan THC tinggi (18 persen) dan CBD rendah (1 persen). Kandungan THC itu sangat berbahaya bagi kesehatan karena bersifat psikoaktif," ujarnya.

Kedua, lanjut Krisno, ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan, seperti epilepsi, berasal dari hasil budidaya rekayasa genetik yang menghasilkan kandungan CBD tinggi dan kandungan THC rendah. Sementara, lanjut Krisno, kandungan ganja lokal bukan jenis yang tepat untuk pengobatan.

Ketiga, Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 perihal pengaturan ganja sebagai Narkotika Golongan 1, maka ada sanksi terhadap penyalahgunaannya. Sehingga, terang Krisno, produk undang-undang tersebut harus dijunjung tinggi oleh seluruh WNI.

Keempat, berdasar data penegakan hukum Dittipid Narkoba dan BNN terhadap kasus ganja cukup besar setiap tahunnya, meski ada pelaku yang belum ditangkap. Krisno menyatakan adanya peraturan tegas soal ganja masih dilanggar masyarakat, apalagi jika ganja dilegalkan.

"Maka akan lebih banyak lagi penyalahgunaan ganja dengan dalih apapun dan lebih banyak lagi masyarakat yang menjadi korban serta terdampak bahaya ganja," jelas.

Kelima, Krisno menilai masyarakat cenderung mengonsumsi ganja untuk kebutuhan rekreasi ketimbang medis. Ia menilai tanaman ganja yang ada di Indonesia mempunyai mudarat lebih besar daripada manfaat.

"Dengan demikian adanya rekomendasi legalisasi ganja oleh WHO justru akan menimbulkan permasalahan di Indonesia, seperti peningkatan angka orang sakit dan kematian akibat maraknya penggunaan ganja," tegasnya.

Februari lalu, pro kontra legalisasi ganja sempat ramai dibicarakan lagi usai seorang anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS usul tanaman itu diekspor saja.

"Manfaatnya sudah terbukti banyak, salah satunya di farmasi," katanya ketika itu.

Di Indonesia ganja dipercaya dapat menyebabkan efek negatif bagi penggunanya, dan karena itu mereka dapat dihukum jika ketahuan aparat. Tanaman ini akhirnya dianggap tak berguna, tak bisa dikonsumsi dalam bentuk apa pun. Sejumlah negara, termasuk Jerman, Portugal, dan Argentina, ganja boleh dikonsumsi dengan aturan-aturan yang ketat.

Kepemilikan ganja dalam takaran ringan tak akan membuat orang dipenjara atau didenda. Di Australia, Belgia, Perancis, Meksiko, Selandia Baru, Slovenia, Spanyol, dan Sri Lanka, ganja hanya legal untuk konsumsi medis. Sementara di Amerika Serikat, ganja legal di beberapa negara bagian.

Baca juga artikel terkait LEGALISASI GANJA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan