tirto.id - “Aku tidak punya pilihan selain melarikan diri dengan istri dan dua anak-anakku karena hubunganku dengan BSO (Baloch Students Organization)” kata Gulam Mohamed dalam wawancaranya dengan Karloz Zurutuza di Aljazeera, 2014 lalu.
Gulam Mohamed sama halnya dengan orang-orang Baloch di lingkungannya. Ia akrab dengan konflik yang berkecamuk di provinsi Balochistan. Bedanya, ia berkecimpung sebagai aktivis yang membuatnya terasing di daerah Zaranj, Afghanistan.
Dalam konflik di provinsi Balochistan yang disebut Mohamed sebagai perang “rahasia” Pakistan ini, Mohamed mengklaim telah kehilangan tiga kerabatnya.
Bulan Agustus 1947 menjadi hari kemerdekaan Pakistan setelah memilih berpisah dari wilayah India dalam pembagian wilayah negara oleh Britania Raya. Namun tidak bagi wilayah Balochistan di Pakistan, tempat etnis suku bangsa Baloch bermukim.
Harapan para nasionalis Balochistan untuk bisa merasakan menjadi negara sendiri seperti Pakistan, India, dan juga Bangladesh sirna ketika beberapa bulan kemudian para pasukan nasional Pakistan menyerbu wilayah tersebut.
Bagi orang-orang Baloch, tindakan Pakistan ini adalah sebuah pencaplokan, aneksasi. Sejak itu, serangkaian aksi pemberontakan terjadi. Mulai demonstrasi menyuarakan aspirasi politiknya hingga aksi-aksi militan untuk merebut kembali wilayah Balochistan menjadi sebuah negara berdaulat sendiri.
Nama Balochistan sendiri merujuk pada sebuah kawasan regional tempat suku bangsa Baloch bermukim selama berabad-abad dan memiliki sejarah panjang terutamanya terkait negara kepangeranan yang telah dijalankan. Wilayahnya kini terpisah oleh batas-batas negara antara Pakistan, Iran, dan Afghanistan. Wilayah terbesarnya berada di Pakistan, bernama provinsi Balochistan.
CIA World Factbook 2016 menyebut populasi etnis Baloch di Pakistan sendiri sebesar 3,6 persen dari total populasi penduduk, dan 2 persen dari total penduduk Iran dan Afghanistan.
Keberadaan dan eksistensi kelompok tentara pembebasan Balochistan yang terbentuk sejak tahun 2000 semakin mewarnai dan memperkukuh gejolak kuat kemerdekaan Balochistan. Studi Stanford University menyebutkan para pemberontak ini menyasar pemerintahan dan aparat keamanan Pakistan.
Latar belakang lain yang turut memperkeruh masalah adalah soal seperti ketimpangan distribusi ekonomi dan infrastruktur yang dirasakan rakyat Balochistan. Ada juga ketidakadilan distribusi pekerjaan. Orang Baloch menganggap etnis Punjabi sebagai mayoritas lebih diprioritaskan. Jika dilihat alamnya, Balochistan terkenal kaya dengan gas alam, batu bara, dan mineral lainnya.
Pemerintahan Pakistan kerap melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam merespons tuntutan bangsa Baloch. Mulai dari penculikan hingga pembunuhan oleh aparat keamanan lazim ditemukan terkait dengan nasionalisme Balochistan.
Laporan The Economist menyebutkan pada kurun 2003-2012 diperkirakan 8.000 orang diculik oleh pasukan keamanan Pakistan di provinsi Balochistan. Laporan Human Rights Watch (HRW) juga menyebut penyiksaan tidak manusiawi kerap dilakukan terhadap orang-orang Balochistan yang ditangkap.
Adanya kelompok bersenjata seperti Korps Perbatasan, kelompok sentimen anti-Syiah bernama Lashkar e-Jhangvi, Inter Services Intelligence (ISI) dan beberapa kelompok lain disebut oleh HRW sebagai dalang dari serangkaian aksi brutal yang dilakukan terhadap orang-orang Balochistan.
Mereka dijemput, dihilangkan, disiksa hingga dibunuh. Laporan Declan Walsh di The Guardian 2011 lalu menyebutkan soal peningkatan jumlah mayat dengan luka tembak di kepala yang ditemui di pinggir jalan.
Yang terbaru, konflik masih ditambah dengan kehadiran kelompok ekstremis lainnya. CNN melaporkan pada 24 Oktober 2016 kemarin, akademi kepolisian di Queta diserang oleh tiga orang yang melakukan bom bunuh diri.
Akibatnya, 61 orang meninggal dunia dan 117 lainnya luka-luka. ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan ini lewat publikasi tiga orang penyerangnya di media miliknya, Amaq, kendati pemerintah Pakistan menuding kelompok Lashkar e-Jhangvi berada di balik serangan tersebut.
Ada juga aksi serangan ke rumah sakit milik pemerintah di Quetta pada 8 Agustus 2016 yang menewaskan setidaknya 65 orang dan melukai lebih dari 150 orang lainnya. Kelompok Jamaat ul-Ahrar, faksi dari kelompok Taliban, mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.
Asal-usul Suku Bangsa Baloch
Secara etimologi, nama Balochistan merujuk pada orang-orang Baloch yang mendiami kawasan tersebut. Namun, istilah Baloch sendiri tidak muncul dalam sumber-sumber literatur sejarah maupun antropologi pra-Islam.
Salah satu yang berhasil menjelaskan akar dari orang-orang Baloch adalah jurnal berjudul “A 'Periplus' of Magan and Meluḫḫa” karya John Hansman yang menemukan hubungan Baloch dengan Meluhha, sebuah kelompok masyarakat yang mendiami peradaban lembah Indus dan berhubungan dengan Sumeria dan Akkadia di Mesopotamia.
Meluhha diketahui hilang dari Mesopotamia pada awal milenium ke-2 SM. Jejaknya termodifikasi pada istilah Baluhhu. Catatan Al-Muqaddasī ketika mengunjungi Bannajbur, yang kini masuk dalam provinsi Balochistan di Pakistan, pada 985 SM melihat terdapat banyak dihuni orang-orang yang disebutnya Balusi (Baluchi). Karya inilah yang kemudian menjadi referensi utama jika membahas asal-usul orang Baloch.
Di masa akhir pendudukan Britania atas daratan India, gejolak terjadi terkait nasib negara baru yang akan lahir dan merdeka. Muhammad Ali Jinnah dari Lahore menggagas bahwa umat Muslim di India harus memiliki negara sendiri. Maka, muncullah Pakistan.
Di tanah Balochistan sendiri, Hamid Alikuzai dalam studinya A Concise History of Afghanistan-Central Asia and India in 25 Volumes memaparkan Mir Ahmad Yar Khan, penguasa Balochistan di kota Kalat menyatakan kemerdekaan dari Inggris pada 15 Agustus 1947 bersamaan dengan India. Ia berharap Perdana Menteri Inggris Clement Attlee akan menghormati janjinya soal Balochistan menentukan nasib sendiri.
Serangkaian upaya untuk kolonial Inggris bahkan pernah dilakukan oleh Yar Khan semata-mata untuk menjilat Inggris agar dapat memuluskan kemerdekaan. Namun Muhammad Ali Jinnah, pemimpin Pakistan, menekan Yar Khan agar menerima aturan Pakistan.
Negosiasi gagal, dan ketidaksabaran membuahkan aneksasi oleh Pakistan pada 27 Maret 1948 diikuti dengan mobilisasi militer di wilayah tersebut. Sejak itu, gelombang protes dan perlawanan terjadi mulai dari keluarga Yar Khan dan terus meluas ke berbagai faksi nasionalis Balochistan lainnya.
Berbagai langkah negosiasi dan rekonsiliasi oleh pemerintah Pakistan dilakukan guna merangkul dan untuk sementara ini diklaim telah meredam gejolak pemberontakan para nasionalis Balochistan di tahun 2016 seperti diberitakan oleh Dawn, media lokal Pakistan.
Penulis: Tony Firman
Editor: Maulida Sri Handayani