tirto.id - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menepis anggapan RUU TNI yang saat ini sudah menjadi inisiatif dewan, berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI. Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, mengatakan, beleid itu memang sudah dimungkinkan untuk dilakukan revisi.
Ia mengatakan penempatan TNI di jabatan sipil juga menjadi hak prerogatif presiden sesuai dengan kebutuhan.
“Enggak ada selama ini, kan, sudah dimungkinkan dilakukan itu, tetapi bergantung kebutuhan yang dianggap penting betul oleh presiden tidak ada masalah karena selama ini sudah berjalan. Yang soal posisi TNI untuk penempatan di jabatan tertentu, kan, sudah jalan tidak ada masalah,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Perihal posisi yang akan ditempatkan TNI aktif, jelas dia, disesuaikan dengan kebutuhan presiden. TNI aktif akan ditempatkan presiden pada tugas tertentu.
“Itu tugasnya presiden, nanti presiden, nanti sesuai kebutuhan presiden, pasti, kan, tidak mungkin serta merta semuanya. Jadi, pasti disesuaikan dengan tugas yang memang diperlukan oleh presiden untuk tugas tertentu,” ucap Supratman.
Menurut Supratman, selama ini sudah 10 lembaga yang sudah ditempatkan oleh perwira TNI. Ia memandang tidak ada yang mempersoalkan hal tersebut.
“Apa masalahnya, apakah dengan begitu dwifungsinya kembali, kan, enggak juga, kan sudah ada 10 lembaga yang diduduki oleh perwira TNI, kan, enggak ada masalah," tutur Supratman.
Pimpinan DPR RI mengesahkan empat rancangan undang-undang (RUU) menjadi usulan inisiatif DPR dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/5/2024). Keempat RUU itu, antara lain: RUU Kepolisian RI, RUU TNI, RUU Keimigrasian, dan RUU Kementerian Negara.
Empat RUU ini ramai dikritik publik. Misalnya, RUU Polri dan TNI. DPR dianggap mengabaikan efektivitas kerja personel pada usia lanjut dari aspek fisik, psikis, dan kapasitas.
Perpanjangan usia pensiun juga dapat menimbulkan masalah penumpukan personel dalam tubuh TNI dan Polri.
Dalam Pasal 30 UU Polri yang berlaku saat ini, batas pensiun maksimum anggota kepolisian, yakni 58 tahun, dengan pengecualian bagi anggota yang memiliki keahlian khusus sampai usia 60 tahun.
Dalam draf revisi UU Polri, batas usia pensiun diusulkan menjadi 60 tahun untuk semua anggota Polri, dan 65 tahun untuk pejabat fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, pejabat fungsional dengan keahlian khusus yang sangat dibutuhkan juga dapat diperpanjang hingga usia 62 tahun. Selain itu, revisi tersebut mengatur perpanjangan usia pensiun bagi perwira tinggi bintang empat, yang hanya dapat ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan dari DPR.
Sementara UU TNI, pasal yang akan direvisi dianggap akan memperluas peran TNI di ranah sipil, yaitu perubahan bunyi Pasal 3 ayat 1 dan 2.
Ayat 1 yang berbunyi, “Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah presiden” diubah menjadi “TNI merupakan alat negara di bidang pertahanan dan keamanan negara berkedudukan di bawah presiden”.
Publik menilai rencana itu dapat memicu kembalinya Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz