tirto.id - Lebih dari empat ribu tahun lalu, orang-orang Mesir Kuno menemukan bahwa renang dapat dijadikan kegiatan tersendiri, yang bukan bagian dari urusan perjalanan dan lain-lain. Kemudian, pada abad-abad pertama masehi, masyarakat Yunani dan Roma menetapkan renang sebagai bagian penting dari pendidikan anak laki-laki.
Di Yunani bahkan ada satu ungkapan buat menggambarkan orang tolol: “Ia tak bisa berenang dan tidak pula bisa membaca.”
Seabad sebelum masehi, golongan elit Roma membangun kolam-kolam pemandian menggunakan keramik dan melengkapinya dengan sistem pipa yang mengalirkan air dari sumber-sumber alami. Itulah bentuk awal dari kolam-kolam renang modern yang kita kenal sekarang.
Pada 1837, ada enam kolam renang dalam ruangan di London, dan para pengunjungnya membentuk organisasi renang pertama di dunia. 59 tahun kemudian, renang ditetapkan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Olimpiade.
Dan pada 2014, World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa ada 372 ribu orang yang mati tenggelam setiap tahun.
“Jumlah itu hampir setara dua pertiga kematian karena malnutrisi dan lebih dari setengah jumlah kematian karena malaria. Tetapi berbeda dari malnutrisi dan malaria, belum ada upaya pencegahan yang cukup luas atas perkara ini,” tulis tim WHO.
Belum lagi soal cedera. Pada rentang 2011 hingga 2013, di Amerika Serikat saja, rata-rata setiap tahun ada sekitar 4,9 ribu orang yang memperoleh penanganan darurat karena cedera di kolam-kolam renang. Ancaman paling besar tentu saja tenggelam, dengan akibat non-kematian terparah berupa kerusakan otak.
Laporan bersama U.S. Consumer Product Safety Commision dan Pool Safely menyatakan bahwa ongkos berobat bagi korban-korban cedera karena tenggelam dapat mencapai 8 ribu dolar Amerika Serikat untuk perawatan awal, dan 250 ribu dolar per tahun seandainya korban memerlukan perawatan jangka panjang.
Dan di kolam renang, ada bahaya lain yang tak sepatutnya dianggap remeh: air kencing.
Sejumlah peneliti dari University of Alberta, Kanada, memperkirakan bahwa terdapat sekitar 75 liter air kencing dalam kolam berdaya tampung 830 ribu liter (sekitar sepertiga kolam standar Olimpiade) dan 30 liter air kencing dalam kolam yang berukuran setengah kolam pertama. Angka itu mereka dapatkan dengan cara memeriksa kandungan pemanis buatan acesulfame potassium, yang tak dapat diproses tubuh manusia, dalam 250 sampel air dari 31 kolam di dua kota di Kanada selama tiga pekan.
“Nitrogen dalam air kencing menyatu dengan klorin (kaporit) dan menghasilkan racun kloramin; senyawa itulah yang menyebabkan mata merah saat kita berenang,” ujar Michele Hlavsa, kepala Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kepada Today, 19 Maret 2016.
Dan menurut sebuah penelitian yang diterbitkan jurnal Environmental Science & Technology pada Februari 2014, kloramin bukan satu-satunya senyawa berbahaya yang dihasilkan persilangan air kencing dan klorin. Air kencing manusia mengandung asam urat (uric acid) yang jika bercampur dengan klorin bakal menghasilkan trikloramin dan sianogen klorida.
Trikloramin lazim dihubungkan dengan masalah-masalah pernapasan, dan sianogen klorida dapat menyebabkan penyakit jantung serta mengganggu sistem saraf pusat. Peredaran senyawa yang terakhir itu bahkan diatur dalam Konvensi Senjata Kimia Amerika Serikat karena dapat dijadikan senjata kimia. Sianogen klorida tidak hanya beracun, tetapi juga mudah disebarkan karena ia dapat menembus sebagian besar topeng gas.
Tetapi berapa banyak sianogen klorida dalam kolam renang yang pantas dianggap mematikan? National Institute of Health menyatakan sianogen klorida dalam konsentrasi 500 hingga 1.000 mikrogram dalam seliter air dapat membuat manusia mengalami mual, muntah, sakit kepala, kebingungan, dan kesulitan bernapas; dan 2,5 ribu mikrogram sianogen klorida per liter dapat menyebabkan koma dan kematian.
Menurut Casey Johnston dari Ars Technica, berdasarkan asumsi sederhana bahwa konsentrasi sianogen klorida meningkat bersama jumlah asam urat dalam kolam berklorin, satu kolam Olimpiade dengan kadar klorin standar, 10 miligram (10 ribu mikrogram) per liter air, dapat diubah menjadi “kolam maut” dengan cara menambahkan air kencing dari tiga juta orang, dan setiap orang mesti menyumbang 0,8 liter, sesuai jumlah rata-rata urin yang dihasilkan manusia dalam sehari.
Tetapi asumsi sederhana itu tidak berlaku, sebab kandungan selain asam urat dalam air kencing mengencerkan konsentrasi klorin. Kadar klorin yang diperlukan untuk mengubah 2,4 juta liter air kencing dari 3 juta orang menjadi sianogen klorida yang mematikan, kata Johnston, ialah sekitar 1.500 miligram per liter air, atau sekitar setengah liter klorin untuk setiap liter air.
Dan klorin dalam konsentrasi setinggi itu tak perlu berubah menjadi sianogen klorida untuk dapat membunuh manusia.
“Ia akan membakar bola matamu dan membuat kulit dan dagingmu mengelupas,” tulis Johnston. “Seandainya kau dan tiga juta orang lain mencebur ke kolam itu dan berhasil mengencinginya sebelum kalian meleleh karena klorin, sebelum mati tergencet, dan sebelum tenggelam dalam gelombang kencing raksasa, kau sangat mungkin mati keracunan sianogen klorida yang tercipta dari campuran air kencing dan klorin.”
Akhirnya, meskipun jumlah racun di kolam-kolam mustahil jadi cukup banyak untuk menciptakan kematian yang aduhai dan menarik perhatian departemen-departemen keamanan nasional, ia cukup untuk membuat orang-orang yang berenang terkena pelbagai penyakit. Dan itu bukan perkara sepele.
Hannah Devlin dari The Guardian menulis: “Para peneliti telah menghubungkan asma yang menimpa perenang-perenang profesional dan para pekerja kolam dengan paparan senyawa-senyawa yang dihasilkan campuran air kencing dan klorin dalam jangka panjang.”
Penulis: Dea Anugrah
Editor: Maulida Sri Handayani