tirto.id - Bisnis jasa outsourcing call center lintas benua tumbuh pesat di negara-negara berkembang. India dan Filipina mampu menangkap peluang geliat bisnis ini.
Sayangnya Indonesia sebagai negara yang punya potensi besar di bisnis call center tak mampu memanfaatkan kesempatan ini. Indonesia memang masih lemah dalam kemampuan bahasa Inggris. Bahasa internasional jadi kunci utama dalam bisnis jasa call center.
Berikut ini wawancara tirto.id dengan Penasihat Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi) Iftida Yasar saat dihubungi, Selasa (21/6/2016).
India dan Filipina jadi pemain utama call center dunia, kenapa mereka bisa sukses?
Pertama, kalau di India dari sisi struktur itu mereka memperkuat Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Mereka 90 persen UKM, rakyatnya banyak, jadi mereka fokus dengan slogan made in lndia. Semua dibuat di lndia sehingga multiplier effect-nya besar. Mereka fokus di IT dan jasa yang bisa menyerap jutaan tenaga kerja.
Kedua, dari sisi tenaga kerja. India itu memiliki 1,3 miliar penduduk harus memperhatikan perluasan lapangan kerja. Jadi para politisinya juga mengerti bahwa yang penting orang kerja. Pemerintahnya fokus pada penyediaan lapangan kerja. Peraturan ketenagakerjaan fleksibel.
Kalau India menengejar pabrik, manufaktur susah, tapi kalau sektor jasa bisa. Selain itu, orang India itu persaingan kompetisinya tinggi. Jadi kerja apa saja mereka mau, sebab mencari pekerjaan di sana susah. Artinya dapat kerja saja mereka sudah bagus.
Pemerintah India sangat mendukung. Saya juga baru dari India kemarin untuk menghadiri acara World Employment Conference 2016 di New Delhi, yang dihadiri 35 perusahaan outsourcing di seluruh dunia.
Bagaimana dengan kunci sukses Filipina?
Sementara itu, untuk Filipina dukungan dari pemerintahnya sangat besar. Selama beberapa tahun India menguasai pasar jasa call center, namun setelah India beralih ke informasi dan teknologi (IT) maka pekerjaan itu dialihkan ke Filipina. Setiap pertumbuhan ekonomi, 70 persen lapangan kerja diserap oleh outsourcing. Namun, saya kurang tahu berapa angka untuk penyerapan tenaga kerja di call centernya.
Untuk Filipina terpenting adalah kedua negara itu bagus bahasa Inggrisnya. Kalau kita masih ribut di bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Mereka dari kecil sudah diajarin bahasa Inggris. Kalau kita, ada pandangan kalau menggunakan bahasa Inggris enggak nasionalis, padahal sudah kebutuhan semua orang untuk menggunakan bahasa Inggris.
Jadi persoalan bahasa ini jadi penyebab kita tak dilirik oleh pengguna jasa call center dunia?
Ya, karena kemampuan bahasa Inggris orang Indonesia kalah dibandingkan kedua negara tersebut. Kedua, pemerintahnya sendiri sibuk dengan politik-politik, lalu over protective dari pekerja. Misalnya, demo-demo untuk menghapus outsourcing. Padahal call center itu adalah outsourcing, enggak mungkin sebagai pekerjaan tetap. Alasannya karena orang yang bekerja di call center itu paling lama tiga tahun.
Bahasa Inggris kita kurang, jauh sekali. Kalau berbicara soal call center maka pendidikan harus S-1. Pengalaman saya minimum itu D3, akan tetapi syaratnya itu tinggi sekali. Saya pernah mengerjakan 1.500 orang untuk satu proyek. Jadi 1.500 pakai bahasa Indonesia saja susah, apalagi pakai persyaratan-persayaratan bahasa Inggris, tambah susah lagi.
Jadi bukan kita tak mendapat permintaan jasa call center. Namun seseorang dengan pengetahuan tinggi, bahasa Inggrisnya bagus, apa mau jadi call center di Indonesia. Belum tentu mau, kecuali gajinya tinggi. Dengan kemampuan seperti itu, dia bisa bekerja di tempat lain, bahkan gaji yang lebih tinggi. Call center itu tekanan pekerjaannya berat.
Bagaimana caranya Indonesia bisa dilirik sebagai penyedia jasa call center dunia?
Pertama, perbaiki regulasi lebih kompetitif. Lalu revisi Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Kemudian, harus membedakan antara serikat buruh pekerja yang benar-benar dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas). Selain itu, yang terpenting adalah penegakan hukum. Orang yang mengganggu dan merusak harus dihukum dan korupsi menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Di Indonesia ada tren meng-outsource jasa call center dari Jakarta ke Yogyakarta karena biaya tenaga kerjanya murah. Apa tanggapan Anda?
Belum tentu sukses juga karena kualifikasi orangnya itu didapat atau enggak. Tapi kalau menjadi gerakan yang masif, Yogyakarta bisa menyiapkan dari sekarang. Sukses atau tidaknya semua tergantung sumber daya manusia