tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengungkap temuan 91 merek kosmetik ilegal yang telah beredar luas di Indonesia. Dari 91 merek yang ditemukan, terdapat 205.133 produk kosmetik dari 4.334 item dengan yang bernilai sebesar lebih dari Rp31,7 milliar.
“BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan kejahatan produksi serta distribusi kosmetik ilegal berjumlah 91 merek," kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers melalui kanal Youtube BPOM, Jumat (21/2/2025).
Taruna mengklaim temuan kosmetik berbahaya dan ilegal atau tanpa izin edar ini meningkat 10 kali lipat dibandingkan periode tahun sebelumnya. Pada 2024, BPOM menemukan sekitar Rp3 miliar selama intensifikasi.
"Nilai keekonomian temuan pada intensifikasi pengawasan [kosmetik ilegal] [tahun] 2025 ini meningkat signifikan. Jadi, mencapai lebih 10 kali lipat dibanding kegiatan yang sama pada tahun 2024," ungkap dia.
Dia menyebut temuan BPOM terdiri dari 79,9 persen kosmetik tanpa izin edar, 17,4 persen mengandung bahan dilarang/berbahaya, termasuk skincare beretiket biru tidak sesuai ketentuan. Lalu, 2,6 persen kosmetik kedaluwarsa, dan 0,1 persen merupakan kosmetik injeksi. Selain itu, disebutnya, mayoritas produk ilegal tersebut, kosmetik impor yang viral di sosial media.
"BPOM bukan saja menemukan kegiatan distribusi kosmetik tapa izin edar, melainkan juga adanya dugaan tindak pidana berupa kegiatan produksi kosmetik mengandung bahan dilarang/berbahaya, termasuk pembuatan skincare beretiket biru secara massal. Kami juga menemukan adanya pelanggaran yang berulang, yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan yang disengaja," urai Taruna.
Dia mengungkap bahwa produk kosmetik ilegal ini ditemukan paling banyak di Yogyakarta hingga mencapai lebih dari Rp11,2 miliar, diikuti dengan Jakarta yang mencapai lebih dari R10,3 miliar, Bogor lebih dari Rp4,8 miliar, Palembang mencapai Rp1,7 miliar, dan Makassar mencapai Rp1,3 miliar.
"Angka temuan in menunjukkan bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi permasalahan yang perlu diwaspadai, terutama di daerah-daerah dengan tingkat konsumsi kosmetik yang tinggi," tukas dia.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama