tirto.id - Budi, bukan nama sebenarnya, terkejut ketika suatu hari pengajuan kartu kreditnya ditolak. Dia merasa tak pernah punya utang, kredit menunggak, ataupun pinjaman lain. Usut punya usut, ternyata pasangannya yang punya catatan hitam itu.
“Dulu sebelum kami kenal, dia punya beberapa kartu kredit yang tak dibayar,” katanya meringis.
Tunggakan ini berbuntut panjang. Tak hanya ditolak pengajuan kartu kreditnya, ia pun kesusahan untuk mengambil kredit lain. Termasuk keinginannya mengajukan KPR. Pasangan muda yang baru menikah satu tahun ini pun akhirnya pelan-pelan berusaha memperbaiki dan menyelesaikan masalah dari masa lalu itu.
Apa yang dialami Budi bikin ingat apa yang dibilang sang begawan dunia keuangan dan saham, Warren Buffett.
“Butuh waktu 20 tahun untuk membangun reputasi baik, dan hanya butuh lima menit untuk membuatnya rusak. Kalau kamu mikir tentang itu, kamu akan melakukan segala sesuatu dengan lebih hati-hati.”
Dalam dunia finansial tempat Warren membangun kerajaannya, reputasi dan kredibilitas memang jadi penjamin nomor satu. Sebab uang tak kenal saudara atau tolan, tak peduli agama atau warna kulit. Yang dipercaya hanya satu: reputasi. Kalau reputasimu baik, orang akan memercayaimu.
Reputasi ini yang lantas dipakai oleh institusi finansial –seperti bank– untuk memberikan pinjaman atau kredit. Tentu reputasi dalam dunia finansial tak bisa lahir dari omon-omon warung kopi dan testimoni personal belaka, melainkan dari apa yang disebut credit score. Tiap negara biasanya punya sistem credit score dan ketentuan masing-masing.
Di Amerika Serikat, misalnya, salah satu yang populer dipakai adalah sistem FICO, perusahaan analis kredit yang memberikan angka untuk calon peminjam. Untuk personal, skornya ada di rentang 300-850. Sedangkan untuk perusahaan angkanya ada di 250-900. Semakin tinggi angka ini, semakin mudah seseorang/ perusahaan mendapatkan kredit, dengan bunga yang lebih baik pula.
Di Indonesia, seseorang bisa mengetahui reputasi kreditnya melalui SLIK Otoritas Jasa Keuangan. Di SLIK ini, ada informasi detail terkait sejarah pembiayaan dari berbagai lembaga, mulai dari bank, BPR, hingga berbagai lembaga jasa keuangan lain.
Bagaimana skor kredit ini dinilai?
Ada berbagai faktor. Tapi yang paling umum adalah terkait tunggakan atau telat bayar. OJK sendiri membaginya ke dalam apa yang disebut Kolektibilitas. Dari tingkat 1 (kredit lancar), hingga Kolektibilitas 5 (kredit macet, debitur menunggak/ telat bayar lebih dari 180 hari).
Dari sana, sebuah institusi keuangan akan menentukan calon debitur ini layak diberi pinjaman atau tidak. Dan tentu saja, kalau seseorang belajar omongan dari Buffett tentang reputasi di dunia keuangan, maka dia akan lebih berhati-hati dalam bertindak.
Pentingnya Membangun Reputasi
Perkara reputasi juga dibahas dalam kelas edukasi finansial bertajuk “Financial Resolutions: Build a Better Financial Reputation”.
Di kelas yang diadakan oleh Jenius, pionir perbankan digital dari SMBC Indonesia, Ully Safitri, Certified Financial Planner, CHRP, Consultant dari OneShildt Financial Independence menyampaikan bahwa setiap orang memiliki tujuan finansial yang berbeda, mulai dari pendidikan, renovasi rumah, rencana memulai usaha, bahkan persiapan keadaan darurat.
“Salah satu alat yang dapat membantu akselerasi pencapaian tujuan ini adalah pinjaman pribadi, dengan catatan penting untuk meminjam sesuai kapasitas dan membayar tepat waktu guna membangun reputasi keuangan yang baik,” kata Ully.
Menurut Ully, reputasi keuangan ini mencerminkan kepercayaan lembaga keuangan terhadap kemampuan seseorang dalam mengelola utang dan kewajiban finansial. Reputasi yang baik akan membuka akses terhadap pinjaman dengan penawaran yang lebih menguntungkan, seperti bunga rendah, dan peluang finansial yang lebih besar.
Untuk membangun reputasi ini, penting untuk selalu membayar tagihan tepat waktu, menggunakan kredit dengan bijak, serta meminjam sesuai kebutuhan. Setiap individu juga harus cermat dalam memilih pinjaman pribadi, memastikan bahwa platform yang mereka pilih berlisensi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta memahami manfaat dan risiko untuk menemukan produk yang sesuai kebutuhan.
Sebagai institusi keuangan untuk masyarakat digital savvy, Jenius memahami bahwa kredit adalah salah satu alat yang penting untuk mengakselerasi hidup dan mencapai tujuan, oleh karena itu Jenius terus berinovasi dengan menghadirkan solusi finansial yang membantu dan memudahkan kehidupan pengguna.
Sebagai pionir perbankan digital, Jenius sudah menghadirkan beragami produk kredit yang memudahkan pengguna, mulai dari Jenius Paylater, Flexi Cash, dan Kartu Kredit Jenius. Sekarang Jenius memperkenalkan inovasi terbaru, Creditbility.
Apa itu Creditbility?
Creditbility bisa membuat pengguna mengetahui nilai kelayakan kredit mereka. Lalu, Creditbility bisa jadi alat praktis untuk mengajukan sekaligus mengelola tiga produk kredit Jenius dengan lebih mudah dan terintegrasi.
“Melalui Creditbility, Jenius memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berkesempatan mendapatkan ketiga produk kredit di Jenius, seperti Jenius Paylater, Flexi Cash, dan Kartu Kredit Jenius, sekaligus melalui satu kali pengajuan. Tidak hanya itu, pengguna juga dapat mengelola produk kredit dengan lebih praktis dan aman dalam satu aplikasi, dengan fleksibilitas alokasi limit kredit yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan,” ujar Febri Rusli, Digital Banking Product & Innovation Head SMBC Indonesia.
Kemudahan Alokasi & Pengelolaan Kredit
Sejak awal kemunculannya, Jenius dikenal sebagai bank digital yang mempelopori kemudahan alokasi dan pengelolaan dana. Kemudahan ini juga diterapkan dalam Creditbility.
Fitur ini tidak hanya memberi kemudahan mendapatkan produk pinjaman di Jenius dalam satu langkah pengajuan, tapi juga bisa menyimpan limit kredit yang tidak digunakan. Hal ini membuat pengguna bisa mengatur kredit dengan lebih bijak sekaligus membuat penggunaan kredit jadi lebih aman. Dengan fitur ini, Jenius memberikan opsi fleksibilitas sekaligus membantu pengguna membangun reputasi keuangan yang lebih baik.
Creditbility akan menyimpan limit kredit pengguna yang belum terpakai secara otomatis dan berkala, sehingga limit kredit yang belum dialokasikan akan terhindar dari penggunaan yang tidak terkontrol. Limit kredit yang tersimpan di Creditbility dapat dialokasikan kembali kapan pun dibutuhkan.
Setiap pengguna akan mendapatkan produk kredit dan total nilai kelayakan yang sesuai dengan profil keuangan dan riwayat kredit mereka, sehingga mereka bisa mengelola kredit sesuai dengan kemampuan.
Tak hanya itu, Creditbility juga bisa dijadikan sebagai tolok ukur kelayakan kredit agar pengguna bisa mengetahui dan meningkatkan nilai kredit yang mereka miliki. Dengan menggunakan Creditbility, pengguna dapat mengetahui secara real-time nilai kelayakan kredit mereka, sekaligus membantu membuat perencanaan kredit. Dengan begitu, pengguna dapat menggunakannya sebagai alat untuk akselerasi pencapaian impian mereka, baik itu dalam hal investasi, pendidikan, maupun tujuan finansial lainnya.
Menurut Febri, fitur-fitur dan inovasi yang dihadirkan oleh Jenius adalah langkah nyata dalam mendukung visi SMBC Indonesia untuk menghadirkan solusi keuangan yang inovatif sekaligus tetap relevan bagi para penggunanya.
“Jenius berharap dapat membantu pengguna dalam menyusun serta mencapai resolusi keuangan mereka pada tahun 2025 untuk membangun reputasi keuangan yang lebih baik,” tutup Febri.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis