Menuju konten utama

Aturan Perundungan PPDS, IDI Minta Definisi Bullying Diperjelas

Definisi yang jelas, menurut IDI, juga agar menghindari subjektivitas dari pihak yang berkonflik.

Aturan Perundungan PPDS, IDI Minta Definisi Bullying Diperjelas
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi (kiri) didampingi Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI Djoko Widyarto JS (kanan) mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (4/4/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.

tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi meminta agar definisi ‘bullying’ atau perundungan dalam Instruksi Menteri Kesehatan terbaru diperjelas.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menerbitkan Instruksi Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kemenkes.

Adib tidak ingin karena definisi tidak jelas, maka aspek-aspek yang sebetulnya bagian dari pendidikan justru terganggu.

“Yang perlu ditegaskan, pada saat kita berbicara bullying dalam pendidikan, maka yang harus dipertegas adalah definisi bullying itu sendiri. Jangan sampai menimbulkan sebuah keresahan bagi kami, kebetulan saya juga dosen,” kata Adib dalam keterangan pers daring yang diikuti reporter Tirto, Selasa (25/7/2023).

Definisi yang jelas, kata Adib, juga agar menghindari subjektivitas dari pihak yang berkonflik.

“Kalau kita tidak jelas dan tegas mendefinisikan bullying, maka aspek-aspek pendidikan yang dilakukan, karena para dosen dan kami juga akan melakukan suatu proses pendidikan. Yang itu dalam tanda petik karena definisi tidak jelas, nanti sedikit-sedikit akan diartikan sebagai bullying,” ujar Adib.

Adib sendiri menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak mendukung perilaku perundungan atau kekerasan dalam lingkup pendidikan dokter spesialis. Pihaknya bahkan membuat satuan tugas khusus yang mengadvokasi laporan perundungan.

“Karena ini juga akan berimplikasi pada aspek hukum, berimplikasi pada aspek pendidikan jika kita punya batasan yang tegas terkait dengan definisi bullying,” ujar Adib.

Di sisi lain, Adib berharap ada aturan perlindungan dari perundungan juga bagi tenaga kesehatan dan medis. Ia mengungkap bahwa perundungan bisa dialami siapapun bahkan dalam aspek pelayanan.

“Akan lebih baik kalau kemudian regulasi itu semakin diperluas dalam konteks juga melindungi teman-teman tenaga medis dan nakes dari hal-hal yang bisa terjadi termasuk kekerasan maupun bullying,” sambungnya.

Senada, Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI Carolina Kuntardjo menyatakan bahwa juga perlu ada aturan tegas yang mengatur perundungan bagi tenaga kesehatan dan medis.

“Kalau bisa tidak hanya bullying di pendidikan tapi di tenaga kesehatan dan medis kalau ada secara khusus di atur tentu saya sayang mengapresiasi,” kata Carolina dalam kesempatan yang sama.

Ia menyatakan bahwa perundungan dalam bentuk kekerasan fisik atau seksual sudah termasuk dalam tindakan hukum, sehingga lebih jelas terlihat. Namun, perundungan secara verbal perlu dibuatkan definisi lebih jelas agar tidak mengganggu sistem pendidikan.

”Jangan sampai batasan bullying verbal ini tidak jelas malah menghalangi sistem pendidikan yang ada,” ujarnya.

Ia berharap kasus perundungan bisa diselesaikan tidak berakhir dengan langkah hukum. Sehingga perlu dibedakan dengan jelas antara tanggung jawab tugas pendidikan dan perundangan.

“Supaya langkah hukum menjadi langkah terakhir,” tutur Carolina.

Baca juga artikel terkait PERUNDUNGAN DOKTER RESIDEN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri