tirto.id - Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Surabaya, Jawa Timur, kembali diteror. Kali ini asrama itu dikirimi dua karung berisi ular, Senin (9/9/2019) pukul 04.19 dinihari. Ular itu sampai ke halaman asrama.
Ketua Biro Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Yohanes Giyai, mengatakan kepada repoter Tirto satu karung yang biasa dipakai untuk beras berisi "ular piton yang beratnya kira-kira 15 kilogram" dan satu karung lagi, terbuat dari kain, berisi tiga ular "yang lebih agresif."
"Ular yang piton setelah dilempar tidak keluar karung. Sekarang kami kandangi. Tiga lagi setelah dilempar langsung keluar karung. Agresif. Tidak bisa kami tangkap," katanya.
"Sekarang kami masih jaga-jaga karena khawatir ular yang kabur menyerang. Agresif," tambahnya.
Saat pelemparan terjadi, Giyai sedang tidur. Dia bangun karena kawannya yang belum tidur teriak "ular, ular, ular" dan membangunkan seluruh penghuni asrama.
Berdasarkan keterangan mahasiswa Papua yang melihat langsung pelemparan, sepenuturan Giyai, pelaku berjumlah empat orang. Mereka naik motor matic. "Dua motor. Dua orang standby. Dua orang turun melempar karung."
Kejadian terjadi sangat cepat. Saksi mata tidak sempat merekamnya. Apalagi, kata Giyai, "kondisi masih gelap."
Beberapa saat setelah pelemparan, para mahasiswa keluar asrama lalu mengejar "intel" yang menurut Giyai sudah berhari-hari mengawasi mereka dari "pos depan yang lokasinya kira-kira 20 meter dari asrama." "Intel" ini kabur tapi menjatuhkan "teropong" yang biasa dipakai untuk memantau aktivitas mahasiswa dari jauh.
"Memang sejak kejadian pengepungan itu [16 Agustus] biasanya kami diawasi. Intel," akunya.
Ini adalah intimidasi ketiga setelah tanggal 16 Agustus, saat mereka dituduh merusak bendera merah putih tapi tidak terbukti dan dikepung aparat dan ormas. Saat itu mereka diperlakukan rasis. Diteriaki makian binatang.
Pengepungan ini lantas memicu aksi protes besar-besaran di Papua berminggu-minggu.
Sebelumya mereka sempat dilempari cat. Lalu poster yang mereka bikin, bertuliskan "Referendum is Solution", dicopot. Semuanya oleh orang tidak dikenal.
Tapi mereka enggan lapor ke polisi. "Yang sudah-sudah, tidak diusut. Jadi buat apa?" kata Giyai.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih