tirto.id - Seekor kucing gemuk tiduran di pinggir jalan ketika hari sudah mulai gelap. Pemiliknya yang laki-laki berusaha merayunya untuk segera masuk rumah. Namun, kucing itu tak peduli. Dia tetap tiduran, bahkan seakan "menantang" si pemilik dengan terus menggulirkan tubuhnya yang gembul di atas beton penutup selokan.
"Konfrontasi" itu direkam oleh istri pria tersebut yang berdiri kira-kira 20 meter dari tempat kejadian perkara. Melihat suaminya kewalahan menghadapi sang kucing, wanita itu tak tinggal diam. Ia sigap meraih sapu lidi lalu berjalan mendekati kucing tersebut. Wanita itu mengomeli kucing sambil "menyapu" tubuhnya dengan sapu. Barulah kucing itu mau masuk ke dalam rumah.
Kucing memang bukan hewan piaraan biasa. Tak jarang pemilik kucing atau cat owner justru tidak disebut sebagai majikan melainkan babu karena, ya, pada dasarnya begitulah relasi kuasa yang terjadi antara mereka. Tak seperti anjing yang mau disuruh-suruh dan setia, kucing lebih sering bersikap seenaknya. Setelah diberi makan, mereka bisa kabur entah ke mana, bahkan berhari-hari tidak pulang. Manusia justru menjadi babu karena, mau tidak mau, mesti menuruti idiosinkrasi piaraannya itu lantaran sudah kadung jatuh hati.
Sebenarnya, tidak perlu menjadi cat owner atau bahkan cat lover untuk tahu betapa anehnya tingkah polah kucing. Internet telah menjadi sarang bagi video-video keabsurdan kucing sejak lama. Bahkan, boleh dikatakan, kucing adalah hewan favorit warganet; dan kita tidak cuma bicara soal konteks Indonesia, melainkan global. Sejak era 9Gag (bahkan sebelum itu) sampai sekarang, kucing senantiasa jadi pusat perhatian.
Dari segala pengamatan terhadap kucing, muncul sebuah konsensus bahwa kucing berbulu oranye, yang secara kolokial di Indonesia disebut sebagai kucing oren, adalah kucing dengan kelakuan paling aneh. Tak hanya lebih agresif dibanding kucing lain sehingga tak jarang dijuluki kucing preman, kucing oren juga cenderung menyukai aktivitas berisiko yang bisa berujung pada kematian.
Meski demikian, ada pula sisi yang agak kontradiktif dengan citra preman tersebut. Ternyata, ketika berinteraksi dengan manusia, kucing oren justru dianggap lebih bersahabat. Akan tetapi, temuan tersebut mengandung bias konfirmasi lantaran hasil survei didapat dari para pemilik kucing.
Terlepas dari semua itu, kucing oren adalah kucing spesial. Selain soal perilaku dan kecenderungan dalam bertindak, satu hal lain yang membuat kucing oren menjadi lain daripada yang lain adalah asal-usulnya.
Mayoritas kucing oren berkelamin jantan dan ini aneh. Mengapa? Well, sebenarnya warna bulu oranye tidak cuma ditemukan pada kucing. Mamalia lain, mulai dari harimau, orangutan, bahkan manusia yang berambut merah, bisa dibilang "berbulu oranye". Akan tetapi, pada mamalia-mamalia tersebut, warna bulu oranye tidak didominasi oleh jenis kelamin tertentu seperti pada kucing.
Kelahiran Si Oren
Belum lama ini, sekelompok peneliti Stanford University berhasil menjawab misteri di balik spesialnya kucing oren. Mereka menemukan bahwa warna oranye pada kucing ternyata berasal dari mutasi unik di kromosom X, tepatnya melalui penghapusan 5.076 pasangan basa pada gen Arhgap36. Akibatnya, gen yang sejatinya tidak aktif di sel-sel kulit berpigmen justru "menyala" dengan cara yang "keliru" dalam sel melanosit, yakni sel penghasil pigmen pada bulu dan kulit.
Imbasnya, terjadi gangguan pada sistem sinyal cAMP/PKA, yaitu jalur molekuler yang mengatur apakah melanosit akan memproduksi eumelanin (pigmen gelap seperti hitam atau cokelat) atau pheomelanin (pigmen cerah kekuningan seperti jingga). Ketika Arhgap36 aktif di tempat yang tidak seharusnya, produksi eumelanin menurun dan tubuh beralih menghasilkan pheomelanin. Itulah yang membuat bulu kucing menjadi oranye.
Mutasi tersebut hanya terjadi pada kromosom X. Oleh karena itu, seekor kucing jantan (yang hanya punya satu kromosom X) akan berwarna oranye sepenuhnya apabila ia membawa mutasi tersebut. Sedangkan pada kucing betina, yang punya dua kromosom X, warna oranye hanya aktif sebagian, tergantung kromosom X mana yang aktif. Fenomena ini pula yang kemudian melahirkan pola khas tortoiseshell atau calico, di mana warna hitam, putih, dan oranye bercampur secara acak di seluruh tubuh.
Penelitian itu dipimpin oleh Christopher Kaelin yang menghabiskan waktu lebih dari satu dekade untuk melakukan riset. Dia mengawalinya dengan mendatangi berbagai pameran kucing yang dihadirinya lalu meminta izin kepada para pemilik untuk mengambil sampel DNA kucing mereka. Data-data itu lalu dibandingkan dengan arsip genom kucing domestik yang baru tersedia lengkap dalam 5-10 tahun terakhir.
Dari perbandingan tersebut, Kaelin dan timnya menemukan sesuatu di kromosom X yang memang sudah lama dicurigai sebagai penyebab kucing bisa menjadi kucing oren. Terdapat 51 variasi genetik yang muncul konsisten pada kucing oren jantan. Namun, ketika dibandingkan, 48 dari 51 variasi tadi ternyata ditemukan juga pada kucing non-oren. Akhirnya, Kaelin dan timnya hanya punya tiga kandidat.
Dari ketiga kandidat itu, satu hal yang terlihat menonjol adalah penghapusan DNA sepanjang 5.076 pasangan basa di gen Arhgap36 tadi. Yang lebih ajaib lagi, menurut temuan Kaelin dan timnya, mutasi ini hanya terjadi sekali dalam sejarah evolusi kucing domestik. Selanjutnya, hasil mutasi itu menyebar ke seluruh dunia melalui perkawinan dan domestikasi.
Lantas, kapan warna oranye pertama kali muncul pada kucing? Sebagai informasi, kucing sudah didomestikasi manusia setidaknya sejak 9.500 tahun lalu, terbukti dari ditemukannya kuburan manusia bersama kucing di Siprus. Ditengarai, sejak 11.000 tahun lalu manusia dari Asia Barat Daya sudah mulai berinteraksi dengan moyang dari kucing domestik yang ada saat ini.
Ternyata, butuh waktu cukup lama pula bagi kucing oren untuk benar-benar muncul. Menurut Kaelin, pola bulu calico barangkali baru ada pada abad ke-12, terbukti dari lukisan di Tiongkok yang menunjukkan kucing dengan bulu berwarna oranye, hitam, dan putih. Perlu dicamkan bahwa, bisa saja, apabila nantinya ditemukan bukti baru, klaim ini akan berubah.
Pertanyaan berikutnya: Apakah mutasi genetik tersebut berpengaruh pada perilaku kucing oren yang absurd?
Menurut Kaelin, sih, tidak. Atau, setidaknya, menurut dia klaim itu perlu diteliti lagi. "Saya pikir kita tidak bisa serta merta menafikan kemungkinan bahwa ada perubahan ekspresi gen di jaringan tertentu yang belum kita uji, yang mungkin saja berpengaruh pada perilaku," ujarnya kepada Stanford Med.
Kemungkinan besar, menurut Kaelin, reputasi kucing oren sebagai makhluk kaotik lebih kepada jenis kelaminnya. Karena kebanyakan kucing oren adalah jantan, tidak mengherankan bila agresivitas dan tingkah polah menantang maut ikut menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Ini sebetulnya sejalan dengan berbagai studi yang disampaikan lewat artikel Psychology Today. Yang membuat kucing oren jadi agresif dan "nekat" bukan warna bulunya, melainkan ukuran tubuh serta jenis kelaminnya. Bahkan, penulis artikel tersebut, Karen Wu, seorang profesor psikologi dari California State University, Los Angeles, berani berhipotesis bahwa perilaku nekat itu pulalah yang membuat kucing oren jadi lebih bersahabat pada manusia.
Jika kucing biasa menganggap manusia sebagai ancaman, tidak demikian dengan kucing oren. Mereka cuek saja menghadapi manusia yang, menurut para kucing, adalah kucing raksasa dengan gerak tubuh yang aneh. So, mulai sekarang, tak perlu lagi heran melihat kelakuan kucing oren. Anggap saja kalian sedang menyaksikan bocah laki-laki kelebihan energi yang hobi mencoba hal-hal baru.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Masuk tirto.id







































