tirto.id - Umat Islam dianjurkan untuk mempelajari dan berdoa kepada Allah SWT dengan menyebut nama-nama-Nya yang indah atau Asmaul Husna.
Dalam Al-Quran, setidaknya terdapat 99 Asmaul Husna yang menggambarkan nama sekaligus sifat Allah SWT yang agung dan mulia.
Hal ini tergambar dalam surah Al-A'raf ayat 180 sebagai berikut:
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna [nama-nama yang terbaik], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan,” (Q.S. Al-A’raf [7]: 180).
Dengan mengetahui Asmaul Husna, seorang muslim dituntut untuk berakhlak baik dengan meniru sifat-sifat tersebut.
Sebab, penyempurnaan akhlak adalah salah satu tujuan penting diutusnya Islam di muka bumi ini, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak," (H.R. Baihaqi).
Dalam hadis lain, beliau bersabda:
“Berakhlaklah kamu sekalian dengan akhlak Allah."
Untuk dapat meneladani sifat Allah SWT yang mulia, maka seorang muslim harus mempelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh Asmaul Husna ini.
Tidak hanya itu, bagi yang mengetahui dan menerapkannya, maka Allah SWT akan memberikan balasan surga dan menjauhkannya dari neraka, sebagaimana sabda Nabi Muhammad:
"Allah SWT memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menjaga dan menghafalkannya akan masuk surga," (H.R. Muslim).
Di antara 99 Asmaul Husna tersebut, terdapat dua nama mulia yang patut dipelajari dan diimani umat Islam, yaitu Al-Hadi (Yang Maha Pemberi Petunjuk) dan Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana).
Berikut ini penjelasan mengenai dua Asmaul Husna tersebut sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak (2016) yang ditulis Muhammad Reza Azizi.
Makna Al-Hadi (Yang Maha Pemberi Petunjuk) dan Keteladanannya
Al-Hadi maknanya adalah penunjuk jalan kebenaran. Artinya, Allah SWT adalah zat yang menganugerahkan hidayah atau petunjuk kepada manusia sesuai kebutuhan hamba-Nya.
Allah sebagai Al-Hadi menurunkan ajaran Islam sebagai petunjuk dan hidayah tertinggi.
Sebab, akal dan panca indera manusia memiliki keterbatasan untuk menyerap pengetahuan Allah. Tidak semua kebijaksanaan dapat diperoleh melalui logika dan rasio belaka.
Oleh karena itu, manusia membutuhkan agama Islam untuk menelaah bidang yang tak bisa dijangkau akal itu. Dengan beriman dan beribadah kepada Allah SWT, maka manusia telah meniti jalan hidayah yang benar.
Setelah memperoleh ilmu dan ajaran Islam, seorang muslim dituntut untuk mengajarkan petunjuk itu kepada orang lain dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih.
Hal ini tertuang dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 104 sebagai berikut:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung,” (QS Ali Imran [3]: 104).
Dalam konteks penerapan sehari-hari, ketika seorang mengimani bahwa Allah adalah Maha Pemberi Petunjuk, maka Dia mensyariatkan hambanya untuk berdoa, meminta arahan Allah melalui salat hajat dan istikharah ketika menemui kebuntuan dalam hidup.
Makna Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) dan Keteladanannya
Al-Hakim artinya zat yang Maha Bijaksana, yang memiliki pengetahuan tertinggi, dan paling tepat dalam setiap tindakannya. Sebagian kebijaksanaan itu dikaruniakan juga kepada hamba-Nya, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 269:
“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah [kebijaksanaan] itu, maka benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak,” (QS. Al-Baqarah [2]: 269).
Mengimani nama Allah Al-Hakim mengharuskan seorang muslim untuk terus menuntut ilmu agar tidak bertindak gegabah. Setiap tindakannya mesti berlandaskan pada ilmu, baik itu pengetahuan duniawi maupun ilmu agama.
Jika sudah memiliki dasar bidang masing-masing, seorang muslim juga dituntut untuk mendalami spesifikasi tertentu untuk mengasah profesionalitasnya.
Dengan itu, kebijaksanaan (hikmah) akan tercapai karena sudah teruji secara mumpuni dan tidak dilakukan dengan coba-coba lagi.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno