Menuju konten utama
Edukasi Kesehatan

Apa Itu XBB Subvarian COVID, Seberapa Bahaya & Penjelasan Ahli

Penjelasan ahli soal XBB subvarian COVID-19 yang terdeteksi pertama kali di Singapura dan seberapa bahaya dibanding varian sebelumnya.

Apa Itu XBB Subvarian COVID, Seberapa Bahaya & Penjelasan Ahli
Ilustrasi virus corona. FOTO/iStockphoto

tirto.id - XBB, sub-varian Omicron baru, telah mendorong lonjakan secara signifikan dalam kasus COVID-19 di Singapura.

Menurut data dari Kementerian Kesehatan Singapura (MOH), negara kepulauan di Asia Tenggara itu melaporkan rata-rata 7.716 kasus lokal per hari dalam seminggu terakhir, dibandingkan dengan rata-rata harian 2.000 kasus pada bulan lalu.

Laporan dari media lokal Singapura menyebutkan, jumlah kasus baru mencatat rekor 11.732 pada 14 Oktober, jumlah tertinggi baru-baru ini dan jumlahnya lebih dari dua kali lipat dibanding hari sebelumnya.

Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung, seperti dikutip situs China Global Television Network (CGTN), Senin (17/10/2022), memperkirakan beban kasus akan terus meningkat menjadi rata-rata 15.000 kasus per hari, dan bahkan dapat mencapai 20.000 atau 25.000 pada beberapa hari ke depan dan infeksi kemungkinan akan mencapai puncaknya pada pertengahan November.

"Ini kemungkinan akan menjadi gelombang pendek dan tajam. itu sangat mungkin karena ketahanan yang dibangun melalui vaksinasi dan gelombang infeksi sebelumnya," ujar Ong.

Jadi apa itu XBB dan seberapa berbahayakah strain baru itu?

Apa Itu XBB dan Di Mana Terdeteksi?

XBB adalah sub-varian Omicron baru, yang berasal dari strain BA.2.10. Selain Singapura, virus ini juga telah terdeteksi di negara-negara seperti Australia, Bangladesh, Denmark, India, Jepang.

Bahkan di AS juga sudah terdeteksi sejak Agustus 2022, demikian diwartakan Channel News Asia.

Menkes Ong mengatakan, tampaknya virus ini lebih menular, karena XBB menunjukkan karakteristik yang mendominasi semua sub-varian lainnya.

"Ini telah terdeteksi di banyak bagian dunia tetapi di Singapura meningkat sangat cepat, dalam waktu tiga minggu dari nol, sekarang lebih dari setengah dari semua kasus harian," kata Ong

Meski demikian, tidak ada bukti XBB menyebabkan penyakit yang lebih parah. Sejauh ini, sebagian besar pasien di Singapura terus melaporkan gejala ringan, seperti sakit tenggorokan atau demam ringan, terutama jika mereka telah divaksinasi.

Penjelasan Ahli Soal Subvarian COVID XBB BA.2.10

Dr Leong Hoe Nam, spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena Singapura, dalam wawancara dengan Channel News Asia mengatakan, sub-varian XBB lebih menular tetapi tidak ada kasus parah yang terkait dengannya sejauh ini.

Jadi meski XBB lebih menular, tapi tidak ada kematian atau kasus parah yang terdeteksi. Menurutnya, skema vaksinas baik tiga suntikan mRNA lengkap atau empat dosis Sinovac masih sangat efektif untuk mencegah penyakit parah karena XBB.

Dia menambahkan bahwa mereka yang tidak divaksinasi akan lebih berisiko tertular XBB.

Sementara itu Associate Professor sekaligus Direktur Layanan Medis Singapura Kenneth Mak mengatakan, sub-varian XBB mungkin kurang ganas daripada gelombang virus sebelumnya.

Sampel uji sub-varian XBB telah dilakukan sebulan yang lalu yang diambil dari pasien Covid-19 di unit perawatan intensif atau yang membutuhkan suplemen oksigen, tidak menunjukkan tanda-tanda jenis baru.

Namun, hanya waktu yang akan menentukan apakah orang-orang ini telah dites positif untuk sub-varian baru, dengan ada jeda waktu antara mengembangkan gejala parah dan urutan untuk mengkonfirmasi jenis Covid-19.

"Jika kita dapat memiliki varian yang mengungguli semua varian lain tetapi, pada kenyataannya, berkontribusi pada infeksi yang kurang parah, itu akan menjadi beban yang lebih ringan pada sumber daya rumah sakit kita," kata Mak.

Sub-varian XBB menyumbang 54 persen dari kasus lokal selama minggu 3-9 Oktober.

Ini merupakan peningkatan dari minggu sebelumnya, ketika kasus XBB mencapai 22 persen dari kasus Covid-19 lokal, demikian seperti dilansir Strait Times.

Data dari Depkes Singapura menunjukkan bahwa dalam dua minggu terakhir, kasus XBB diperkirakan memiliki risiko rawat inap 30 persen lebih rendah dibandingkan dengan kasus varian BA.5 yang dominan sebelumnya, yang diperkirakan mencapai 21 persen dari kasus lokal.

Kementerian mengatakan akan terus memantau situasi, meskipun jumlah kasus parah telah rendah, dengan mayoritas pasien melaporkan gejala ringan seperti sakit tenggorokan atau demam ringan, terutama jika mereka telah divaksinasi.

Berdasarkan laporan Worldometers hari ini, Senin (17/10/2022), jumlah kasus Corona di dunia telah mencapai 629.990.923 kasus positif COVID-19.

Dari jumlah itu, 6.571.606 orang dinyatakan meninggal dunia, dan peningkatan kasus sembuh menjadi 609.148.649 pasien, serta tersisa 14.270.668 kasus aktif.

Singapura menduduki urutan ke-46 di dunia untuk kasus Corona terbanyak, dengan mengonfirmasi total 2.012.065 kasus positif, 1.644 kasus meninggal, 1.914.596 kasus sembuh, dan tersisa 95.825 kasus aktif.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Iswara N Raditya