tirto.id - International Standard Book Number (ISBN) merupakan nomor identitas yang dipakai dalam penerbitan buku di Indonesia. Belakangan ini dunia penerbitan dalam negeri diduga sedang mengalami krisis ISBN.
Peristiwa krisis ISBN ini kurang familiar di kalangan masyarakat dan merupakan kasus istimewa. Lantas, apa itu krisis ISBN dan benarkah terjadi di Indonesia?
Isu terkait krisis ISBN di Indonesia baru-baru ini mencuat di media sosial X (dulu Twitter). Banyak warganet mengeluhkan banyaknya buku-buku yang dinilai tak layak terbit sebagai buku cetak, namun memiliki ISBN.
Sebagian warganet menyalahkan cetakan buku fanfict (fan-fiction), produk web novel, hingga buku-buku terbitan pribadi (self publish) sebagai penyebab krisis ISBN. Mereka menuduh bahwa penerbitan buku-buku semacam ini seharusnya tidak perlu mendapat ISBN.
"Banyak nomor ISBN yang terpakai sia-sia karena buku novel ga jelas gini. Mana pas cetak banyak yang ga kejual. Akhirnya jadi dead stock, terus ya tetap diretur ke penerbit buat dimusnahkan," tulis salah seorang warganet pengguna akun @Tofuteluur yang utasnya terkait ISBN viral di X, Rabu (29/11/2023).
Ada juga warganet yang menyalahkan kebijakan pada institusi pendidikan. Hal ini karena ada banyak institusi yang mewajibkan pengajar dan mahasiswa menerbitkan penelitian ber-ISBN sebagai syarat kelulusan atau naik pangkat.
"Krisis ISBN ini juga konon dipengaruhi oleh terbitan-terbitan para dosen/akademisi yang banyak tapi nggak jelas juga kemudian nasibnya," tulis pengguna akun X @Meutiafaradilla yang juga viral.
Tentu perdebatan soal krisis ISBN ini menuai sorotan publik. Faktanya banyak orang yang khawatir bagaimana dampak dari krisis ISBN ini untuk kualitas buku-buku di Indonesia di masa depan.
Krisis ISBN di Indonesia Benar Terjadi
Menurut lembaga penerbitan Universitas Sebelas Maret, UNS Press, krisis ISBN di Indonesia benar-benar terjadi. Krisis ISBN di Indonesia diperkirakan sebagai imbas dari penerbitan masif yang terjadi selama pandemi COVID-19 2020 dan 2021 lalu.
ISBN sendiri adalah 13 digit nomor unik yang diterbitkan oleh lembaga internasional bernama Badan Internasional ISBN yang berbasis di London. Nomor ISBN ini disalurkan kepada negara-negara di dunia, termasuk Indonesia secara rutin dalam jangka waktu tertentu.
Krisis ISBN adalah kondisi ketika nomor ISBN suatu negara yang jumlahnya terbatas berkurang secara drastis. Jumlah nomor ISBN dalam negeri bisa berkurang secara drastis disebabkan oleh tingginya angka penerbitan buku ber-ISBN dalam waktu singkat.
Kondisi ini mengakibatkan buku-buku lain yang belum terbit kesulitan memperoleh ISBN sehingga ditunda penerbitannya atau bahkan batal terbit.
UNS Press mencatat bahwa krisis ISBN di dalam negeri bermula dari teguran Badan Internasional ISBN London kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Perpusnas adalah satu-satunya lembaga dalam negeri yang berhak menyalurkan ISBN di perusahaan penerbit Indonesia.
Teguran itu disampaikan karena Badan ISBN London menemukan kasus jumlah penerbitan buku yang tidak wajar di Indonesia. Pihak London mengklaim selama 2020 hingga 2021 Indonesia telah menerbitkan sebanyak 208,191 buku ber-ISBN.
Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia dalam waktu empat tahun (2018 - 2021) sudah menerbitkan 623.000 judul buku ber-ISBN. Angka terbitan itu jauh lebih tinggi jika diakumulasikan dengan jumlah terbitan hingga tahun 2023.
Dikutip dari data statistikPerpusnas, per 2023 sudah ada lebih 728.389 buku yang diterbitkan dengan ISBN. Jumlah terbitan tersebut sangat banyak, mengingat ketersediaan nomor ISBN dalam negeri terbatas.
Adapun jumlah nomor ISBN yang dialokasikan terakhir kali untuk Indonesia pada 2018 adalah 1 juta nomor. Artinya, saat ini hanya tersisa sekitar 270 ribu nomor ISBN di Indonesia.
Perlu diketahui bahwa pengalokasian sebanyak 1 juta nomor ISBN di negara-negara lain umumnya bisa digunakan hingga 10 tahun. Namun, di Indonesia pengalokasian sebanyak 1 juta nomor hampir habis dalam waktu enam tahun saja.
Jika diasumsikan Indonesia baru memperoleh ISBN lagi dalam jangka waktu 10 tahun atau pada 2027, maka buku-buku yang bisa diterbitkan dengan ISBN dalam 4 tahun ke depan hanya sekitar 270 ribu judul. Kondisi inilah yang kemudian disebut sebagai krisis ISBN.
Dampak Krisis ISBN di Indonesia
Kasus krisis ISBN di Indonesia ini termasuk kasus istimewa yang jarang terjadi di negara-negara lain. Kondisi ini menyebabkan sulit menemukan dampak dari krisis ISBN sampai peristiwa tersebut benar-benar terjadi.
Nomor ISBN digunakan untuk beberapa keperluan, termasuk pengendalian distribusi dan identifikasi buku terbitan. Menurut International Publishers, nomor ISBN mempermudah toko buku, pedangang grosir, distributor, perpustakaan, dan lembaga penerbitan melacak dan mengendalikan stok buku.
Di Indonesia sendiri, buku-buku ber-ISBN bisa tercatat dalam katalog buku nasional milik Perpusnas. Penggunaan ISBN tidak hanya pada buku, tetapi juga pamflet, terbitan braille, buku peta, film dan video edukatif, audiobooks, software edukatif, dan sebagainya.
Krisis ISBN tentu menyulitkan produk-produk tersebut untuk terbit dengan nomor ISBN. Namun, tanpa ISBN sekalipun buku-buku atau produk lainnya tetap bisa terbit dan dijual secara online maupun offline. Hal ini karena ISBN tidak memengaruhi legalitas buku untuk dijual.
Perbedaannya buku tanpa ISBN tidak bisa tercatat dalam sistem nasional. Kondisi ini berpengaruh dari segi pelacakan identitas dan pemasaran buku.
ISBN bersifat tidak bisa diturunkan atau dipindahkan. Satu ISBN hanya untuk satu judul buku. Jika suatu judul buku ber-ISBN dibuat jilid selanjutnya, mengganti cover, atau menerbitkan edisi revisi, buku tersebut harus kembali mengajukan ISBN.
Kondisi krisis ISBN tentu dapat memengaruhi proses penerbitan ulang buku tersebut. Buku-buku revisi kemungkinan harus menunggu waktu lebih lama untuk terbit dengan ISBN karena keterbatasan nomor.
Perlu diketahui bahwa sistem ISBN ini punya banyak kekurangan. Hal ini bahkan diakui oleh Direktur Eksekutif Badan Internasional ISBN, Stella Griffiths. Ia membenarkan bahwa ISBN sering disalahgunakan untuk produk-produk lain yang kurang relevan.
Contoh, ISBN digunakan untuk menerbitkan produk non buku seperti pakaian atau suvenir. ISBN juga sering hanya digunakan sebagai alat sensor di perpustakaan atau toko buku.
"Penerbit terkadang tidak menyadari bahwa ISBN sendiri hanyalah sebuah pengenal. Kecuali Anda memiliki metadata yang ditautkan ke sana, itu tidak memiliki arti sebenarnya," kata dia seperti yang dikutip dari International Publishers.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy