tirto.id - Greenwashing menjadi kampanye penuh kebohongan di tengah maraknya isu kerusakan lingkungan. Lantas, apa itu greenwashing dan apa saja contoh greenwashing di Indonesia?
Isu lingkungan memang ramai dibicarakan selama beberapa dekade terakhir, terutama terkait pemanasan global. Pemerintah Indonesia pun mengeluarkan berbagai kebijakan yang diklaim dapat melindungi lingkungan.
Contohnya penerapan kantong plastik berbayar yang diharapkan bisa mengurangi sampah plastik di Indonesia. Selain itu, plastik biodegradable juga semakin banyak diproduksi karena diyakini lebih ramah lingkungan.
Kebijakan lain yang juga akan diberlakukan pemerintah adalah pajak karbon sebagai salah satu wujud nyata penerapan ekonomi hijau. Meski belum diterapkan, pajak karbon diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan perubahan iklim dunia.
Tak hanya pemerintah, sejumlah perusahaan dan pelaku industri juga ramai-ramai melakukan kampanye ramah lingkungan melalui produk yang mereka hasilkan. Akan tetapi, tidak semua kampanye tersebut benar.
Kampanye inilah yang disebut sebagai greenwashing. Ironisnya, greenwashing kerap dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di berbagai bidang, mulai dari otomotif, makanan, minuman, hingga pakaian.
Apa Itu Greenwashing?
Greenwashing adalah praktik yang dilakukan oleh individu maupun kelompok (misalnya pemerintah, perusahaan, atau organisasi) yang memberikan kesan bahwa mereka peduli terhadap lingkungan. Caranya dengan menerapkan praktik yang ramah lingkungan, tapi tidak dilakukan secara signifikan.
Jadi, greenwashing dapat diartikan sebagai bentuk manipulasi pemasaran yang bertujuan menarik dan membuat konsumen percaya bahwa produk atau layanan yang mereka gunakan lebih ramah lingkungan, meskipun kenyataannya tidak demikian.
Istilah greenwashing dicetuskan oleh seorang mahasiswa sekaligus aktivis lingkungan bernama Jay Westerveld pada tahun 1986. Saat mengunjungi hotel di Fiji, ia melihat bahwa hotel tersebut meminta para tamu untuk me-reuse atau menggunakan kembali handuk dengan alasan demi menyelamatkan alam.
Akan tetapi, hotel tersebut tidak benar-benar peduli soal lingkungan. Sistem manajemen handuk itu dipandang sebagai kebijakan untuk mengurangi biaya operasional. Selain itu, hotel tersebut juga sedang melakukan tahap perluasan bangunan yang tentunya dapat merusak lingkungan sekitar.
Sejak saat itu, greenwashing menjadi istilah umum untuk berbagai praktik manipulatif serupa. Di era modern seperti sekarang, greenwashing masih terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk di Indonesia.
Greenwashing sendiri tak hanya menipu konsumen, tapi juga bisa berdampak negatif pada lingkungan hidup. Karena mengira produk yang digunakan lebih aman bagi lingkungan, konsumen akan terus membeli dan menggunakannya dalam jumlah yang lebih besar. Padahal, produk tersebut tidak benar-benar baik untuk lingkungan.
Bentuk Greenwashing yang Cukup Sering Terjadi
Greenwashing muncul dalam berbagai bentuk, tapi memiliki tujuan yang serupa, yaitu untuk menarik perhatian konsumen sekaligus meningkatkan citra positif perusahaan di mata masyarakat.
Jebakan greenwashing pun terbukti cukup efektif karena mayoritas konsumen tidak mau repot-repot mengecek latar belakang perusahaan atau produk yang mereka pakai. Berikut beberapa bentuk greenwashing yang cukup sering terjadi:
1. Label Menyesatkan
Tak sedikit perusahaan yang menggunakan kata-kata seperti "eco-friendly" "biodegradable", "sustainable", atau "100% organik" untuk menggambarkan produknya. Namun, klaim ini sering digunakan tanpa standar yang jelas sehingga dapat dengan mudah disalahartikan.2. Klaim Tanpa Bukti
Memberi label 'ramah lingkungan' juga dianggap greenwashing jika tidak disertai bukti nyata, misalnya sertifikat resmi dari badan yang kredibel. Contoh greenwashing lainnya adalah ketika sebuah perusahaan menyebut dirinya peduli lingkungan , tapi tidak ada aksi nyata yang benar-benar dijalankan.3. Membangun Citra Ramah Lingkungan dengan Simbol Tertentu
Banyak produk yang sengaja menggunakan simbol tertentu untuk menimbulkan kesan ramah lingkungan. Misalnya penggunaan warna hijau, gambar daun, pohon, atau simbol alam lainnya. Padahal, produk tersebut sebenarnya tidak memiliki manfaat terhadap lingkungan secara signifikan.4. Penyembunyian Informasi
Greenwashing juga meliputi penyembunyian informasi oleh sebuah perusahaan, baik itu proses produksi maupun bahan baku produk. Sebagai contoh, perusahaan membuat produk ramah lingkungan, tapi menyembunyikan fakta bahwa proses produksinya menghasilkan emisi karbon yang besar.5. Highlighting Satu Aspek Positif
Banyak perusahaan yang menyoroti satu elemen ramah lingkungan dari produk/layanan mereka sambil menutupi aspek lain yang sebenarnya merusak lingkungan. Misalnya, produk dengan kemasan daur ulang, tetapi isinya penuh dengan bahan kimia yang berpotensi merusak lingkungan.Contoh Greenwashing
Ada banyak contoh greenwashing yang dilakukan oleh sebuah perusahaan hingga pihak pemerintah. Indonesia pun tak luput dari praktik greenwashing yang seolah-olah peduli terhadap lingkungan, tapi sebenarnya tidak menimbulkan dampak positif yang signifikan.
Berikut beberapa contoh greenwashing yang juga ada di Indonesia:
1. Kebijakan Plastik Berbayar
Pemerintah telah lama menerapkan kebijakan plastik berbayar saat berbelanja ke minimarket dan supermarket. Sekilas, kebijakan ini memang terlihat positif karena bertujuan mengurangi konsumsi plastik.
Akan tetapi, kebijakan ini ternyata tidak memiliki dampak yang signifikan dan menjadi solusi semu. Alih-alih mengurangi penggunaan plastik, mayoritas konsumen justru tidak keberatan membayar sejumlah uang untuk membeli plastik.
2. Penggunaan Plastik ‘Ramah Lingkungan’
Plastik biodegradable kini makin marak karena diyakini lebih ramah lingkungan dan mudah terurai. Dikutip dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, plastik jenis ini justru bukan solusi yang tepat karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk terurai.
Menurut penelitian di Inggris, plastik biodegradable yang dibiarkan di alam selama tiga tahun ternyata tidak terurai dan masih utuh. Penelitian lain menyebutkan bahwa plastik jenis ini tidak mudah terurai di alam bebas, tapi hanya bisa hancur sempurna dalam kondisi lingkungan yang cukup ekstrem, misalnya bersuhu lebih dari 50°C.
3. Promosi Kendaraan Listrik
Contoh greenwashing di Indonesia adalah sosialisasi kendaraan listrik yang disebut-sebut dapat mengurangi emisi karbon. Pemerintah terus melakukan promosi dengan cara memberikan subsidi kendaraan listrik kepada masyarakat.
Sayangnya saat ini penggunaan kendaraan listrik ternyata tidak sepenuhnya ‘hijau’ karena energi listrik yang digunakan masih mengandalkan PLTU yang menggunakan bahan bakar fosil. Namun, hal ini bisa saja berubah jika Indonesia benar-benar menerapkan ekonomi hijau secara keseluruhan.
4. Fast Fashion dengan Klaim SustainableIlustrasi Menyetrika Baju. foto/istockphoto
Ada banyak merek fast fashion dari luar negeri yang juga masuk ke Indonesia. Fast fashion menjadi sorotan karena dianggap memiliki dampak mengerikan bagi lingkungan.Beberapa di antaranya pun mulai mengeluarkan produk dengan label sustainable atau pakaian yang diproduksi dengan cara yang mendukung keberlanjutan lingkungan. Namun, pakaian ramah lingkungan ini biasanya hanya diproduksi dalam skala kecil dibandingkan produk lainnya.
Salah satu merek fast fashion yang kepergok melakukan greenwashing adalah H&M. Dikutip dari laman Earth.org, H&M meluncurkan lini pakaian 'hijau' pada 2019, tapi hal itu dianggap sebagai taktik pemasaran belaka.
5. Kemasan Plastik Perusahaan F&B
Perusahaan-perusahaan besar seperti Coca Cola, Starbucks, dan Nestle termasuk contoh pelaku greenwashing. Nestle pernah menyatakan bahwa mereka ingin membuat produk dengan kemasan yang 100% dapat didaur ulang, tapi tidak ada target serta upaya nyata untuk mendukung hal tersebut.
Sementara itu, Coca Cola pernah mengatakan bahwa pihaknya telah mengatasi limbah kemasan produk mereka. Di tahun 2021, organisasi Earth Island Institute justru mengajukan gugatan terhadap Coca Cola yang mengklaim diri mereka ramah lingkungan, tapi malah jadi salah satu pencemar plastik terbesar di dunia.
Di tahun 2018, Starbucks pernah ikut mengampanyekan gerakan berkelanjutan dengan meluncurkan kemasan penutup tanpa sedotan. Akan tetapi, kemasan penutup ini justru mengandung plastik yang lebih tinggi ketimbang kemasan lama.
6. Manipulasi Uji Emisi Mobil
Salah satu contoh greenwashing di bidang otomotif adalah kasus perusahaan Volkswagen. Volkswagen mengklaim bahwa mobil-mobil mereka ramah lingkungan dan memiliki emisi rendah. Faktanya, perusahaan ini telah melakukan memanipulasi hasil uji emisi dengan menggunakan perangkat lunak khusus.
Ketika mobil sedang menjalani uji emisi di laboratorium, perangkat lunak tersebut secara otomatis dapat mengurangi tingkat emisi agar terlihat memenuhi standar lingkungan. Namun, saat digunakan di jalan raya, mobil tersebut justru menghasilkan emisi melewati batas yang diizinkan.
Sebagai konsumen, kita perlu lebih kritis terhadap klaim yang dibuat oleh perusahaan tentang produk mereka. Greenwashing adalah praktik yang merugikan, tidak hanya bagi konsumen yang merasa tertipu, tetapi juga bagi upaya global untuk melindungi lingkungan.
Editor: Erika Erilia & Yulaika Ramadhani