Menuju konten utama

Apa-Apa yang Terkuak dari Situs Purbakala Liyangan

Jika dilihat dari temuannya, peradaban yang terkubur di Liyangan diperkirakan tua ketimbang peradaban Tambora

Apa-Apa yang Terkuak dari Situs Purbakala Liyangan
Header Mozaik Situs Liyangan. tirto.id/Tino

tirto.id - Berada di kawasan Cincin Api Pasifik membuat Indonesia dilimpahi ratusan gunung api aktif. Cincin Api Pasifik adalah nama lain dari Ring of Fire yang merupakan jalur gunung api aktif.

“Jalur gunung api cincin Pasifik terbentuk di sepanjang lempeng Pasifik yang melingkar dari Amerika Selatan, Kanada, Jepang, Filipina, membuat simpul di Indonesia hingga ke Kepualuan Pasifik,” tulis Ahmad Arif dalam Ekspedisi Kompas, Hidup Mati di Negeri Cincin Api (2013, hlm. 36-37). Kondisi itu membuat Indonesia acap kali dilanda bencana berupa letusan gunung api.

Masih segar dalam ingatan bagaimana erupsi Gunung Merapi pada 2010 lalu. Letusan yang terjadi pada 26 Oktober 2010 itu membuat ratusan orang meninggal dunia termasuk Mbah Maridjan, yang dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Letusan juga meninggalkan kerusakan di beberapa desa yang berada di sekitar kaki Gunung Merapi. Erupsi lain kemudian juga terjadi di Gunung Sinabung yang beberapa kali mengalami erupsi sepanjang 2013 hingga 2021 lalu.

Erupsi Gunung Api yang Mengubur Peradaban

Erupsi gunung api memiliki banyak dampak. Selain menimbulkan korban jiwa dan meninggalkan jejak kerusakan, dampaknya dapat mengubur kehidupan dan juga peradaban yang ada di sekitarnya. Material-material yang dikeluarkan dari perut gunung selama erupsi, membuat pemukiman yang ada di sekitar gunung api terpendam timbunan material-material tersebut.

Di Indonesia, ada beberapa pemukiman atau desa-desa yang terpendam material letusan gunung api di masa lalu dan kemudian ditemui jejak-jejaknya. Letusan Gunung Tambora yang terjadi pada 10 April 1815 merupakan salah satunya.

Letusan dahsyat itu mengubur tiga peradaban kerajaan yang ada di sekitarnya. Tiga kerajaan itu adalah Kerajaan Tambora, Pekat, dan Sanggar.

“Letusan hebat Gunung Tambora pada tahun 1815 menyisakan bukti peradaban yang telah terkubur. Salah satu indikasinya adalah temuan tulang manusia yang masih menggunakan keris, beberapa artefak, dan juga sisa-sisa bangunan,” tulis arkeolog I Made Geria dalam Menyingkap Misteri Terkuburnya Peradaban Tambora (2015, hlm. 1).

Temuan serupa juga ditemukan di daerah Temanggung, dari satu situs yang dikenal dengan Situs Purbakala Liyangan. Situs ini berada di Kecamatan Ngadirejo yang berada di kaki Gunung Sindoro. Jika peradaban yang hilang di Tambora berasal dari abad ke-19, berbeda dengan yang ditemukan di Liyangan. Peradaban yang terkubur di Liyangan diperkirakan berasal dari masa yang lebih tua jika dilihat dari temuannya.

Seturut Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, situs yang juga disebut sebagai “kampung ritual” setidaknya telah dihuni sejak abad ke-2 Masehi. Itu jauh sebelum era Hindu-Buddha bergulir di Nusantara. Ia bertahan dan menyimpan bukti-bukti peradaban hingga masa kejayaan Mataram Kuno abad ke-9.

“Yang paling menonjol adalah temuan peninggalan yang digunakan untuk pemujaan dan terbuat dari batu seperti candi, petirtaan, batur, dan arca,” tulis arkeolog Sugeng Riyanto dalam Situs Liyangan dan Sejarahnya, Peradaban Adiluhung di Lereng Gunung (2020, hlm. 9).

Temuan seperti itu merupakan tinggalan dari masa Hindu. Secara umum, temuan-temuan di Situs Liyangan dapat dikategorikan dalam tiga jenis.

Infografik Mozaik Situs Liyangan

Infografik Mozaik Situs Liyangan. tirto.id/Tino

Pertama adalah artefak sisa hunian hingga perkakas domestik. Sejauh penelitian yang sudah ada, artefak macam ini bisa menunjukkan pola rumah panggung serta penggunaan kayu, bambu, dan ijuk sebagai bahannya.

Kedua adalah tinggalan tempat pemujaan dari dua era berbeda. Sisa-sisa candi, batur, dan petirtaan adalah bukti tinggalan dari era Hindu. Sementara itu, arkeolog menemukan pula sisa-sisa punden berundak yang diperkirakan berasal dari masa yang lebih tua. Sementara itu, jenis tinggalan ketiga adalah sisa-sisa area pertanian.

Terkuburnya Liyangan diduga berkaitan dengan erupsi Gunung Sindoro. Para peneliti menengarai erupsi yang mengubur Liyangan terjadi pada masa pemerintahan Rakai Watukura Dyah Balitung. Lebih rinci lagi, erupsi itu dikaitkan dengan informasi yang terekam dalam Prasasti Rukam (907 M).

Dalam Prasasti Rukam, ada salah satu bagian tulisan yang terkait dengan Liyangan dan letusan gunung. Bagian yang dimaksud adalah “wanua i rukam wanua wanua i dro saŋka yan hilaŋ deniŋ guntur” yang artinya “desa Rukam yang termasuk wilayah Kutagara atau Negeri Ageng, yang telah hancur oleh letusan gunung”, seperti dikutip Sugeng Riyanto dari buku Tiga Prasasti dari Masa Balitung karya Titi Surti Nastiti yang terbit pada 1982.

Riwayat dan Temuan dari Situs Liyangan

Keberadaan Situs Liyangan dimulai dari adanya laporan dari warga sekitar yang menemukan struktur berupa batu di halaman rumah salah seorang warga pada tahun 2000. Tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta segera menerjunkan tim untuk memeriksa laporan tersebut.

“Identifikasi dari tim menyebut bahwa struktur batu tersebut merupakan struktur yang dibangun dari balok-balok batu dan membentuk konstruksi yang cenderung memanjang. Belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai temuan tersebut, namun konstruksi seperti itu berkaitan dengan Mataram Kuna,” tulis Sugeng Riyanto dalam “Situs Liangan, Ragam Data, Kronologi, dan Aspek Keruangan” yang terbit dalam jurnal Berkala Arkeologi (Vol. 35, No. 1, 2015). Mataram Kuna sendiri merupakan salah satu kerajaan yang pernah eksis di Nusantara pada abad ke-IX hingga abad X M.

Sewindu kemudian, Balai Arkeologi Yogyakarta kembali menerima laporan mengenai beberapa temuan di sekitar Liyangan. Setahun kemudian Balar Yogyakarta mengirimkan tim untuk meninjau temuan tersebut.

“Dari hasil tinjauan tersebut, adanya potensi Liyangan sebagai situs yang kompleks dan penting berkaitan dengan peradaban Mataram Kuno sekitar abad IX – X M” dan menjadikannya sebagai lokasi penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta,” tambah Sugeng. Dua tahun kemudian, Situs Liyangan mulai diteliti lebih jauh oleh Balar Yogyakarta.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, Balar Yogyakarta banyak menemukan objek-objek temuan di Situs Liyangan. Ada banyak temuan Liyangan yang terbagi ke dalam beberapa jenis, seperti hunian, bangunan atau rumah tinggal, perkakas rumah tangga, pemujaan, dan pertanian. Ada juga beberapa temuan lain berupa bahan pangan, sisa tanaman, dan juga tengkorak manusia. Menurut Sugeng Riyanto, tengkorak manusia ini diperkirakan berasal dari masa yang sezaman dengan Liyangan.

Seturut pemberitaan Solopos.com, situs Liyangan telah mengalami beberapa tahap pemugaran dan mulai dibuka menjadi destinasi wisata sejarah sejak 2015.

Baca juga artikel terkait SITUS PURBAKALA atau tulisan lainnya dari Omar Mohtar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Omar Mohtar
Penulis: Omar Mohtar
Editor: Nuran Wibisono