tirto.id - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto menyatakan bahwa salah satu dampak fenomena El Nino yang perlu diwaspadai adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dapat terjadi dalam skala besar.
Ia menyampaikan bahwa BNPB bekerjasama dengan lintas sektor, tengah melakukan upaya pembahasan lahan gambut dengan menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
“Di situ lahan gambut, kita ketahui bersama jika terjadi kebakaran susah sekali dipadamkan. Maka kita gelar operasi pembasahan lahan gambut dengan TMC agar mendatangkan hujan,” kata Suharyanto dalam siaran FMB9, Senin (31/7/2023).
Ada enam provinsi prioritas karhutla berdasarkan Instruksi Presiden nomor 2 tahun 2020. Enam provinsi tersebut meliputi Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
”Kita juga waspada terkait kebakaran hutan dan lahan sebagaimana menjadi catatan kurang baik kita terjadi pada tahun 2015 dan 2019 yang kebakarannya terjadi sangat luas dan besar,” sambung Suharyanto.
Ia menegaskan upaya penanganan karhutla akan difokuskan pada penanganan lewat darat. Hal ini dilakukan dengan memadamkan titik-titik api berdasarkan laporan dan pantauan yang terjadi.
“Apabila operasi kebakaran hutan lahan membesar karena tidak bisa diatasi operasi darat. BNPB juga melakukan langkah terakhir dengan operasi udara melalui heli water bombing,” jelas Suharyanto.
Kendati demikian, Suharyanto berharap operasi menggunakan helikopter menjadi jalan terakhir yang diambil pihaknya.
“Helikopter ini sangat mahal, jadi setiap operasi penyiraman ini biayanya tidak sedikit sehingga ini cadangan terakhir apabila api terlampau besar,” tuturnya.
Di sisi lain, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Fachri Radjab menyampaikan bahwa fenomena El Nino bisa bertahan hingga akhir tahun 2023.
“Jadi kalau ditanya sampai kapannya? El Nino sendiri memang masih akan bertahan sampai dengan akhir tahun sampai Desember, tapi dampaknya seiring dengan datangnya musim penghujan dampaknya itu akan semakin berkurang karena di November sudah mulai ada hujan,” kata Fachri dalam kesempatan yang sama.
Ia menambahkan, bulan Oktober sudah mulai muncul hujan di sebagian wilayah Indonesia khususnya di Sumatera.
“Jadi mungkin kewaspadaan kita puncaknya adalah di Agustus, September ini, Oktober sebagian wilayah Indonesia sudah mulai ada hujan seperti di Sumatera itu ya sudah mulai hujan, tapi Bali, NTB, NTT, Jawa terutama Jawa bagian timur itu masih kemarau, kemarau,” ungkap Fachri.
Adapun jika sudah terjadi musim hujan, Fachri menyatakan bahwa penanganan yang diberlakukan akan menyesuaikan lagi sesuai kondisi.
“Dan nanti ceritanya beda lagi gitu kan kalau sudah masuk musim hujan antisipasi ataupun dampak yang akan terjadi pasti beda lagi,” tambahnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Reja Hidayat