tirto.id - Terpidana kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) Setya Novanto dikembalikan ke lembaga pemasyarakatan (lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (16/7/2019). Padahal, Novanto baru sekitar satu bulan dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur, Bogor, karena ketahuan pelesiran.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly berdalih Novanto dipulangkan ke Lapas Sukamiskin karena sudah bertobat dan membuat surat pernyataan tidak mengulangi pelanggarannya.
"Sudah betul-betul bertobat dan membuat surat pernyataan. Beliau dan istrinya sudah membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi kembali," kata Yasonna di Yogyakarta, Rabu (17/7/2019).
Menurut Yasonna, penilaian atas Novanto berdasarkan hasil evaluasi fisik maupun psikologis dari Kepala Rutan Gunung Sindur serta jajaran Kanwil Kumham Jawa Barat.
Dalam surat pernyataan yang dibuat, Novanto menyatakan siap ditempatkan di mana saja apabila di kemudian hari kembali lagi melakukan pelanggaran selaku narapidana.
"Kalau mengulangi kembali, [Setnov] bersedia ditempatkan di mana pun. Pokoknya dikatakan di mana pun," kata Yasona.
Alasan Tak Jelas
Namun, alasan Kemenkumham yang menyetujui pemindahan Novanto dianggap kurang kuat dan tidak masuk akal.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah khawatir Kemenkumham membuat penilaian yang prematur dan naif. Hanya berbekal surat pernyataan, kata dia, Novanto dianggap sudah tobat.
Wana mengatakan Kemenkumham mungkin lupa Novanto pernah menjadi Ketua DPR yang pernah bersumpah mengabdi "demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara."
Menurut Wana, Novanto sebagai pejabat negara tidak memberi contoh baik dengan melakukan korupsi. Ia mengatakan, jika pernyataan di bawah sumpah saja bisa dilanggar, apalagi cuma pernyataan tertulis.
"Dari beberapa pengalaman yang telah terjadi terkait Setya Novanto kita patut curiga terhadap dia," kata Wana kepada reporter Tirto, Kamis (18/7/2019).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju mengatakan, alasan pemindahan Novanto bisa saja karena alasan kesehatan, akses keluarga, atau peruntukan lapas yang memang untuk teroris, bukan koruptor.
Namun, kata dia, alasan yang dipakai Kemenkumham tidak jelas.
"Kenapa alasan sebenarnya pemindahan itu? Kalau berkelakuan baik, semua orang boleh dong dipindahkan ke tempat lain," kata Anggara kepada reporter Tirto.
Anggara mengatakan Kemenkumham juga lupa bahwa banyak kasus terjadi terkait pengawasan lapas atau kepala lapas. Ia berpendapat Novanto sebaiknya tetap berada di Gunung Sindur.
"Kalau sudah tobat di sana, kenapa perlu dipindah ke Sukamiskin?" ucapnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Gilang Ramadhan