tirto.id - Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, membuat pernyataan kontroversial terkait KPK. Ia mengatakan niatnya ingin menghapus operasi tangkap tangan (OTT) KPK jika terpilih menjadi ketua lembaga tersebut.
Pernyataan itu ia sampaikan di hadapan Komisi III DPR RI dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11/2024). Namun, apa alasan Johanis Tanak ingin hapus OTT KPK dan bagaimana respons perwakilan KPK terhadap pernyataan tersebut?
Uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK telah diselenggarakan oleh Komisi III DPR RI sejak Senin (18/11/2024). Uji kelayakan ini dihadiri oleh seluruh capim KPK 2024-2029.
Capim yang mengikuti uji kelayakan ada sebanyak 10 orang. Mereka sebelumnya sudah dinyatakan lolos seleksi wawancara dan tes kesehatan dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Oktober lalu.
Beberapa capim yang telah menjalani uji kelayakan pada Senin, adalah Fitroh Rohcahyanto, Poengky Indarti dan Setyo Budiyanto. Kemudian, yang mengalami uji kepatutan di hari Selasa, ada Johanis Tanak dan Idha Budhiati.
Alasan Johanis Tanak Ingin Hapus OTT KPK
Alasan Johanis Tanak ingin hapus OTT KPK ia sampaikan di uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK. Ia menilai bahwa OTT KPK tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup. Close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Tanak, yang langsung disambut tepuk tangan orang-orang di ruang Komisi III DPR RI.
Ia juga mengklaim bahwa pegawai KPK melakukan OTT karena sebatas mengikuti tradisi.
"Saya pribadi, tapi karena lebih mayoritas mengatakan itu menjadi tradisi, ya, apakah ini apakah ini tradisi bisa diterapkan saya juga enggak bisa menantang," kata dia.
Lebih lanjut, Tanak menyebut bahwa KPK seharusnya menjalankan ketentuan harus sesuai undang-undang, dan bukan berdasarkan logika.
"Seperti saya katakan kita itu menjalankan peraturan perundangan. Bukan berdasar logika," lanjut dia.
OTT merupakan salah satu strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. OTT dilakukan oleh KPK usai menjalani penyelidikan secara tertutup dan terstruktur.
Oktavianto dan Abheseka dalam Jurnal Antikorupsi Integritas (2019), menemukan bahwa OTT yang dilakukan KPK selama periode 2015 - 2018 efektif dan efisien dalam meringkus para koruptor. Sayangnya, OTT KPK sering kali mendapat kecaman dari berbagai kalangan.
OTT KPK juga terus berkurang beberapa tahun terakhir. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), di masa kepemimpinan mantan Ketua KPK terakhir, Firli Bahuri, OTT KPK terus menurun kurang dari 10 kali. Padahal, sebelumnya, OTT KPK bisa berlangsung hingga 20 kali dalam setahun.
ICW juga menilai bahwa OTT KPK menjadi salah satu kriteria publik dalam menilai kinerja KPK. Penghilangan OTT KPK tentu akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut dalam memberantas korupsi.
Respons Wakil Ketua KPK Soal Rencana OTT KPK Dihapus
Pernyataan Johanis Tanak soal menghapus kegiatan OTT KPK direspons oleh Wakil Ketua (Waka) KPK, Alexander Marwata. Alex mengatakan menolak soal gagasan pengapusan OTT KPK.
Terlebih, Alex menegaskan bahwa OTT KPK sudah diatur dalam undang-undang sehingga tidak bisa dihapuskan.
"Kalau tertangkap tangan kan gak mungkin dihapuskan. Karena itu diatur dalam undang-undang," kata Alex kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/11/2024).
Adapun aturan soal OTT KPK memang tidak tercantum pada KUHAP, melainkan nomenklatur. Ini artinya strategi tangkap tangan seperti OTT harus tetap ada dan tidak bisa dihapus.
"Di KUHAP kan nggak ada (operasi tangkap tangan), adanya tertangkap tangan. Cuma istilah saja mungkin (yang bisa dihapus)," lanjut dia.
Editor: Iswara N Raditya