Menuju konten utama

Alasan Hakim Menangkan Gugatan Praperadilan Setya Novanto

Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.

Hakim tunggal Cepi Iskandar memimpin sidang praperadilan Setya Novanto terhadap KPK terkait status tersangka kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/9/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Ketua DPR Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan dalam kasus penetapan tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP, Jumat (29/9/2017). Hakim tunggal Cepi Iskandar yang mengadili perkara itu menilai, penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP tidak sah.

Dengan putusan hakim tersebut, status tersangka Setya Novanto dalam kasus itu telah dibatalkan oleh putusan praperadilan.

"Menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto yang dibuat berdasarkan surat nomor 310/23/07/2017 tanggal 18 Juli dinyatakan tidak sah," kata Cepi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (29/9/2017).

Cepi menilai sprindik Novanto sebagai tersangka yang dikeluarkan KPK tidak sah. Ia menilai, KPK tidak menunjukkan proses penyelidikan terhadap Novanto. Selain itu, bukti yang diajukan bukan berasal dari tahap penyelidikan dan penyidikan sendiri untuk perkara Novanto, tetapi dalam perkara lain. Hakim menilai, hal itu tidak sesuai dengan prosedur penetapan tersangka dalam perundang-undangan maupun SOP KPK.

"Penetapan yang dilakukan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara ketentuan perundang-undangan nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Cepi.

Akibat penetapan yang tidak sah, majelis hakim memutuskan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap Novanto dianggap tidak berlaku. Pengadilan memerintahkan KPK agar penyidikan terhadap Novanto dihentikan.

Baca: Mengenal Hakim Cepi Iskandar, Pengadil Praperadilan Novanto

src="//mmc.tirto.id/image/2017/09/29/jalan-novanto-tempuh-praperadilan--MILD--rangga-01_ratio-9x16.jpg" alt="" /

Meskipun melepaskan Novanto dari jerat tersangka, hakim Cepi tidak memenuhi sejumlah permohonan Novanto. Hakim tidak mengabulkan permohonan penasehat hukum untuk mencabut pencegahan Novanto ke luar negeri. Hakim beralasan, pencabutan wewenang pencegahan bukan berada di tangan hakim."Menurut hakim praperadilan merupakan kewenangan administrasi dari pejabat komisi (KPK)," kata Cepi.

Selain itu, Cepi juga tidak mengabulkan permohonan tim penasehat hukum Novanto untuk melepas Novanto dari tahanan. Cepi beralasan, Novanto sejak ditetapkan tersangka. Ia menilai, permintaan penahanan Novanto tidak beralasan sehingga berhak untuk ditolak.

Setya Novanto resmi mengajukan gugatan pada Senin (4/9) lalu, dan teregister dalam Nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel. Novanto ditetapkan tersangka KTP elektronik lantaran diduga ikut mengondisikan pemenangan proyek KTP elektronik. Dirinya diduga ikut merugikan negara sebesar Rp 2,3T. Praperadilan penetapan tersangka Setya Novanto akan diputuskan Jumat, (29/9/2017). Dalam persidangan hari ini, hakim praperadilan akan memutuskan apakah Ketua Umum Partai Golkar itu akan tetap menjalani proses peradilan atau lepas dari jeratan KPK.

Novanto diduga melanggar Pasal 3 atau 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal-pasal tersebut mengatur tindakan penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi, secara bersama-sama dan melawan hukum.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH
-->