Menuju konten utama

Akibat Negatif Konflik SARA & Upaya Pencegahan Dampak Gejala Sosial

Berikut adalah akibat negatif konflik bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Akibat Negatif Konflik SARA & Upaya Pencegahan Dampak Gejala Sosial
Ilustrasi Sosiologi. foto/IStockphoto

tirto.id - Keberagaman merupakan identitas dan aset bagi bangsa Indonesia jika diolah dengan baik. Subjek identitas sangat kompleks karena mencakup totalitas pengalaman sosial, yang sebagian besar dipengaruhi oleh sejarah.

Apa yang membentuk identitas suatu kelompok tidak selalu mudah untuk ditentukan, mengingat perbedaan dalam cara individu disosialisasikan selama hidup mereka, seperti sebagai anggota keluarga, klan, lingkungan, desa, kotamadya, profesi, kelompok kepentingan sosial atau organisasi transnasional yang berbeda.

Jadi, meskipun konsep tersebut dapat memberikan gambaran tentang keseragaman sosial, identitas selalu menjadi isu yang diperebutkan karena individu-individu yang diasumsikan memiliki nilai-nilai yang terstruktur secara hierarkis atau fungsional.

Ketika individu membangkitkan identitas, mereka kurang peduli dengan totalitas nilai-nilai sosial di sekitar mereka.

Nilai-nilai inti tersebut sering didasarkan pada agama, bahasa, ras, warna kulit atau budaya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa masalah identitas selalu berhubungan dengan emosi suatu individu, demikian menurut Yusuf Bangura dalam the search for identity: ethnicity, religion and political violence

Keberagaman dan perbedaan seperti inilah yang tak jarang menimbulkan dampak negatif yang dipicu oleh konflik bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Konflik SARA biasanya terjadi akibat dari ketimpangan pembangunan, ketidakadilan, kesenjangan sosial ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika kehidupan politik.

Konflik bernuansa SARA menurut Lewis Coser termasuk ke dalam konflik nonrealistis, ini karena konflik terjadi tidak berhubungan dengan isu subsubtansi penyebab konflik. Konflik seperti ini dipicu oleh kebencian dan prasangka buruk terhadap lawan.

Konflik yang berlarut-larut dapat menjadi malapetaka, tak jarang akan berujung kekerasan dan kerusuhan. Maka dari itu adalah penting untuk melakukan tidakan sebagai upaya pencegahan.

Infografik SC Konflik SARA

Infografik SC Konflik SARA. tirto.id/Quita

Upaya Pencegahan Konflik SARA

Upaya pencegahan konflik bersifat SARA dapat dilakukan secara preventif, represif, dan kuratif, berikut dikutip dari Buku Pendidikan Pacasila dan Kewarganegaraan Kelas IX oleh Kementerian Pendidikan dan Kewarganegaraan pada tahun 2018.

Preventif

Cara preventif merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah konflik SARA terjadi, ini dilakukan sebelum timbulnya konflik. Cara preventif konflik SARA dapat dilakukan dengan mengembangkan dan memupuk sikap toleransi, kerja sama, gotong royong, saling menghargai, dan menghormati. Terpenting adalah melihat perbedaan sebagai hal yang positif ketimbang melihatnya sebagai ancaman.

Represif

Cara represif merupakan upaya yang dilakukan untuk menghentikan konflik yang telah terjadi. Cara ini bisa berupa pembubaran paksa, penangkapan, dan sebagainya.

Kuratif

Cara kuratif merupakan tindakan yang dilakukan sebagai upaya tindak lanjut atau penanggulangan akibat dari konflik. Tindakan ini dapat berupa pendampingan bagi korban, perdamaian, kerja sama, dan sebagainya.

Baca juga artikel terkait ISU SARA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto