tirto.id - Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia. Artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja.
Konflik merupakan perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntunan-tuntunan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Oleh sebab itu, konflik merupakan gejala yang selalu mengisi kehidupan sosial.
Konflik ini timbul karena adanya persamaan dan perbedaan kepentingan. Konflik dalam kehidupan sosial disebut dengan konflik sosial, yaitu benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih.
Ini berarti bahwa dalam kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya.
Teori Konflik
Mengutip jurnal berjudul Teori Konfik Sosial Klasik dan Modern oleh M. Wahid Nur Tualeka (2017) menjelaskan, teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula.
Teori ini didasarkan pada pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam masyarakat.
Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Kalr Marx Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional.
Secara lebih jelas, yang dimaksud dengan teori konflik adalah any theory or collection of theories that emphasizes the role of conflict, especially between groups and classes, in human societies atau beberapa teori atau sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompok-kelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat.
Teori Konflik Menurut George Simmel
Dalam pemahaman George Simmel, konflik bukanlah suatu hal yang bersifat negatif, seperti dapat mengancam retaknya suatu kebersamaan antar individu maupun kelompok.
Namun menurutnya, konflik justru merupakan bentuk dasar dari interaksi antar individual maupun kelompok, sehingga memungkinkan interaksi dapat terus berlangsung.
Bagi Simmel, yang mengancam retaknya suatu kebersamaan bukanlah konflik, melainkan tidak adanya keterlibatan interaksi antar individual maupun kelompok.
Kemudian Simmel, membedakan beberapa jenis konflik yang dapat menimbulkan akibat sosial yang berbeda, yaitu:
- Konflik perbandingan antagonistis;
- Konflik hukum;
- Konflik mengenai prinsip-prinsip dasar;
- Konflik antarpribad;
- Konflik dalam hubungan intim;
- dan sebagainya.
Namun, konflik menjadi sesuatu yang positif bagi kebersamaan apabila tidak berlangsung secara berkepanjangan, mengarah kepada suatu penyelesaian.
Ada beberapa bentuk dan kemungkinan arah penyelesaian konflik, yaitu penghapusan dasar konflik, kemenangan satu pihak di atas penerimaan kekalahan oleh pihak lain, kompromi, perdamaian, atau bahkan ketidakmampuan untuk berdamai.
Sebuah konflik kepentingan dalam beberapa asosiasi selamanya paling tidak laten, yang berarti bahwa legitimasi wewenang selalu berbahaya.
Kepentingan superordinat dan subordinat adalah obyektif dalam pengertian bahwa mereka direfleksikan dalam harapan (peran) yang melekat pada posisi.
Individu-individu tidak mempunyai internalisasi harapan-harapan ini. Jika mereka menduduki posisi pemberian, kemudian mereka akan berkelakuan dalam cara yang diharapkan.
Individu-individu dibiasakan atau disesuaikan terhadap peran mereka ketika mereka menyumbang konflik antara superordinat dan subordinat.
Kepentingan manifes adalah kepentingan laten yang menjadi dasar. Tugas utama teori konflik adalah menganalisis hubungan antara kepentingan laten dan manifes.
Editor: Yantina Debora