tirto.id - Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar menilai putusan lepas terhadap dua polisi penembak laskar FPI oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai hal berbahaya. Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella menembak empat laskar FPI hingga tewas.
Fickar mengatakan putusan ini berbahaya karena bisa menjadi pembenaran aparat penegak hukum melakukan pembunuhan dalam menjalankan tugasnya.
"Dengan alasan tugas negara, orang bisa membunuh. Padahal Indonesia adalah negara hukum," kata Fickar kepada reporter Tirto, Senin (21/3/2022).
Menurut Fickar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) semestinya segera merespons putusan ini dengan upaya hukum kasasi. Ia mengatakan ada disparitas yang jauh antara tuntutan 6 tahun penjara dengan putusan lepas.
"Dalam konteks polisi yang menembak anggota FPI dan divonis lepas, ini putusan yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan kemanusiaan," kata dia.
Fickar menjabarkan sejumlah alasan penghapus/pemaaf dalam KUHP: pelaku sakit jiwa (Pasal 44 KUHP); pelaku belum dewasa atau anak (Pasal 45 KUHP); pelaku melakukan karena dipaksa pihak lain (Pasal 48 KUHP); pembelaan diri karena terpaksa, serangannya melebihi kemampuan (Pasal 49 KUHP); melaksanakan ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP); melakukan perbuatan pidana karena melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP).
"Lepas itu terbukti telah melakukan perbuatan pidana, tapi tidak dihukum karena ada alasan pemaaf atau penghapus pidana," kata dia.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis lepas Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella pada 18 Maret 2022. Hakim menilai keduanya memang terbukti melakukan tindak pidana penembakan terhadap empat anggota laskar FPI, namun hal itu tak bisa dijatuhkan hukuman karena alasan pembenaran dan pemaaf.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan