tirto.id - Ahli bahasa sekaligus Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Bambang Kaswanti Purwo menyatakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyinggung Surat Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu berdasarkan pengalaman yang dialaminya di Pilkada Bangka Belitung 2007.
"Hal itu disebabkan pengalaman beliau saat Pilkada Bangka Belitung 2007," kata Bambang saat memberikan kesaksian dalam sidang ke-16 Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3/2017), seperti diwartakan Antara.
Diketahui, menjelang penyelenggaraan Pilkada Bangka Belitung 2007 di mana Ahok saat itu menjadi Calon Gubernur, terdapat selebaran-selebaran yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 untuk mengimbau memilih pemimpin muslim.
Sementara dalam konteks pidato di Kepulauan Seribu, Bambang menjelaskan bahwa ada kekhawatiran apabila Ahok tidak terpilih kembali menjadi gubernur, maka program dari Pemprov DKI Jakarta dalam hal ini budidaya ikan akan berhenti.
"Intinya adalah yang penting program tetap jalan kalau kemungkinan dia tidak terpilih lagi. Itu berdasarkan pengalamannya terkait Surat Al Maidah," ucap Bambang.
Tim Kuasa Hukum Ahok dijadwalkan menghadirkan tujuh saksi ahli dalam lanjutan kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
"Ada tujuh saksi ahli yang rencananya hadir. Dua saksi ahli yang sudah ada di BAP dan lima saksi ahli yang belum masuk di BAP," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Hasoloan Sianturi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Dua saksi ahli yang sudah masuk di BAP, yakni ahli Psikologi Sosial yang juga Direktur Pusat Kajian Representasi Sosial dan Laboratorium Psikologi Sosial Eropa Risa Permana Deli dan ahli bahasa sekaligus Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta Bambang Kaswanti Purwo.
Sementara lima saksi ahli yang belum masuk di BAP, yaitu ahli Agama Islam yang juga Wakil Ketua Mustasyar Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Hamka Haq, ahli Agama Islam sekaligus Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Masdar Farid Masudi, dan ahli Agama Islam yang juga dosen tafsir Al Quran UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Sahiron Syamsuddin.
Selanjutnya, ahli hukum pidana yang juga praktisi hukum serta pensiunan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Hatta dan ahli hukum pidana sekaligus dosen hukum pidana Universitas Udayana I Gusti Ketut Ariawan.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri