Menuju konten utama

Aduan Kekerasan pada Anak ke KPAI Turun, Tapi Kondisi Belum Membaik

Jumlah aduan kekerasan pada anak ke KPAI pada 2017 lebih sedikit dari 2016, tapi data ini tak berarti menunjukkan sudah adanya perbaikan.

Aduan Kekerasan pada Anak ke KPAI Turun, Tapi Kondisi Belum Membaik
Konferensi pers Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Memaparkan Catatan Akhir (Catahu)Tahun di kantornya, Senin (18/12/2017). tirto.id/Lalu Rahadian.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat jumlah aduan yang diterima KPAI selama 2017 adalah 3.849 kasus, menurun dari 4.620 pada 2016 lalu. Tapi, data itu bukan berarti ada indikasi penurunan tingkat kasus kekerasan pada anak di Indonesia. KPAI mencatat ada tiga sebab penurunan jumlah aduan masyarakat itu.

Ketua KPAI Susanto menjelaskan sebab pertama menurunnya jumlah aduan karena semakin banyaknya lembaga perlindungan anak yang berdiri di daerah. Lembaga-lembaga itu mampu menampung aduan terkait kekerasan pada anak dari masyarakat.

"Sehingga kasus pelanggaran hak anak tak langsung dilaporkan ke KPAI tapi cukup di daerahnya," ujar Susanto dalam konferensi pers di kantornya, Senin (18/12).

Pendapat tersebut didasari pada data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Menurut Susanto, jumlah anak yang berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) meningkat dari 2.319 pada 2016 menjadi 2.409 pada 2017. Peningkatan itu menunjukkan masih adanya masalah serius mengenai peningkatan angka kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi.

Sebab kedua, KPAI mengklaim masifnya advokasi perlindungan anak berkontribusi pada penurunan jumlah aduan. Perilaku masyarakat melindungi anak dinilai semakin membaik. Kasus pelanggaran juga berkurang meski masih ada.

"Publik juga banyak berpartisipasi memberikan edukasi dan advokasi sehingga di tingkat masyarakat kasus-kasus mulai terjadi pergeseran," katanya.

Ketiga, semakin tumbuhnya program ramah anak di berbagai institusi dianggap memiliki pengaruh pada penurunan jumlah aduan. Susanto memberi contoh, keberadaan puskesmas ramah anak, sekolah ramah anak, dan pesantren ramah anak ikut mendorong menurunnya aduan kekerasan meski cakupannya masih terbatas.

"Namun perlu dicatat bahwa kompleksitas kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Misalnya, kasus pornografi rentetannya begitu panjang, tujuh tahun terakhir korban dan pelaku mencapai jumlah 28 ribu anak," ujarnya.

Kompleksitas Kekerasan Terhadap Anak

Susanto mengungkapkan, mayoritas pelaku dan korban kekerasan anak dalam kasus pornografi adalah laki-laki.

Berdasarkan data lembaganya, sepanjang 2017 ada 1.234 (54 persen) anak laki-laki menjadi korban dan pelaku kekerasan berbentuk pornografi. Sementara, korban dan pelaku berjenis kelamin perempuan ada 1.064 (46 persen) orang.

"Dulu kita pandang perempuan rentan sebagai korban, data ini menunjukkan ada pergeseran yang berbeda. Saat ini dibutuhkan model yang masif, ruang publik ramah anak penting ditingkatkan agar akses anak mendapatkan informasi, area yang aman, penting dipastikan," ujarnya.

KPAI juga memberi perhatian terhadap munculnya tren anak menjadi radikal karena pola asuh yang salah, lingkungan, serta munculnya radikalisasi sendiri. Menurut lembaga itu, anak bisa menjadi radikal karena mendapat informasi dari internet, bahan bacaan, keluarga, maupun sekolah.

Susanto mengungkap, harus ada upaya dari pemerintah memastikan tak ada guru berpandangan radikal. Keberadaan pengajar berpaham radikal dianggap berbahaya untuk anak.

"Dalam sejumlah kasus, guru radikal rentan diimitasi anak. Kedua, orang tua harus memastikan pengasuhannya ramah anak. Dalam sejumlah kasus, orang tua berpandangan radikal berpotensi diikuti anak," katanya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN PADA ANAK atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Addi M Idhom