tirto.id - Krisis Ukraina dan Rusia semakin panas. Berdasarkan pemberitaan terbaru, Ukraina telah menyerukan pertemuan dengan Rusia dan anggota lainnya di tengah ketegangan yang terjadi di perbatasan.
BBC mewartakan, Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba mengatakan, Rusia telah mengabaikan permintaan resmi untuk menjelaskan mengapa mereka menambah pasukan di perbatasan.
Ketegangan dua negara ini mulai menjadi sorotan setelah muncul laporan yang mengatakan Rusia menambah 100 ribu tentara di perbatasan Ukraina. Tetapi Rusia membantah kalau itu adalah rencana mereka menyerang Ukraina.
Kendati demikian, beberapa negara Barat sudah memperingatkan kalau Rusia sedang mempersiapkan aksi militer. Sedangkan menurut Amerika Serikat, Rusia bisa memulai pemboman udara "kapan saja".
Menurut Dmytro Kuleba, langkah yang akan ditempuh adalah meminta pertemuan dalam 48 jam ke depan untuk "transparansi" tentang rencana Rusia.
Dmytro Kuleba mengatakan, Ukraina menuntut jawaban Rusia terkait rencana mereka, terlebih tentang aturan Dokumen Wina soal kesepakatan masalah keamanan yang diadopsi anggota OSCE.
“Jika Rusia serius ketika berbicara tentang keamanan yang tidak dapat dipisahkan di ruang OSCE, ia harus memenuhi komitmennya terhadap transparansi militer untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan keamanan untuk semua,” katanya.
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, klaim semacam itu bisa menyebarkan "kepanikan". Dia mengaku tidak melihat bukti bahwa Rusia merencanakan invasi dalam beberapa hari mendatang.
Seperti dikutip BBC, Rusia dan Belarus sudah memulai latihan militer bersama di tengah kekhawatiran Barat akan invasi Rusia ke Ukraina. Belarus adalah sekutu Rusia dan memiliki perbatasan yang cukup panjang dengan Ukraina.
Prancis menyebut latihan itu sebagai pengerahan terbesar Rusia ke Belarus sejak Perang Dingin dan "gerakan kekerasan". Sedangkan Ukraina mengaku mereka mendapat "tekanan psikologis" atas latihan bersama itu.
Sedangkan Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan tujuan latihan itu adalah untuk melatih "menolak agresi eksternal dengan operasi defensif". Pasukan itu juga akan berlatih melindungi perbatasan dan memblokir saluran pengiriman senjata dan amunisi.
Rusia mengklaim kalau mereka punya hak untuk memindahkan pasukannya secara bebas ke wilayah sekutunya.
Menurut Rusia, pasukan di Belarus akan kembali ke pangkalan setelah latihan. Tetapi, seorang juru bicara Kremlin mengatakan latihan itu adalah hal yang serius sambil mengatakan Rusia dan Belarus sedang "dihadapkan dengan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Bagaimana Awal Mula Konflik Ukraina dan Rusia?
Seperti dikutip Al Jazeera, konflik antara Ukraina dan Rusia ini berawal dari bulan November 2021. Kala itu, citra satelit menunjukkan adanya penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan Ukraina.
Ukraina pun menuduh Rusia telah memobilisasi 100 ribu tentara bersama dengan tank dan peralatan militer lainnya. Hal itu langsung mendapat respons dari Presiden AS Joe Biden. Ia memperingatkan tentang sanksi ekonomi apabila menyerang Ukraina.
Tapi Rusia mengajukan tuntutan keamanan kepada Barat agar NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina. Rusia juga meminta agar tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Uni Soviet sebagai anggota.
Akhirnya terjadi pertemuan antara pejabat AS dan Rusia di Jenewa untuk membicarakan diplomatik, tetapi tidak selesai karena Rusia tetap meminta tuntutan keamanan dan AS tidak mau menerima itu.
Akhirnya pada tanggal 26 Januari 2022, NATO menempatkan pasukannya di Eropa Timur sembari menambah kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat pun mulai mengevakuasi staf kedutaan yang tidak penting dari Ukraina. Dan Amerika menempatkan 8.500 tentara dalam siaga.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, tuntutan keamanan utama Rusia belum ditanggapi tetapi mereka siap untuk terus berbicara. Sedangkan Presiden Ukraina Zelenkskyy memperingatkan Barat untuk menghindari sikap yang bisa menciptakan "kepanikan" sehingga berdampak negatif terhadap perekonomian negaranya.
Putin akhirnya buka suara. Dia membantah telah merencanakan invasi sambil menuduh AS mengabaikan tuntutan keamanan di negaranya. “Sudah jelas bahwa kekhawatiran mendasar Rusia akhirnya diabaikan,” katanya.
Menurut pejabat AS, Rusia sudah membangun 70 persen dari pembangunan militer yang dibutuhkan untuk meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina. Tapi Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Putin dan mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia tidak akan meningkatkan krisis Ukraina.
Di sisi lain, Kremlin membantah bahwa Macron dan Putin mencapai kesepakatan untuk mengurangi eskalasi krisis di Ukraina. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa "dalam situasi saat ini, Moskow dan Paris tidak dapat mencapai kesepakatan apa pun".
Pentagon akhirnya memerintahkan tambahan 3.000 tentara AS untuk dikirim ke Polandia untuk meyakinkan sekutu. Sementara itu, sejumlah negara menyerukan warganya untuk meninggalkan Ukraina, dengan beberapa peringatan bahwa evakuasi militer tidak akan dijamin jika terjadi perang.
Editor: Iswara N Raditya