tirto.id - Ukraina mengatakan Rusia sudah mengumpulkan lebih dari 90.000 tentara di wilayah perbatasan. Tetapi Rusia membantah sedang mempersiapkan serangan ke Ukraina. Sebaliknya, Rusia justru menuding Ukraina sedang membangun militernya sendiri.
BBC melaporkan, ketegangan antara Rusia dan Ukraina memang sedang meningkat, terlebih ketika Rusia mengatakan telah menangkap tiga tersangka agen rahasia keamanan Ukraina pada Kamis lalu.
Rusia menuduh satu di antara tiga tersangka itu akan merencanakan serangan teroris, sedangkan dua orang lainnya berusaha mengumpulkan informasi intelijen. Hal itu disampaikan Dinas Keamanan Federal Rusia.
Rusia tetap bersikeras kalau mereka tak berniat menyerang Ukraina. Rusia justru menuding Ukraina dan pendukung Baratnya mengarang cerita untuk menutupi rencana mereka yang diduga akan bertindak agresif.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov telah memperingatkan kalau Eropa bisa kembali pada masa yang disebutnya sebagai "mimpi buruk konfrontasi militer".
Respons Amerika Serikat
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov juga sudah bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken di konferensi Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE). Para pejabat AS mengatakan kedua belah pihak bersepakat untuk berdialog tentang Ukraina.
Menteri Blinken pun mengisyaratkan, akan ada pertemuan antara Presiden AS Joe Biden dan pemimpin Rusia Vladimir Putin dalam waktu dekat ini.
Dalam pertemuan itu, Menteri Lavrov mengeluarkan gagasan pakta keamaan Eropa baru untuk menghentikan NATO memperluas lebih jauh ke timur. Sedangkan Menteri Blinken memperingatkan "konsekuensi serius" jika Rusia mencari konflik dengan Rusia.
Di sisi lain, Euro News melaporkan, pejabat Ukraina dan Barat khawatir dengan langkah Rusia yang mengumpulkan pasukan di dekat Ukraina akan memicu invasi.
“Kami tidak tahu maksud Presiden Putin. Kami tidak tahu apakah dia membuat keputusan untuk mengambil tindakan agresif baru terhadap Ukraina, tetapi yang kami tahu adalah bahwa dia menempatkan kapasitas untuk melakukannya dalam waktu singkat, dalam waktu singkat," kata Menlu AS Blinken.
"Yang paling penting untuk dipahami Rusia adalah bahwa tindakan memiliki konsekuensi. Konsekuensi itu nyata. Itu bukan kepentingan Rusia, dan konflik bukan kepentingan siapa pun," lanjutnya.
Menlu Blinken mengatakan, Presiden AS Joe Biden telah memberi tahun Presiden Rusia Putin kalau AS ingin "hubungan yang stabil dan dapat diprediksi dengan Rusia". Namun, kalau Rusia bergerak "secara agresif lagi melawan Ukraina", maka ini akan bergerak "ke arah yang berlawanan".
"Saya tidak berpikir itu baik untuk kita semua, tetapi presiden sama jelas jika Rusia memilih untuk bertindak sembrono, kami akan merespons."
Sementara itu, Menlu Rusia Lavrov mengatakan: "mengenai meningkatnya ketegangan di Eropa yang dibicarakan semua orang, sebagian di sepanjang perbatasan Rusia dan Ukraina, Anda tahu posisi kami dengan baik. Seperti yang digarisbawahi Presiden Putin, kami tidak ingin ada konflik."
Vladimir Putin telah memperingatkan NATO agar tidak mengerahkan pasukan dan senjatanya ke Ukraina. Menurut Putin, itu merupakan garis merah bagi Rusia dan akan memicu respons yang kuat.
Editor: Iswara N Raditya