tirto.id - Kementerian Pertahanan Taiwan mengaku akan meningkatkan pelatihan pasukan cadangan pada tahun depan, termasuk memperbanyak latihan pertempuran dan penembakan. Langkah ini mereka lakukan karena China meningkatkan kegiatan militer di dekat pulau.
Reuters melaporkan, Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng menggambarkan kondisi itu sebagai peristiwa "yang paling serius" selama lebih dari 40 tahun. Ia juga mendesak untuk menambah pengeluaran militer untuk membuat senjata sendiri.
Mulai tahun depan, beberapa pasukan cadangan wajib melakukan pelatihan penyegaran dan akan ditambah menjadi 14 hari. Hal itu, kata kementerian pertahanan, "secara efektif meningkatkan kemampuan tempur pasukan cadangan."
Pasukan cadangan itu juga diminta menggandakan jumlah peluru yang mereka tembak dalam latihan, sedangkan pelatihan tempur akan diperpanjang menjadi 56 jam dari setengah hari.
Program ini akan diterapkan sekitar 13 persen dari 110.000 cadangan yang direncanakan kementerian untuk dilatih tahun depan.
Taiwan secara bertahap beralih dari wajib militer ke pasukan profesional yang didominasi sukarelawan. Tetapi Reuters melaporkan sebelumnya kalau peralihan itu akan merepotkan dan menyebabkan pemusnahan pasukan cadangan berkekuatan 2,31 juta orang. Bahkan, beberapa di antara mereka mengeluh karena membuang waktu sia-sia.
Sebelumnya, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menegaskan pelatihan militer Amerika Serikat di pulau yang berkonflik itu sangat penting. Dalam sebuah wawancara ekslusifnya bersama CNN, Presiden Tsai Ing-wen mengatakan, Taiwan, yang letaknya kurang dari 200 kilometer dari pantai tenggara China adalah "mercusuar" demokrasi yang perlu dipertahankan.
"Inilah pulau berpenduduk 23 juta orang yang berusaha keras setiap hari untuk melindungi diri sendiri dan melindungi demokrasi dan memastikan bahwa rakyat memiliki kebebasan yang layak mereka dapatkan," katanya.
"Jika kita gagal, maka itu berarti orang-orang yang percaya pada nilai-nilai ini akan meragukan apakah ini adalah nilai-nilai yang (harus) mereka perjuangkan," ungkapnya.
Taiwan dan China adalah daratan yang telah berpisah dari sisi kepemerintahannya sejak kaum nasionalis mundur ke Taiwan pada akhir perang saudara China lebih dari 70 tahun lalu. Taiwan adalah negara demokrasi, sedangkan China memandang pulau itu sebagai bagian dari yang tidak terpisahkan, meskipun tidak pernah mengendalikannya.
Konflik itu mencuat lagi baru-baru ini, tepatnya pada 1 Oktober saat memperingati hari nasional. China menerbangkan 25 jet tempur dan pesawat tempur serta mempertontonkan kekuatan militer di ujung selatan Taiwan, bahkan 56 pesawat tempur China ikut menguji pertahanan udara Taiwan.
New York Times melaporkan, jet Taiwan kemudian bergegas mengikuti, sedangkan Amerika Serikat memperingatkan kepada China kalau "aktivitas militer yang provokatif" itu bisa merusak "perdamaian dan stabilitas regional."
Namun China tak terlalu mengindahkan peringatan itu. Saat pengontrol lalu lintas udara tempur Taiwan mengirim radio ke satu pesawat China, pilot menolak dan memberikan kata-kata yang tak enak di hati petugas Taiwan.
Editor: Iswara N Raditya