tirto.id - Konflik Rusia dan Ukraina belum sepenuhnya mereda. Berdasarkan berita baru-baru ini, Rusia dan Belarus sudah memulai latihan militer bersama di tengah kekhawatiran Barat akan invasi Rusia ke Ukraina.
Menurut laporan BBC, Belarus adalah sekutu Rusia dan memiliki perbatasan yang cukup panjang dengan Ukraina. Meskipun Rusia mengerahkan lebih dari 100 ribu tentara di perbatasan, mereka tetap membantah akan menyerang Ukraina.
Terkait dengan latihan bersama kedua negara itu, Prancis menyebutnya sebagai pengerahan terbesar Rusia ke Belarus sejak Perang Dingin dan "gerakan kekerasan". Sedangkan Ukraina mengaku mereka mendapat "tekanan psikologis" atas latihan bersama itu.
AS dan negara-negara Barat sudah memperingatkan kalau serangan bisa datang kapan saja. Selain itu, muncul pula kekhawatiran, latihan tersebut menempatkan pasukan Rusia di dekat Kyiv, ibu kota Ukraina, sehingga lebih mudah untuk menyerang kota.
Menurut perkiraan AS, sekitar 30 ribu tentara Rusia akan ikut dalam latihan dengan Belarus, meskipun Rusia belum mengungkapkan berapa jumlah tentara yang bergabung.
Kementerian Pertahanan Rusia sudah memberikan klarifikasi sembari mengatakan tujuan latihan itu adalah untuk melatih "menolak agresi eksternal dengan operasi defensif".
Pasukan itu juga akan berlatih melindungi perbatasan dan memblokir saluran pengiriman senjata dan amunisi. Rusia mengklaim kalau mereka punya hak untuk memindahkan pasukannya secara bebas ke wilayah sekutunya.
Menurut Rusia, pasukan di Belarus akan kembali ke pangkalan setelah latihan. Tetapi, seorang juru bicara Kremlin mengatakan latihan itu adalah hal yang serius sambil mengatakan Rusia dan Belarus sedang "dihadapkan dengan ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Di sisi lain, Rusia juga mengadakan latihan angkatan laut di Laut Hitam dan Laut Azov - keduanya di sisi selatan Ukraina - yang disebut Kyiv sebagai "komplikasi yang tidak dapat dibenarkan dari pelayaran internasional", yang membuat navigasi di kedua laut "hampir tidak mungkin".
Namun Ukraina dan sekutu Baratnya telah menyatakan keprihatinan atas latihan tersebut. "Akumulasi pasukan di perbatasan adalah tekanan psikologis dari tetangga kami," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Kamis.
Bagaimana Awal Mula dan Sejarah Konflik Rusia-Ukraina?
Wilayah Ukraina berbatasan dengan Uni Eropa dan Rusia yang merupakan bekas bagian dari republik Soviet. Secara sejarah, Ukraina punya ikatan sosial budaya yang mendalam dengan Rusia. Bahasa Rusia pun dipakai secara luas di Ukraina.
Al Jazeera melaporkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim kalau Rusia dan Ukraina adalah satu bagian dari peradaban Rusia. Klaim itu sudah ia nyatakan berulang kali.
Akan tetapi, Ukraina menolak klaim dan pernyataan Putin itu. Dalam sejarahnya, Ukraina sudah dua kali melakukan revolusi, tepatnya pada tahun 2005 dan 2014.
Dua revolusi besar itu terjadi karena mereka menolak supremasi Rusia dan Ukraina mencari jalan untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.
Seperti dilaporkan CNN, ketegangan antara negara bekas Uni Soviet itu meningkat pada akhir 2013 karena munculnya kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan Uni Eropa.
Pada tahun 2014, muncul revolusi di Ukraina. Protes yang terjadi selama berbulan-bulan itu telah menggulingkan presiden Ukraina yang pro-Rusia bernama Viktor Yanukovych.
Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan Presiden Putin untuk mengambil alih wilayah Krimea, itu adalah semenanjung otonom di Ukraina. Putin juga mendukung pemberontak di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk.
Akhirnya, ribuan tentara berbahasa Rusia yang diakui oleh Moskow membanjiri semenanjung Krimea. Dalam beberapa hari, Rusia menyelesaikan pencaplokannya dalam referendum yang dikecam oleh Ukraina dan sebagian besar dunia. Mereka menganggap itu sebagai tindakan yang tidak sah.
Editor: Iswara N Raditya