Menuju konten utama

31 Tenaga Medis Berguguran Melawan COVID-19, Negara Bisa Apa?

Setidaknya 31 tenaga medis wafat selama pandemi COVID-19. Salah satu pemicunya, kelangkaan alat pelindung diri (APD).

31 Tenaga Medis Berguguran Melawan COVID-19, Negara Bisa Apa?
Petugas medis mengambil sampel spesimen saat swab test secara drive thru di halaman Laboratorium Kesehataan Daerah (LABKESDA) Kota Tangerang, Banten, Senin (6/4/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.

tirto.id - "Buat ini perang yang bisa kami menangkan, bukan misi bunuh diri. Terima kasih."

Kalimat itu dituturkan Tya kepada reporter Tirto, Senin (23/3/2020). Dia adalah salah seorang dokter di RSUD WZ Yohannes, Kupang, Nusa Tenggara Timur lewat.

Petugas medis merupakan golongan paling rentan dan berisiko terkena terinfeksi Viru Corona. Mereka merupakan pekerja di garda terdepan dalam menghadapi COVID-19. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang memadai. Bahkan ada perawat yang menggunakan jas hujan sebagai pengganti pakaian hazmat.

Salah satu perawat di Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianto Suroso, Widyastuti mengatakan, APD adalah pakaian standar untuk menangani pasien COVID-19. Sebelumnya ia pernah merawat pasien Ebola, Mers, hingga Zika.

Berdasarkan data resmi dari IDI, per Senin (6/4/2020), 25 dokter di Indonesia meninggal terkait dengan COVID-19. Sembilan belas di antaranya merupakan dokter umum dan spesialis, yakni:

  1. Prof. DR. dr. Iwan Dwi Prahasto (GB FK UGM)
  2. Prof. DR. dr. Bambang Sutrisna (GB FKM UI)
  3. dr. Bartholomeus Bayu Satrio (IDI Jakarta Barat)
  4. dr. Exsenveny Lalopua, M.Kes (Dinkes Kota Bandung)
  5. dr. Hadio Ali K, Sp.S (Perdossi DKI Jakarta, IDI Jaksel)
  6. dr. Djoko Judodjoko, Sp.B (IDI Bogor)
  7. dr. Adi Mirsa Putra, Sp.THT-KL (IDI Bekasi)
  8. dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ (RSJ dr. Soeharto Herdjan, IDI Jaktim)
  9. dr. Ucok Martin Sp. P (Dosen FK USU, IDI Medan)
  10. dr. Efrizal Syamsudin, MM (RSUD Prabumulih, Sumatera Selatan, IDI Cabang Prabumulih)
  11. dr. Ratih Purwarini, MSi (IDI Jakarta Timur)
  12. Laksma (Purn) dr. Jeanne PMR Winaktu, SpBS di RSAL Mintohardjo. (IDI Jakpus)
  13. Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH (Guru besar Epidemiologi FKM UI)
  14. Dr. Bernadetta Tuwsnakotta Sp THT meninggal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (IDI Makassar)
  15. DR.Dr. Lukman Shebubakar SpOT (K) Meninggal di RS Persahabatan (IDI Jaksel)
  16. Dr Ketty di RS Medistra (IDI Tangsel)
  17. Dr. Heru S. meninggal di RSPP (IDI Jaksel)
  18. Dr. Wahyu Hidayat, SpTHT meninggal di RS Pelni (IDI Kab. Bekasi)
  19. Dr. Naek L. Tobing, seksolog. Meninggal di RSPP.

"Dr Naek L Tobing, SpKJ. meninggal dunia di RSPP setelah swab test PCR positif COVID-19," kata Humas Pengurus Besar IDI Halik Malik, kemarin.

Selain itu, selama merawat pasien COVID-19, ada enam perawat terkonfirmasi meninggal. Namun hanya satu perawat yang dinyatakan positif Corona secara resmi.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengatakan, perawat atas nama Ninuk Dwi meninggal karena Corona. Sedangkan lima perawat lain yang telah meninggal statusnya saat perawatan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).

"DPP PPNI mengucapkan Innalillahi wa innaillaihi raji'un, atas berpulangnya ke Rahmatullah dalam tugas kemanusiaan enam rekan kami," kata Harif, Senin (6/4/2020).

Keenam perawat tersebut yakni: Ninuk Dwi yang bertugas sebagai perawat di ruang ICU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta; Sugiarto yang bertugas sebagai perawat tim bedah medis Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta; Harmoko sebagai perawat di PKM Tambak Aji; Letkol (Kowal) Mulatsih, perawat Rumah Sakit Marinir Cilandak; Setia Wibowo, perawat di Rumah Sakit Premier Bintaro; Mursyida perawat di PK Kp Teleng.

"Namun untuk hasil laboratorium lima lainnya kami belum dapat akses. Kecuali Ninuk yang telah resmi diumumkan positif COVID-19," katanya.

Dokter Usia Lanjut Tidak Tangani Corona

Kepala BNPB Doni Monardo, mengafirmasi laporan IDI mengatakan, sudah 20 lebih dokter di Indonesia yang meninggal karena COVID-19. Selain itu kini jumlah dokter spesialis hanya 34.649 jiwa, tak sebanding dengan populasi di Indonesia.

"Kalau dilihat dari latar belakang dokter, sebagian itu adalah dokter gigi dan THT," kata Doni dalam rapat virtual bersama Komisi VIII DPR RI, Senin (6/4/2020). Dalam laporan resmi IDI, ada enam dokter spesialis gigi yang turut wafat selama pandemi COVID-19.

Untuk itu BNPB, kata Doni, meminta kepada Kementerian Kesehatan agar dokter gigi dan THT tidak melakukan praktik saat pandemi Corona. Kalaupun harus terpaksa, hanya praktik untuk pasien dengan gejala medis yang sangat serius saja.

"Termasuk mewajibkan seluruh dokter baik di rumah sakit umum maupun swasta, terlebih rumah sakit rujukan COVID-19 untuk menggunakan APD standar," tuturnya.

Selain itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah meminta agar dokter berusia lanjut, tidak diperkenankan berada pada garis terdepan melawan Virus Corona.

"Mereka diberikan kesempatan untuk melalui program dokter online. Jadi masyarakat tetap bisa berkomunikasi dengan dokter," terangnya.

Tak Cukup Hanya Ucapan Duka Cita

Presiden Jokowi menyampaikan duka cita terhadap kepada seluruh tenaga medis yang wafat. Menurutnya, mereka telah berdedikasi berjuang sekuat tenaga.

"Atas nama pemerintah, negara dan rakyat saya ucapkan terima kasih atas kerja keras yang didedikasikan dalam menghadapi COVID-19,” ujar Presiden Joko Widodo dalam teleconference di Istana Negara, 23 Maret 2020 lalu.

Kendati demikian, belum ada permintaan maaf dari negara kepada para pekerja medis mengenai kegagalan negara dalam mengatasi kelangkaan APD yang menjadi salah satu pemicu meninggalnya pekerja medis selama menghadapi pandemi COVID-19.

Sebagai kompensasi, pemerintah pusat menggelontorkan Rp75 triliun untuk dana kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Sebanyak Rp65,8 triliun dari dana itu akan digunakan untuk Belanja Penanganan Kesehatan penanganan COVID-19 berupa Alat kesehatan (APD, Rapid Test, Reagen), sarana dan prasarana kesehatan serta dukungan SDM.

Kemudian, Rp3 triliun akan digunakan untuk subsidi iuran untuk penyesuaian tarif Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja sesuai Perpres 75 Tahun 2019.

Rinciannya, subsidi untuk Pekerja Bukan Penerima Upah kelas 3 sebanyak 14 juta jiwa dan pergeseran ke Pekerja Bukan Penerima Upah kelas 3 sebanyak 16 juta jiwa.

"Sehingga total Pekerja Bukan Penerima Upah kelas 3 sebanyak 30 juta jiwa," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/1/2020). Ada pula anggaran yang akan diperuntukkan sebagai insentif bagi tenaga medis sebesar Rp5,9 triliun.

Rinciannya, tenaga medis pemerintah pusat akan mendapat Rp1,3 triliun sementara sisanya Rp4,6 triliun diberikan untuk tenaga medis pemerintah daerah. Nantinya, dokter spesialis akan mendapatkan Rp15 juta setiap bulannya, dokter umum Rp10 juta per bulan, perawat 7,5 juta/bulan, dan tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta/bulan.

Ada pula santunan kematian kepada keluarga tenaga medis sebesar Rp300 juta. Di luar tenaga kesehatan, anggaran itu juga akan digunakan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien COVID-19.

Pemerintah juga menjamin adanya santunan kematian tenaga medis sebesar Rp300 miliar, dengan estimasi pemberian santunan sebesar Rp300 juta/orang.

Baca juga artikel terkait TENAGA MEDIS atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie & Andrian Pratama Taher
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Dieqy Hasbi Widhana