tirto.id - Musik pop Barat akhir 1990-an lesu. Saat itu anak-anak muda pecinta musik begitu menggandrungi R&B, rock, dan musik alternatif yang rata-rata dimainkan musisi pria.
Editor Esquire Dave Holmes bahkan tak segan-segan menyatakan bahwa tangga lagu musik pop pada 1998 kacau karena tak ada lagu yang murni mewakili unsur pop. Yang muncul dalam tangga lagu adalah musik-musik R&B atau rock alternatif. Holmes pun miris saat mendengar lagu-lagu dari Jennifer Paige dan Donna Lewis yang hanya diputar di radio-radio dengan segmen pendengar terbatas yang sanggup memengaruhi selera musik anak-anak muda.
Rasa miris itu juga dituangkan oleh Ann Powers, kritikus musik National Public Radio, dalam "Women On The Verge: At The End Of The '90s, A Few Artists Set The Stage For A New Era" (2018). Menurut Powers, sepanjang 1990an, penyanyi perempuan dan laki-laki nampak timpang baik dari sisi jumlah maupun popularitas.
Powers mengingat bahwa pada awal hingga pertengahan 1990-an, ada beberapa penyanyi muda perempuan seperti Gwen Stefani, Mel C, Jewel, Natalie Imbruglia, dan Fiona Apple. Lagu-lagu mereka membawa pesan penting seperti posisi perempuan di tengah industri musik yang dikuasai pria, adiksi dan eksploitasi seksual yang dialami perempuan muda, dan trauma kekerasan seksual. Tapi, semua hal itu belum cukup mampu membuat industri musik Amerika beragam.
Lantas muncullah Britney Spears pada 1999. Remaja 16 tahun itu menyanyikan lagu-lagu tentang ABG yang galau karena urusan asmara.
Pada hari pertama dirilis, album ...Baby One More Time (selanjutnya Baby One More Time) terjual 500.000 kopi. Lagu hitnya yang berjudul sama langsung menempati tangga lagu teratas di tiap negara yang memutarnya. Di Inggris, Baby One More Time jadi album terlaris sepanjang 1999 dengan penjualan 1,4 juta kopi.
Baby One More Time genap berusia 20 tahun pada 2019 ini. Album perdana Britney Spears itu rupanya juga memicu kemunculan penyanyi pop remaja perempuan. Christina Aguilera merilis single Genie In a Bottle pada tahun yang sama. Demikian pula Mandy Moore yang melepas album So Real, juga pada 1999.
“Kisah Britney Spears adalah cerita perempuan yang mendobrak dominasi musisi pria sepanjang 1990-an. Ia sosok penting dalam industri musik dan punya pengaruh pada budaya populer. Tidak bisa disangkal,” tutur Powers.
Bagi Holmes, Spears punya kelebihan lain yakni sanggup menggaet penggemar pria—hal yang hampir mustahil terjadi pada personel boyband.
“Seolah ada tabu bagi cowok untuk menikmati musik pop karya cowok-cowok lain, terutama mereka yang menyanyi sambil menari. Mereka lebih baik mengidolakan Korn dan Limp Bizkit agar maskulinitas mereka tidak dipertanyakan,” tulis Holmes.
Powers berpendapat bahwa penampilan Spears dalam video klip "Baby One More Time"sangat menarik bagi para cowok. Terlepas dari seberapa besar kesukaan cowok-cowok terhadap musik Spears, mereka sengaja meluangkan waktu untuk menontonnya—entah untuk berapa kali. "Britney memang percaya diri untuk menunjukkan seksualitasnya," imbuh Powers.
“Dan tidak ada yang tahu apakah para cowok-cowok itu memutar kembali video atau mendengarkan lagu Spears lewat CD yang mereka beli.”
Bagi Spears, "Baby One More Time" adalah lagu tentang perasaan yang dialami semua remaja perempuan—jauh sebelum Taylor Swift pindah haluan dari musik country ke pop dengan lirik serba curhat.
“Itu lagu bagus, aku sangat menyukainya, tapi aku tak bisa memprediksi bagaimana lagu tersebut akan diterima publik,” tutur Spears sebagaimana dilansir laporan Guardian pada 11 Agustus lalu.
Saat menciptakan lagu"Baby One More Time" komposer asal Swedia Max Martin merasa tengah menggarap lagu R&B. Namun, ketika lagu diperdengarkan untuk pertama kali, rekan-rekan Martin yang berasal dari AS tidak menganggap "Baby One More Time" sebagai lagu R&B.
Ternyata ada perbedaan penggunaan kata R&B di AS dan Swedia. Di negara Martin, aliran lagu pop bisa juga disebut lagu R&B. Sementara di dunia musik AS, R&B adalah aliran musik yang sama sekali berbeda.
Martin lantas menawarkan lagu tersebut kepada kelompok musik R&B kawakan TLC. Tapi, para personel TLC menolak menyanyikannya. Bagi mereka, "Baby One More Time" mendukung kekerasan dalam hubungan asmara, karena awalnya lagu itu berjudul "Hit Me Baby One More Time".
“Aku suka lagu itu. Tapi, apa iya aku bisa menyanyikan kalimat 'Hit Me Baby One More Time'? Gila aja!" kata T-Boz, personel TLC, seperti dikutip Guardian.
Padahal kata “hit” dalam lagu hanyalah istilah slang pengganti “hubungi aku” atau “kirimi aku SMS”.
Martin kemudian menawarkan lagu itu ke beberapa penyanyi lain, tapi lagi-lagi ditolak. Setelah itu produser musik Simon Cowell mengusulkan agar "Baby One More Time" dinyanyikan boyband Five. Kini giliran Martin yang menolaknya. Ia bilang pada Cowell bahwa "Baby One More Time" semestinya dinyanyikan Britney Spears, seorang mantan bintang cilik dalam tayangan Mickey Mouse Club.
Spears pun terbang ke Swedia untuk rekaman selama 10 hari. Rolling Stone mencatat bahwa sehari sebelum rekaman, Spears berulang kali mendengar lagu "Tainted Love" milik grup musik new wave Soft Cell. Kata Britney, ia ingin agar suaranya bisa seasyik Marc Almond, vokalis Soft Cell.
“Ada banyak lagu di luar sana tapi aku rasa sangat jarang kamu bisa menuangkan kepribadianmu dan emosimu di dalamnya,” ujarnya.
Rolling Stone memasukkan "Baby One More Time" ke dalam daftar lagu populer sepanjang masa. Mereka sepakat album pertama Spears adalah album yang sukses menonjolkan karakter serta suasana hati remaja galau yang relevan didengar sepanjang masa.
Jurnalis Rolling Stone Rob Sheffield menyebut lagu "Email My Heart", "(You Drive Me) Crazy", "Sometimes", dan "From The Bottom of My Broken Heart" adalah lagu-lagu yang berhasil menunjukkan gejolak perasaan remaja jatuh cinta: ingin dianggap istimewa oleh gebetan, ingin selalu bersama tapi penuh rasa bimbang, kerinduan yang tak tersampaikan, serta harapan untuk kembali ke mantan pacar dan memperbaiki hubungan yang rusak.
Dan kegalauan itu terus dikenang dan dirayakan sampai lebih dari 20 tahun kemudian.
Editor: Windu Jusuf