Menuju konten utama

1,4 Juta Balita Indonesia Telantar

Data Kementerian PPPA menunjukkan bahwa 1,4 juta anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia masuk kategori telantar.

1,4 Juta Balita Indonesia Telantar
ILUSTRASI. Anak balita di Panti Asuhan Anak Tunas Bangsa, Cipayung, Jakarta Timur. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melansir bahwa 1.403.048 anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Indonesia masuk kategori telantar. Sebagai generasi penerus bangsa, maka sudah seharusnya hal tersebut menjadi perhatian bersama.

“Data terakhir Kementerian PPPA mencatat komposisi balita berdasarkan kategori ketelantaran di Indonesia mencapai 1,4 juta balita atau sebesar 5,83 persen dari total 24,07 juta balita,” kata Kepala Biro Perencanaan dan Data Kementerian PPPA, Titi Eko Rahayu seperti dikutip Antara.

Menurut Titi, sebagai generasi penerus bangsa, maka keberadaan balita yang masuk kategori telantar itu perlu mendapat perhatian khusus, baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat umum.

Selain itu, lanjut Titi, keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat, juga memiliki andil yang cukup besar terhadap kehidupan tumbuh kembang seorang anak.

Ia menjelaskan, balita telantar adalah anak berumur nol (0) hingga empat (4) tahun yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan balitanya secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial.

Padahal, menurut Titi, perlindungan anak dan balita diatur dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam konteks ini, menurut dia, terdapat beberapa kriteria ketelantaran pada balita. Pertama, tidak pernah diberi air susu ibu (ASI). Kedua, tidak mempunyai bapak/ibu kandung lagi. Ketiga, frekuensi mengkonsumsi makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu.

Kemudian, hal keempat adalah frekuensi mengonsumsi makanan protein nabati tinggi kurang dari 14 kali, atau makanan protein hewani tinggi kurang dari du kali, atau kombinasi keduanya dalam seminggu.

“Artinya, balita telantar mengonsumsi makanan protein nabati tinggi atau protein hewani tinggi atau kombinasi keduanya dalam seminggu sangat minim. Padahal, pada usia balita, maka anak membutuhkan sangat banyak protein untuk tumbuh kembang,” ujarnya.

Hal kelima, ibu balita yang bertanggungjawab pada balita tersebut bekerja selama seminggu terakhir. Sedangkan hal keenam adalah keterlantaran balita bila dirinya sakit tidak diobati, dan hal ketujuh adalah balita dititipkan/diasuh oleh orang lain, seperti tetangga atau pihak selain orang tuanya.

“Atau malah ditinggal sendiri selama seminggu terakhir. Jika seorang balita memenuhi tiga kriteria di atas atau lebih, maka dia masuk kategori balita telantar,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERLINDUNGAN ANAK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz