Menuju konten utama

1 Suro 2022 Jatuh pada Tanggal Berapa: Makna dan Sejarahnya

Malam 1 suro jatuh pada tanggal berapa dan bagaimana sejarahnya.

1 Suro 2022 Jatuh pada Tanggal Berapa: Makna dan Sejarahnya
Sejumlah warga mengikuti tradisi malam satu Suro di kompleks sendang Sidhukun Desa Traji, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.

tirto.id - Tanggal 1 Suro 2022 jatuh pada 30 Juli, menurut kalender masehi. Satu suro adalah awal bulan pertama Tahun Baru Jawa, bertepatan dengan 1 Muharam.

Kalender jawa pertama kali diterbitkan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo pada tahun 1940, mengacu penanggalan Hijriyah (Islam).

Penanggalan Jawa dihitung berdasarkan penggabungan kalender lunar (Islam), kalender matahari (masehi) dan Hindu.

Berdasarkan pertimbangan pragmatis, politik dan sosial, penanggalan Jawa memiliki dua sistem perhitungan yaitu mingguan (7 harian) dan pasaran (5 harian).

Penanggalan jawa memiliki siklus windu (sewindu:8 tahun). Konsekuensi dari siklus ini adalah pada urutan tahun jawa ke 8 (jimawal) jatuhnya tanggal 1 Suro berselisih satu hari lebih lambat dengan 1 Muharram.

Satu suro biasanya diperingati setelah magrib. Hari sebelum tanggal satu biasanya disebut malam satu suro, karena pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.

Satu Suro memiliki banyak pandangan dalam masyarakat Jawa, hari ini dianggap keramat terlebih bila jatuh pada Jumat Legi.

Untuk sebagian masyarakat pada malam satu suro dilarang untuk ke mana-mana kecuali untuk berdoa ataupun melakukan ibadah lain.

Sejarah 1 Suro

1 suro tidak dapat dipisahkan dari penggalan Islam. 1 Muharam dijadikan sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab, seorang khalifah Islam di jaman setelah Nabi Muhammad wafat.

Awal dari afiliasi ini, konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Pada tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada jaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.

Waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur Belanda di Batavia, termasuk ingin menyatukan Pulau Jawa. Oleh karena itu, dia ingin rakyatnya tidak terbelah, apalagi disebabkan keyakinan agama.

Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Pada setiap hari Jumat legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil diadakan pengajian oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

Akibatnya, 1 Muharram (1 Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat legi ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut di luar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

Baca juga artikel terkait 1 SURO atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Addi M Idhom