tirto.id - Partai Gerindra resmi mengusung kadernya, Andra Soni, yang dipasangkan dengan Dimyati Natakusumah (kader PKS) sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pilgub Banten 2024. Surat rekomendasi telah ditandatangani oleh Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, dan Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani, tertanggal 28 Juni 2024.
Duet Andra Soni-Dimyati Natakusumah menimbulkan rumor Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Banten pecah setelah Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Banten itu tidak jadi berpasangan dengan Airin Rachmi Diany dari Golkar.
Belakangan terjadi perbedaan antara Gerindra dan Golkar, sehingga Gerindra memutuskan untuk meminang Dimyati Natakusumah.
“Saya mau sih [berpasangan sama Airin]. Tapi beliau tidak mau ya bagaimana? Ya, artinya mungkin saya tidak populer. Itu yang pasti,” ujar Andra Soni dalam Podcats For Your Politics di kantor Tirto, Jakarta.
Menurut Andra Soni, Koalisi Indonesia Maju memang tidak berlaku di Banten. Karena menurutnya yang ada saat ini adalah Koalisi Banten Maju. Nama koalisi itu sesuai dengan cita-citanya yang ingin provinsi yang dekat dengan Jakarta ini maju.
Tidak hanya bicara soal penunjukannya maju sebagai calon gubernur dan isu pecah KIM di Banten, kepada Tirto Andra Soni juga menyampaikan visi dan misi yang akan ia bawa jika terpilih jadi orang nomor satu di Banten
Ketua DPRD Provinsi Banten ini memaparkan soal ketidakadilan yang selama ini terjadi di provinsinya, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, bahkan pemerataan ekonomi. Betikut petikan wawancara Tirto dengan Andra Soni:
Partai Gerindra tiba-tiba mendeklarasikan Bang Andra Soni dengan Dimyati Natakusumah. Biasanya ada kunjungan dahulu, silaturahmi, ini kok langsung deklarasi. Bisa diceritakan?
Sebenarnya gini, itu kunjungan, pertemuan, dan lain-lain sudah terjadi. Cuma tidak tersorot kamera. Karena Andra Soni ini kan tidak biasa disorot kamera. Contoh saat kampanye Prabowo, saya tidak ada di kamera.
Tapi saya Ketua Partai Gerindra di Provinsi Banten. Saya mempersiapkan 34.000 saksi. Saya yang melatih 34.000 saksi. Kami yang bagaimana caranya mengkoordinir semua. Dan itu tidak tersorot kamera. Pak Prabowo itu dua atau tiga kali ke Provinsi Banten, saya tidak pernah di atas panggung.
Jadi sebenarnya sudah ada komunikasi dengan semua partai. Silaturahmi kita jalankan. Nah, kita sudah ngobrol, dan ya akhirnya mungkin pimpinan dalam kalkulasi dan berbagai pertimbangan, akhirnya bersepakatlah dengan Pak Dimyati. Masyarakat kaget, apalagi saya.
Loh, kenapa [kaget]?
Pak Dimyati ini kan tokoh besar di Provinsi Banten. Beliau senior di Provinsi Banten. Saya kaget, ternyata Pak Dimyati punya niat bagaimana bisa berpasangan dengan partai yang hari ini sedang memiliki presiden dan sebagainya, dengan pertimbangan Pandeglang ini salah satu yang disparitas pembangunannya di Provinsi Banten tertinggal.
Jadi dia sudah berusaha mencoba dengan kemampuannya untuk membangun Pandeglang, juga Lebak dan sebagainya. Memang terjadi disparitas. PAD (Pajak Asli Daerah) dua wilayah ini rendah sekali hanya Rp400-450 miliar.
Abang ini dijodohkan apa jangan-jangan keduanya sudah saling jatuh cinta?
Saya pernah ya dalam beberapa forum ketemu dengan Pak Dimyati. Tapi dalam forum tersebut Pak Dimyati sempat meminta kepada saya untuk menjadi wakil beliau. Bahkan lebih spesifik, ‘Kalau Bu Airin tidak mau, Pak Andra sama saya saja’. Gitulah kurang lebih.
Tapi kan dalam perspektif saya sebagai kader partai politik, melakukan segala sesuatu sifatnya berkoordinasi. Saya sampaikan kepada pimpinan, apa yang telah kita lakukan, apa yang telah kita jalankan, komunikasi apa yang sudah kita bangun. Termasuk keinginan Pak Dimyati kita sampaikan.
Nah, rupanya Pak Dimyati menyampaikan langsung kepada pimpinan. Dan pimpinan mengonfirmasi dengan perhitungan informasi-informasi yang kita sampaikan terkait dengan silaturahmi, komunikasi, dan sebagainya. Kemudian pada akhirnya itu tadi pimpinan mengumumkan.
Ada suatu kesempatan Bang Andra ingin dicalonkan bersama dengan Bu Airin?
Saya mau sih. Tapi beliau tidak mau ya bagaimana? Ya, artinya mungkin saya tidak populer. Itu yang pasti. Kedua, ya saya begini. Kalau saya itu, kalau memang diperintahkan oleh Pak Prabowo untuk bagaimana bekerja sebaik-baiknya, ya yang saya ikutin apa yang dikatakan Pak Prabowo.
Oke berarti benar ya Bang Andra dan Bu Airin sempat ingin disatukan dalam satu pasangan?
Betul. Kami pernah menyampaikan. Tapi bukan dalam pengertian bahwa kami memaksa ya. Kita menghormati kedaulatan partai. Kita juga ingin dihormati kedaulatan kita. Ini kan dalam rangka kita mencari komposisi, kan gitu. Lagi juga apa masalahnya? Kalau Gerindra memutuskan naik, kan bagus.
Tapi masalahnya adalah orang-orang mengira Koalisi Indonesia Maju pecah di Banten?
Di Banten tuh memang tidak ada Koalisi Indonesia Maju. Adanya Koalisi Banten Maju. Itu kan Banten, bukan Indonesia. Iya memang Koalisi Banten Maju kita namakan. PAN, PSI ikut kita. Bukan dalam pengertiannya ikut ya. Tapi memang bersepakat kita punya konsep yang sama.
Kalau ikut dalam Pilkada itu berarti tanda tangan ikut sebagai partai pengusung ya, apakah dimaksud seperti itu?
Betul. InsyaAllah itu. Dan kemarin kita mengumumkannya, undangannya disampaikan. Dan dalam perjalanannya kan disampaikan oleh Pak Dasco. Di dalam itu PKB juga ikut. PPP juga ikut. Demokrat dalam proses. Nasdem hadir.
Yang tidak hadir berarti PDIP sama Golkar dalam forum tersebut?
Forum itu adalah forum Gerindra. Dan Gerindra memberikan undangan. Memang Golkar dan PDIP tidak kita undang.
Karena tidak mengusung?
Bukan. Karena memang komunikasi kita tidak ketemu. Karena yang kita undang itu adalah pertemuan untuk yang sudah ngobrol, sudah ketemu, dan sudah satu frame gitu.
Apa waktu itu yang disampaikan oleh PDIP dan Golkar?
Oh, kalau dengan PDIP kita tidak berkomunikasi. Saya harus akui memang tidak.
Kenapa?
Saya tidak tahu ya. Saya tidak berkomunikasi aja. Kenapa, pertama mereka membuka pendaftaran, saya sih tidak ada yang ikut daftar. Kita melihatnya kan gini ya, kader itu kan cenderung melihat dinamikanya di pusat sebagai acuan. Jadi otomatis aja. Kita ngelihatnya di pusat. Bukan berarti diarahin. Tidak ada arahan.
Saya pikir itu biasa ya, kader-kader partai yang memang kader ideologis begitu. Mereka (PDIP) juga tidak komunikasi sama kita, gitu kan.
Ketika Pak Dimyati sempat ada negosiasi,apa dalam artian Pak Dimyati maju jadi gubernur, akhirnya abang yang diminta untuk jadi calon wakilnya?
Beliau meminta kepada saya, meminta kepada pimpinan saya. Dan kemudian bukan tawar-menawar. Pimpinan kita bilang, ya Andra Soni untuk gubernur. Dan saya mengonfirmasi kepada beliau langsung, Pak Dimyati, saya tanya ‘Pak Dim ini betul?’ Saya sendiri kaget. Dan saya mendapat sebuah kehormatan dalam tugas ini.
Dengar-dengar, tidak ada surat rekomendasi dari Pak Prabowo kepada Bang Andra. Itu gimana ceritanya?
Kan suratnya ada, yang nyerahin sekjen, ketua harian. Masa sih sebecanda itu? Atau masa sih sebegitu meremehkannya Gerindra gitu? Coba. Gerindra partai pemenang loh. Kalau kepengen sama Gerindra ya merapat aja. Tidak usah pakai cerita-cerita begitu. Ngobrol aja, Gerindra terbuka kok buat komunikasi.
Berarti ini mengklarifikasi bahwa itu benar-benar hoaks berarti ya?
Ya mungkin sedang ngarep kali ya. Masih ngarep gitu.
Berarti di Gerindra sudah kukuh ya Bang Andra dan Pak Dimyati?
Iya. Kami sudah bergerak. Artinya begini, kalau kami kan tegak lurus satu komando. Ya, artinya komando kami adalah pimpinan. Artinya kami melihat dokumennya. Kalau Andra Soni tidak mungkin langsung dengan Pak Prabowo. Pasti ada urutan-urutannya. Ada sekjen, ada ketua harian.
Kader-kader di bawah itu cara bergeraknya bagaimana?
Kami kan partai gerakan. Namanya Gerindra (Gerakan Indonesia Raya). Kami dilatih memang untuk bergerak. Nah, bergeraknya kami itu adalah berdasarkan sebuah kesepakatan atau sebuah petunjuk yang diberikan oleh pimpinan dalam hal ini Pak Prabowo.
Makanya, partai ini didirikan sebagai kendaraan Pak Prabowo menuju presiden. Kami terjemahkan bahwa partai ini didirikan dalam rangka membentuk kepemimpinan. Nah, kepemimpinan yang kami targetkan adalah kepemimpinan di tingkat nasional. Karena negara kita menganut sistem presidensial, menjadi penting bagi kita bagaimana mendapatkan mandat dari rakyat untuk presidennya dari yang kita usung.
Dan alhamdulillah 2024 Pak Prabowo terpilih. Kemudian telah ditetapkan oleh KPU dan insyaAllah tanggal 20 Oktober akan dilantik. Bersama dengan itu ada proses pilkada yang dilakukan secara serentak hasil uji materi di MK. Ini akan jadi pilkada serentak pertama di seluruh Indonesia yang bersamaan dengan dimulainya masa jabatan presiden.
Maka kami menerjemahkan bahwa ini kesempatan. Artinya, presidennya Pak Prabowo, kader berupaya mendapatkan mandat juga dari masyarakat agar bisa mendampingi Pak Prabowo dalam menjalankan tugas beliau sebagai pemimpin pemerintahan yang akan datang. Program-program Pak Prabowo ini harus kita kawal. Karena gubernur ini kan kepanjangan tangan presiden. Itu kurang lebih.
Kami lihat kader-kader Gerindra ini sedang berusaha atau berupaya untuk maju dalam proses pilkada. Kenapa Gerindra berani mengeluarkan stok kader sendiri dari dalam?
Jadi gini, saya tidak mempersiapkan diri dalam rangka pilkada. Tapi saya bekerja sebelum pemilu tanggal 14 Februari, adalah bagaimana menjadi daya dukung terhadap berhasilnya Pak Prabowo jadi presiden, gitu kurang lebih.
Dan kami di Banten melakukan itu sejak tahun 2014 dan alhamdulillah Provinsi Banten konsisten. Dari 2014 sampai dengan 2024 ini selalu menang untuk Pak Prabowo. Artinya Pak Prabowo di Provinsi Banten punya magnet.
Pak Prabowo punya magnet dan merupakan tokoh nasionalis yang dicintai. Karakteristik pemilih di Provinsi Banten itu adalah karakteristik pemilih Islam yang kuat. Ada aspek religiositas. Karena memang seribu santri dan sebagainya.
Kemudian dibuktikan dengan hasil-hasil elektoral yang diterima oleh Pak Prabowo selama tiga pemilu, itu membuktikan bahwa afiliasi pilihan kepada tokohnya adalah pada tokoh nasionalis. Nah, itu tecermin adanya di Pak Prabowo.
Jadi, baik itu dua pasang head to head antara Pak Prabowo dengan Pak Jokowi, Pak Prabowo menang [di Banten]. Apalagi tiga [pasang], Pak Prabowo juga menang. Dari 2014 kader Gerindra ada terus. Tidak pernah bergeser. Karena memang partai ini didirikan untuk membentuk kepemimpinan.
Bagaimana strategi pemenangan melawan Bu Airin? Kami belum melihat lembaga survei merilis kepala daerah di Banten.
Bu Airin leading ya. Leading jauh sekali bahkan di atas Pak Rano Karno. Pak Rano Karno yang sejak lahir sudah jadi artis itu masih di bawah Bu Airin.
Internal surveinya Bang Andra sendiri?
Saya masih jauh, jauh sekali gapnya. Mungkin di antara yang hari ini masih ada bertahan itu, ya saya paling rendah.
Top berapa?
Keempatlah. Di bawah Pak Rano Karno dan Pak Wahidin Halim.
Dari 4 ke 1 gimana nanti untuk proses-proses kinerja elektabilitas? Apa rencana dalam waktu dekat?
Ya, kalau kita nggak yakin kita nggak lakukan itu. Artinya gini, hari ini survei yang dilakukan inisial survei. Survei yang dilakukan terkait dengan popularitas. Dan popularitas itu kemudian nanti berlanjut kepada elektabilitas.
Dan kita harus akui kalau dalam rangka memperkenalkan diri, saya tadi dari awal bahwa saya tidak pernah mempersiapkan diri untuk kepala daerah. Tapi saya ini ketua partai. Partai saya punya suara signifikan. InsyaAllah dari 10 anggota partai saya, kenal sama saya. Artinya dari saya mulai bergerak itu survei saya 0,7 persen. Kemudian 2,7 persen di Januari. Nah, sekarang ya di periode Juni, saya sudah 10.
10 persen itu banyak, berarti ada ratusan ribu dari 2 ke 10 persen itu?
Kesadaran kolektifnya kader-kader Gerindra muncul. Setelah sekian lama, Gerindra [akhirnya] mengusung kader sendiri. Padahal usia kami sudah 16 tahun. Karena selama ini kami lebih fokus ke Pak Prabowo.
Setelah Pak Prabowo terpilih, kami bukan tidak fokus lagi ke Pak Prabowo, kami lebih fokus, malah lebih fokus lagi dengan cara berupaya untuk bisa mengamankan kebijakan beliau. Karena selama ini salah persepsi terkait dengan undang-undang pemerintahan daerah. Bahwa gubernur merupakan tangan presiden. Perwakilan pemerintah pusat.
Tapi kadang-kadang perwakilan pemerintah pusat ini action-nya menjadi kayak sendiri, tidak sinkron. Sedangkan ini kan perlu percepatan. Karena kita punya target Indonesia Emas. Nah, salah satunya itu, ya.
Dan kita sudah sepakat bahwa pemilihan gubernur itu melalui pemilihan secara langsung. Berarti kita harus berani, memberanikan diri, mempersiapkan diri. Modal kita sudah ada untuk threshold-nya. Setidak-tidaknya hari ini kami punya 14 kursi. Kecuali ada partai lain yang sudah sendiri.
Apakah Pak Prabowo sudah melihat Bang Andra dalam kerja-kerja politik untuk persiapan Pilkada Banten?
Kami kan melaporkan. Jadi gini, kami di partai politik itu tidak melulu apa-apa langsung ke ketua umum. Tidak jalan dong kaderisasinya. Kami ada dari DPC, ada Ketua DPD. Dari Ketua DPD kan ada sekretariat DPP. Kemudian ada wakil-wakil ketua umum. Kemudian ada yang membidangi masalah tertentu. Kalau kami berurusan dengan ketertiban anggota, dengan disiplin anggota, ada yang di wilayahnya.
Wilayah selatan Banten banyak yang “mengejutkan”, termasuk Lebak. Dulu ada keheranan karena ini wilayah dekat dengan Jakarta, tapi seperti tidak dilihat oleh pemerintah pusat atau seperti ada ketimpangan yang sangat jauh gitu?
Bukan seperti ada ketimpangan. Memang terjadi ketimpangan. Ada disparitas ya, disparitas yang lebar sekali antara Banten Utara dengan Banten Selatan.
Luas Banten ini 9.000 lebih km persegi. Lebak itu sepertiganya. Kita adil menilai Lebak itu gini. Siapapun pemimpin di Lebak, kalau mengandalkan PAD-nya tidak mungkin membangun Lebak yang luasnya sepertiga Provinsi Banten.
Kita melihatnya bahwa politik etis dimulai di sana loh, Multatuli. Kita harus ingat loh, politik etis mulai di sana. Masa kita sebagai Provinsi Banten nggak melihat itu? Multatuli aja begitu, tertulis bukunya.
Di situlah kesadaran penjajah untuk memikirkan negara yang dijajah. Sekarang kita harus sadar juga bahwa Lebak itu jembatan gantungnya masih banyak, dan sebagainya. Kita harus adil dong, bagaimana Pemerintah Provinsi Banten, bagaimana pemerintah pusat bisa maksimal mengupayakan percepatan pembangunan Provinsi Banten melalui upaya-upaya percepatan untuk Kabupaten Lebak contohnya, Pandeglang contohnya.
Karena jujur, jalan-jalan sudah banyak. Mereka bisa membangun tapi mereka tidak bisa merawat. Karena yang dibangun harus banyak. Saat mereka sudah selesai membangun, mereka harus merawat. Uangnya nggak cukup. PAD mereka Rp450 miliar. Jangan bandingkan dengan Tangerang Selatan (Tangsel), pihak swasta dominan di Tangsel. Jangan bandingkan dengan Kabupaten Tanggerang, PIK dan sebagainya ada.
Tapi Lebak cuma mengandalkan PAD dan kemudian kita menghukum pimpinan-pimpinannya dengan menganggap mereka tidak becus ya tidak adil. Padahal tidak. Luas wilayah, kemudian angka, apa yang bisa kita lakukan bersama-sama.
Makanya saya maju sebagai calon gubernur dan berharap mendapatkan amanah dari rakyat. Saya upayakan itu adalah bagaimana kita bisa membelokkan pandangan kita kepada ketimpangan ini. Maaf ya, kalau secara elektoral, saya harusnya di Tangerang Raya saja. Tapi saya maju ini karena saya menjalankan amanah Pak Prabowo. Bagaimana kita ini kader-kader gedenya bisa bermanfaat. Bagaimana menjadi agregat kemajuan Indonesia, yaitu Banten.
Gimana kita mau bicara tentang yang lain-lain Indonesia, yang paling dekat sama Jakarta aja tidak maju, gitu loh. Makanya saya tidak ada itu bikin amanah apa-apa, sederhana aja Banten Maju. Karena Banten ini harus maju.
Kita sudah punya [rel kereta api] double track sampai dengan Rangkasbitung. Kita punya yang namanya kereta api mulai dari Bayah sampai ke Labuan. Relnya aja masih yang tertinggal. Itu harus kita aktifasi. Kenapa? Pengorbanan romusa dan sebagainya untuk pembangunan tersebut.
Tan Malaka pernah datang ke sana dengan entah namanya saya lupa, Hussein atau siapa. Bung Karno pernah endorse 3A (Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia, Nippon Cahaya Asia) di sana. Jadi sejarahnya luar biasa. Tapi sejarah itu cuma sejarah aja, karena kita nggak adil. Pikiran kita aja nggak adil terhadap Lebak. Adil itu harus dari pikiran. Apalagi dalam perbuatan. Itu yang saya kejar.
Jadi kita harus adil, Lebak harus diperhatikan. Jangan cuma mengeksploitasi kemiskinannya, tapi berikutnya kita tidak mau ngapain. Kasihan itu cuma sebuah kemewahan yang menandakan kita tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi jangan kasihan, berbuat dong, ayo. Rebut kewenangannya, kelola dengan baik, dan bagaimana kita bisa menyampaikan kepada pemimpin. Termasuk pemekaran tadi. Memang harus dimekarkan. Tapi kan moratorium. Ini harus kita bicarakan.
Karena mendekatkan pelayanan publik aja jauh banget. Kalau pernah ke Lebak, antara Warungbanten, Cipanas, ke Rangkasbitung itu berapa jam? Prosesnya kalau Anda seorang sakit, mau dibawa ke rumah sakit aja, itu udah “selesai” duluan di jalanan. Kitanya nggak adil. Kita sampai hari ini nggak adil terhadap Lebak dan Pandeglang. Kita nggak adil. Cilegon mereka udah bisa mandiri.
Kita sekarang investasi masuk ke Indonesia, nomor 5 terbesar itu adalah Banten. Tapi kan paradoks. Paradoksnya apa? Yang masuk investasinya, kemakmurannya tidak. Kita harus upayakan itu. Jadi kalau terkait dengan konsep apa yang ingin kita bantu, itu cuma tiga hal.
Mungkin bisa dielaborasi tiga hal itu apa saja?
Jadi saya melihatnya begini, ada tiga hal yang ingin saya upayakan yang menjadi visi dan misi, yaitu terkait dengan tiga dimensi kehidupan. Pertama adalah dimensi pendidikan. Kenapa dimensi pendidikan penting? Karena sampai dengan hari ini IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Provinsi Banten terkait dengan pendidikannya, lama sekolah di Provinsi Banten itu rata-rata 9 tahun.
Artinya, masyarakat Banten itu kalau dirata-ratakan sampai [hanya] kelas 3 SMP dan nggak lulus. Padahal Provinsi Banten ini adalah provinsi pemekaran yang tujuannya dimekarkan adalah mendekatkan sejahteraan kepada pusat pemerintahan.
Nah, kemudian masih belum berkeadilan. Kenapa saya bilang belum berkeadilan? Dengan penduduk yang 12 juta di siang hari, kemudian bisa lebih dari 12 juta di malam hariProvinsi Banten ini. Ini akhirnya pendidikan menyebabkan ketimpangan, salah satunya terpotret dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang hari ini sedang berlangsung.
Kalau di Tangerang Raya, orang pengen anaknya [masuk] sekolah-sekolah favorit. SMA yang 1, 2, 3, dan kayak gitu-gitulah kurang lebih. Sedangkan kalau berdasarkan zonasi kan nggak mungkin. Nah ini kan tidak berkeadilan.
Jadi saya sih kepengen mengusulkan pemerintah pusat menhapus sistem zonasi. Zonasi jangan dipakai lagi. Sistem zonasi tidak pas. Carilah sistem yang lain yang memungkinkan semua warga negara itu punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Kedua, menampung seluruh siswa yang lulus dari SMP yang merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota, itu masuk ke tingkat SMA dan SMK yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi, ini kelasnya tidak cukup di Tangerang Raya ya. Kenapa tidak cukup? Karena jumlah sekolah SMP-nya lebih banyak daripada jumlah SMA-nya dalam satu wilayah, dalam satu zonasi.
Kecuali di kelurahan ada satu SMP, ada satu SMA, boleh gunakan zonasi. Sedangkan di sini sekarang satu kecamatan ada tiga SMP, kemudian SMA-nya ada satu. Tidak seimbang. Karena tidak seimbang, terjadilah ketidakadilan. Akhirnya siapa kenal, siapa lebih dekat, dan sebagainya, itu kita harus hapus.
Dimensi kedua adalah kesehatan. Kesehatan ini penting. Dia tidak boleh terpisah dengan yang namanya pendidikan. Tidak ada yang mana yang lebih dulu. Tidak ada. Itu dua-duanya harus berjalan seiring. Dengan pendidikan yang cukup, dengan pengetahuan yang cukup, dengan literasi yang cukup, kita akan aware kepada kesehatan kita. Bagaimana cara supaya tidak terkena diare itu kan proses dari pendidikan.
Tapi kesehatan juga saya menyorotinya begini. Hari ini pemerintah Provinsi Banten telah menganggarkan Rp300 miliar untuk peserta bantuan iuran BPJS selama satu tahun. Untuk menutup 3 juta penduduk Banten.
Sedangkan penduduk Banten tadi kan besar-besarnya 12 juta. Sisanya gimana? Nah ini yang harus dikolaborasikan. Kan kabupaten/kota juga melakukan. Pemerintah pusat juga melakukan. Tapi masih banyak warga Banten yang belum mendapatkan jaminan kesehatan UHC (Universal Health Coverage).
Dan UHC ini lagi-lagi Lebak dan Pandeglang paling rendah. Karena kemampuan fiskalnya rendah. Makanya Pemerintah Provinsi Banten ke depan harus memberikan perhatian lebih kepada Lebak dan Pandeglang.
Tangsel punya kemampuan baik buat fiskalnya. Kemudian Kota Tangerang juga fiskalnya mereka APBD-nya udah Rp5 triliun. Kalau Kabupaten Pandeglang masih Rp2 triliun untuk jumlah penduduk yang sama, luas wilayah yang besar.
Makanya pemerintah pusat harus kita undang. Ayo dong, kita sudah bisa double track, ke situ harapan kita, ada perkembangan-perkembangan kan. Kemudian Pak Jokowi sudah memulai itu membangun sebuah tol yang namanya Serang-Panimbang, yang secara timbal balik sebenarnya nggak cocok dibangun. Ya kan? Tapi ini kan peluang yang diberikan.
Ini kalau sudah dibangun Serang-Panimbang, kalau ke Lebak lebih dekat walaupun pintunya baru satu, kemudian mahal juga.
Tapi ke depannya ini harus dimanfaatkan oleh Provinsi Banten dan kabupaten/kota yang dilewatinya. Karena apa? Pasti kita berkembang. Karena apa? Pusat pertanian kita masih ada di [Banten] selatan.
Kembali dimensi kesehatan tadi ya, ini juga harus kita upayakan berkeadilan. Apakah harus bangun rumah sakit? Tidak juga. Kemampuan fiskal kita terbatas. Bukan membangun rumah sakitnya, tapi memberikan kepastian bahwa semua rumah sakit yang ada di Banten harus mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Banten yang memiliki BPJS.
Jangan sampai kalau rakyat sakit, masuk rumah sakit swasta maupun RSUD jawabannya kamar penuh. Padahal Provinsi Banten ini banyak rumah sakit walaupun perimbangannya belum. Masih banyakan di Tangerang Raya. Persebarannya belum.
Jadi kalau semuanya mengandalkan pemerintah ya tidak akan ter-cover. Karena perlu di situ berkolaborasi dengan pihak swasta. Dalam hal ini ya pengembang-pengembang besar dan sebagainya.
Dimensi ketiga, ini juga penting dan tidak bisa terpisahkan dari situ, yaitu dimensi ekonominya. Gimana kita bisa ke sekolah? Gimana kita bisa berobat? Kalau kita tidak punya pekerjaan. Sedangkan IPM kita terkait dengan pengeluaran riil masyarakat Banten di tahun 2023 itu sebesar Rp12,6 juta per tahun.
Artinya mereka buat berobatnya, buat makannya, buat sewa tempat tinggalnya, buat transportasinya Rp12,6 juta per tahun itu sama dengan kurang lebih sekitar Rp1 juta per bulan.
Tapi harus kita ketahui Provinsi Banten merupakan provinsi yang persentase penganggurannya tertinggi. Kalau jumlahnya yang paling banyak ya Jawa Barat, DKI juga besar. Tapi kan untuk persentase ya besar juga kita.
Kemudian jumlah miskinnya juga paling banyak. Padahal kita bangga banget kita ini deket sama Jakarta. Tapi kok tidak ada bonusnya deket sama Jakarta gitu? Kita pengen dong dapat bonusnya juga dari Jakarta gitu. Dapat bonusnya juga dari pemerintah pusat. Itu yang harus kita upayakan.
Nah, tiga dimensi tersebut saling berkaitan. Bukan berarti kita melupakan infrastruktur. Alhamdulillah Provinsi Banten di pemerintahan sebelumnya telah berhasil membangun infrastruktur, khususnya jalan dalam kondisi mantap 860 km-an se-Banten. Itu sudah dalam keadaan mantap. Jadi ya bukan berarti kita nggak perhatian ke sana.
Kita tinggal mengupayakan bagaimana kabupaten/kota. Ini rata-rata yang bolong dan sebagainya itu kan kewenangan kabupaten/kota. Nah, provinsi tidak boleh bersikap seakan-akan menjadi kabupaten ke-9. Sehingga uangnya itu jangan simpan sendiri dong. Dibangun dong. Kalau itu bukan kewenangan kan masih ada bantuan keuangan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi