Menuju konten utama

Saat Menteri Belum Kompak Lempar Isu Pembatasan BBM Subsidi

Masalah subsidi BBM harus melibatkan kerja sama lintas sektor, bukan berlomba menjadi yang pertama muncul ke publik.

Saat Menteri Belum Kompak Lempar Isu Pembatasan BBM Subsidi
Petugas mengisi BBM kendaraan roda empat di SPBU Sultan Agung, Semarang, Jawa Tengah, Senin (19/12/2022). ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom.

tirto.id - Koordinasi dan komunikasi para menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait rencana pembatasan distribusi BBM subsidi, membuat publik geleng-geleng kepala. Pasalnya, pembatasan BBM yang awalnya direncanakan berlaku mulai 17 Agustus 2024 itu, menjadi simpang siur setelah terjadi silang pendapat atau miskoordinasi antara kementerian.

Kabar pembatasan BBM bersubsidi awalnya disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Lewat akun Instagram pribadinya, Luhut mengatakan pemberian BBM subsidi dengan harga murah tak lagi bisa sembarangan pada HUT ke-79 Kemerdekaan RI mendatang.

Artinya, pembatasan pembelian sesuai dengan kriteria penerimanya mulai diterapkan.

“Kami berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai [pembatasan], di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangin. Kami hitung di situ," ungkap Luhut dalam unggahannya di Instagram resmi @luhut.pandjaitan.

Pembatasan tersebut, kata Luhut, didorong sebagai langkah efisiensi anggaran. Luhut secara khusus mewanti-wanti defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang diproyeksi akan lebih besar dari target yang telah ditetapkan.

Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan keseimbangan anggaran negara.

Namun, kabar pembatasan tersebut terbantahkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif .

Baik Erick dan juga Arifin menyampaikan pembatasan BBM bersubsidi masih dalam kajian internal pemerintah.

Terlebih, pemerintah saat ini juga masih menunggu hasil revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi tersebut, nantinya akan menjadi rujukan dan mekanisme pembatasan di lapangan.

"Kita menunggu saja ya dan saya rasa koordinasi dan diskusi antar kementerian masih berjalan," kata Erick Thohir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (10/7/2024).

Koordinasi Menteri Buruk, Rakyat Kena Dampaknya

Pengamat Ekonomi dan Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengatakan koordinasi antara menteri Jokowi mengenai sosialisasi pembatasan BBM subsidi menjadi potret buruk. Luhut mengatakan, bakal ada pembatasan pada 17 Agustus, sementara Erick dan Arifin bilang masih dalam kajian sambil menunggu hasil revisi Perpres 191/2014.

“Jadi ini saya kira sangat buruk sekali,” ujar Fahmy saat dihubungi Tirto, Jumat (12/7/2024).

Sebagai pejabat publik, kata Fahmy, seharusnya Luhut bisa menyampaikan informasi yang aktual. Karena dia khawatir pernyataan soal pembatasan BBM yang mulai dilakukan pada 17 Agustus mendatang, justru dipahami berbeda oleh masyarakat. Pada akhirnya terjadi adalah menimbulkan kepanikan di masyarakat.

“Sebagai pejabat publik saya kira ini cukup berbahaya. Karena Luhut mengatakan ada pembatasan BBM subsidi. Nah pembatasannya itu seperti apa? apakah ini pengurangan kuota BBM subsidi. Kalau itu dipahami masyarakat itu akan mendorong panic buying. Menurut saya itu gegabah dan menimbulkan masalah baru,” jelasnya.

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, ikut menyayangkan buruknya koordinasi dan komunikasi para menteri terkait rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi. Dia khawatir hal tersebut akan membingungkan masyarakat dan berpotensi menimbulkan spekulasi harga di lapangan.

"Pemerintah harusnya berkoordinasi dengan baik sebelum mewacanakan soal ini ke publik," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (12/7/2024).

Mulyanto heran sosialisasi pembatasan distribusi BBM bersubsidi ini bisa simpang siur. Anggota Fraksi PKS itu, mengingatkan pemerintah agar segera menertibkan masalah ini agar masyarakat tidak berpikir ada pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kebijakan pembatasan BBM subsidi.

"Sangat aneh kalau Menko Marves sampai ikut-ikutan memberi pernyataan tentang rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Mestinya cukup menteri terkait yang menjadi jubir, bukan Menkomarves, sehingga pas," kata Mulyanto.

Sementara itu, Staf Khusus Presiden, Grace Natalie, mengatakan pihaknya masih melihat permasalahan atau miskoordinasi yang terjadi pada menteri terkait ihwal pembatasan BBM bersubsidi.

"Masih dikroscek," singkat Grace Natalie, saat dikonfirmasi Tirto perihal koordinasi dan komunikasi menteri yang berbeda, Jumat (12/7/2024).

Luhut Binsar Pandjaitan

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan arahan saat pembukaan kegiatan Youth Voice: Coral Reef Restoration ICRG (Indonesia Coral Reef Garden) di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.

Motif Lain dari Luhut

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, mengatakan beberapa waktu terakhir memang sering sekali para menteri Jokowi berlomba mencari muka. Khususnya soal identifikasi pembiayaan alternatif program pemerintah usai pemerintahan Jokowi.

“Hal ini tidak hanya soal keberlanjutan posisi strategis mereka di kursi menteri, tetapi juga menjaga eksistensi kementerian dan nilai tawar mereka antar aktor kunci kebijakan,” kata Media kepada Tirto, Jumat (12/7/2024).

Persoalannya, kata Media, masalah subsidi BBM harus melibatkan kerja sama lintas sektor. Tapi terjadi malah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang pertama kali memunculkan wacana ini. Akhirnya menimbulkan reaksi dari kementerian lainnya di publik, sehingga seperti seakan tidak ngobrol satu sama lain.

“Luhut tampaknya punya kepentingan mencari cara perluasan ruang fiskal untuk pembiayaan program sosial protection pasca Jokowi, pada saat bersamaan Kementerian ESDM fokus pada aspek teknis dan harga pasar minyak, sedangkan Kemenkeu punya kepentingan pada dampak fiskal dan keberlanjutan anggaran negara,” jelas dia.

Dalam hal ini, Media pun meminta agar Jokowi seharusnya muncul di publik dan memberikan pandangan arah penguatan fiskal Indonesia ke depan. Jangan justru kemudian berdiri di belakang ketika kebijakan tidak populis diputuskan oleh pemerintah.

“Kilas balik hampir 10 tahun pemerintahan Jokowi, memang Jokowi kerap kali berdiri di belakang,” katanya.

Lebih jauh, Periset Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, melihat pembatasan BBM bersubsidi ini merupakan konsekuensi agar APBN bisa mendanai program prioritas lainnya di tengah seretnya penerimaan dan besarnya utang jatuh tempo pemerintah tahun mendatang.

Karena pemerintah sendiri kerap berdalih bahwa banyak yang tidak tepat sasaran.

“Artinya memang pemerintah kita bukan karena ingin mengurangi tidak tepat sasaran, tapi memang karena faktor anggaran yang terbatas,” jelas Eliza kepada Tirto, Jumat (12/7/2024).

Eliza menuturkan, pembiayaan program pemerintah saat ini saja kian mahal. Seharusnya ke depan belanja kementerian atau lembaga di efisienkan. Karena banyak belanja untuk Kementerian dan Lembaga yang justru lebih mahal perjalanan dinasnya ketimbang program intinya.

“Sehingga menelan anggaran cukup besar sementara dampak untuk perekonomiannya tidak banyak kepada masyarakat. Berbeda jika pos anggaran lebih banyak untuk program inti, ini multiplier effect-nya akan lebih luas,” jelas dia.

Jika efisiensi belanja kementerian dan lembaga bisa ditekan, maka selisih anggarannya bisa digunakan untuk hal-hal produktif, sehingga subsidi untuk BBM tidak terus dikurangi. Karena bagaimanapun, kata Eliza saat BBM dibatasi ini dampak ke masyarakatnya besar, akan terjadi inflasi dan kenaikan harga pangan.

Pemerintah Belum Serius Batasi BBM

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra, mengatakan rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi tampaknya masih menjadi cerita lama yang diulang-ulang. Namun tidak pernah terealisasi karena landasan hukumnya, yaitu revisi Perpres Nomor 191/2014 juga tidak dirampungkan.

Oleh sebab itu, wajar pula, kata dia, apabila antar kementerian terjadi perbedaan pandangan terkait hal ini. Karena pembatasan pembelian BBM bersubsidi merupakan hal kompleks dan memiliki dampak yang luas.

“Kalaupun wacana ini akhirnya diimplementasi, seharusnya tiap-tiap kementerian dapat bersinergi, khususnya terkait sinkronisasi data masyarakat yang layak untuk menerima subsidi dan yang tidak layak itu siapa saja,” kata Daymas kepada Tirto, Jumat (12/7/2024

Perihal pembatasan BBM, Fahmy Radhi juga belum melihat keseriusan dari pemerintah dalam mengatasi BBM subsidi. Aksi nyata selama ini dilakukan melalui MyPertamina juga sudah tidak terdengar lagi dan kelihatannya memang belum optimal.

"Jadi untuk konteks pembatasan mengindikasikan bahwa pemerintah tidak pernah serius batasi BBM tepat sasaran," jelas Fahmy.

Sementara Mulyanto menambahkan, kalau benar pemerintah akan melakukan pembatasan BBM bersubsidi sebaiknya harus menyiapkan sistem pengawasan yang memadai. Jangan sampai BBM bersubsidi sudah dibatasi tapi distribusinya tetap tidak tepat sasaran.

"Pemerintah harus dapat memastikan bahwa pembatasan BBM tersebut tidak menimbulkan dampak yang merugikan daya beli masyarakat kelas bawah. Jangan sampai masyarakat miskin semakin miskin, sebagai dampak dari pembatasan pembelian BBM bersubsidi ini," tegas Mulyanto.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi, mengatakan untuk langkah awal pembatasan Pertamina akan menjalankan mekanisme pembatasan BBM dengan beberapa langkah strategis. Mulai dari memanfaatkan teknologi informasi untuk memantau pembelian BBM bersubsidi di SPBU secara real-time.

"Pertamina sendiri kan sudah mengembangkan alert system yang dipantau langsung dari kantor pusat mereka, jadi setiap transaksi kepada kendaraan akan bisa termonitor langsung," ungkap Jodi kepada Tirto.

Selain itu, Jodi juga menyampaikan, Pertamina akan digitalisasi seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), untuk memastikan bahwa proses pembatasan BBM bersubsidi berjalan lancar dan efisien. Lewat digitalisasi ini, setiap pembelian dapat dicatat dan dianalisis, sehingga dapat mengurangi potensi penyalahgunaan subsidi.

"Jadi kata kuncinya adalah efisiensi," ujar Jodi.

Menteri BUMN tinjau Pasar Induk Beras Cipinang

Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) bersama Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo (kanan) dan Dirut Perum Bulog Budi Waseso (kiri) meninjau harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, Rabu (4/10/2023). ANTARA FOTO/Fauzan/Spt.

Baca juga artikel terkait BBM SUBSIDI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto