tirto.id - "Perkenalkan, saya agen resmi PayTren milik ustaz Yusuf Mansur. Apakah bapak berminat pakai PayTren dan berbisnis PayTren?"
Maruli (28) kaget saat pesan seperti di atas masuk ke fitur Direct Message Instagramnya. Pesan itu tidak begitu mengganggu, katanya, hanya saja ia kaget karena tak pernah ingat pernah pakai itu.
"Pernah dengar sih soal PayTren, tapi tidak berniat untuk mengulik juga. Karena lagi nggak ada kebutuhan untuk berbisnis, akhirnya saya diamkan saja," kata Maruli kepada Tirto, Senin (3/9/2018).
Apa yang dialami Maruli juga pernah menimpa saya. Bedanya yang menawari mencantumkan nama jelas, dan mengirim pesan lewat WhatsApp. Pesannya pun lebih panjang, bersifat persuasif dan disertai alasan-alasan. Tak cuma sekali, penawaran dari nomor yang sama muncul berkali-kali.
Pada 3 April 2018, pesan yang masuk diberi judul "kali ini saya akan jelaskan tentang Paytren". Pesan selanjutnya dikirim sehari setelahnya, dengan judul yang semuanya huruf kapital dan dipertebal: "INI NIH RUMUS SEDEKAH DI PAYTREN."
Nomor yang sama sempat mengirim video dengan besar file 10 Megabiyte dan 11 Megabyte.
Saya sempat membalas pesan itu dengan mengatakan tak tertarik dengan penawaran tersebut. Nomor yang mengatasnamakan Adi Wirasto mengatakan memperoleh kontak saya "dari database iklan." Meski telah meminta maaf, namun dua hari setelahnya nomor ini kembali memberikan penawaran.
Saya pun memblokir nomor tersebut karena pada akhirnya merasa terganggu.
PayTren adalah aplikasi yang bisa dimanfaatkan untuk pembayaran dalam jaringan, termasuk tagihan rutin, beli pulsa atau tiket transportasi umum.
Pengguna aplikasi ini disebut mitra, dan ini dibagi dalam dua kategori: mitra pengguna dan mitra bisnis. Mitra pengguna bisa pakai aplikasi gratis, dalam hal ini Paytren e-Money, tanpa perlu membayar lisensi, sementara mitra bisnis terdaftar dan harus membayar lisensi.
Mengadopsi Konsep MLM
PayTren mengadaptasi konsep serupa MLM (Multilevel Marketing). Para mitra bisnis bergerilya dengan mencari para mitra baru dengan beragam cara, termasuk yang ditunjukkan lewat contoh kasus di atas. Demikian pengakuan Putra, salah seorang mitra bisnis PayTren.
Menurutnya upaya menjaring mitra bisnis baru memang dilakukan lewat sosial media dan pesan instan. Agar berhasil, katanya, semua agen harus pintar-pintar membangun koneksi, entah lewat sapaan yang hangat atau iming-iming yang menarik.
Para mitra bisa merekrut siapa saja, tidak dibatasi oleh wilayah tertentu. Sebagai contoh, mitra yang tinggal di Bandung bisa saja merekrut orang baru yang tinggal di Jakarta. "Bisa ke siapa saja, ke keluarga sekalipun bisa." Makin banyak merekrut orang, bonus bakal semakin besar.
"Kalau kanan dan kiri sudah 100 (anggota, dalam MLM lazim disebut "downline"), maka Anda berhak menjadi star leader, serta mendapatkan satu buah smartphone," terang Putra.
Putra hanya menjabarkan sampai sana. Ia enggan merinci lebih lanjut strategi pemasaran PayTren, misalnya dari mana mereka memperoleh nomor atau nama akun yang bakal disasar jadi mittra. Putra mengatakan bahwa informasi tersebut hanya diperuntukkan bagi para anggota.
Strategi seperti ini ternyata tidak datang dari pusat, demikian pengakuan Yusuf Mansur. Menurutnya itu inisiatif para agen, dan karenanya bisa berbeda-beda.
"Sepertinya ide-ide dari bawah. Masih bisa ditolerir, asal tidak ganggu, sopan, dan perhatikan soal keeleganan serta waktu," katanya kepada Tirto.
Yusuf Mansur kemudian mengatakan kalau memang belum ada semacam pelatihan untuk para mitra. Bagian ini akan "diberesi", aku Yusuf. "Nanti diajarkan bagaimana cara [mengajak orang] yang baik dan elegan."
Yusuf Mansur mengaku kalau sejauh ini pengguna aplikasi PayTren sudah mencapai 4,7 juta orang. Dia berharap angka ini terus bertambah, dan pada akhir tahun bisa mencatatkan pengguna aktif sebanyak 10 juta.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino