Menuju konten utama
Liga Indonesia

Yang Terbaik & Terburuk Marquee Player Liga 1 2017

Tidak semua pesepakbola kelas dunia mampu menunjukkan kelasnya di Liga 1 2017. Ada yang pernah mapan di Eropa, tapi justru dianggap tak berdaya di Indonesia.

Yang Terbaik & Terburuk Marquee Player Liga 1 2017
Marquee Player Madura United di Liga 1 2017, Peter Odemwingie, saat masih memperkuat Stoke City di Premier League. AFP/Getty Images/Paul Ellis

tirto.id - Didier Zokora yang kini berbalut jersey Semen Padang dinilai bukan lagi sosok gelandang tangguh yang dulu menjadi tulang punggung Tottenham Hotspur di Premier League Inggris maupun Sevilla di La Liga Spanyol. Pengalaman pertamanya di Liga 1 Indonesia 2017 berlangsung kurang mulus. Sang marquee player pun akhirnya terdepak dari skuad Kabau Sirah.

Mantan gelandang tim nasional Pantai Gading itu menjadi salah satu dari belasan pemain berlabel marquee player yang turut meramaikan Liga Indonesia musim ini. Selain Zokora, ada pula Michael Essien, Peter Odemwingie, Mohamed “Momo” Sissoko, Shane Smeltz, Juan Pablo Pino, serta sejumlah pesepakbola impor lainnya yang ternyata kurang familiar kendati diklaim sebagai marquee player.

Nama Besar Bukan Jaminan

Pamor Didier Zokora pernah melonjak di persepakbolaan Eropa, terutama saat membela klub mapan Liga Inggris, Tottenham Hotspur. Zokora yang diboyong dari Saint-Etienne (Prancis) dengan mahar sebesar 12,4 juta euro atau hampir 200 miliar rupiah pada 2005/2006 langsung mendapat tempat utama dalam tiga musim beruntun sebelum hijrah ke La Liga Spanyol bersama Sevilla.

Zokora memang bukan tipe gelandang pencetak gol macam Frank Lampard, Steven Gerrard, atau Radja Nainggolan. Bahkan, di sepanjang karier profesionalnya, baik di level klub atau tim nasional selama lebih dari 12 tahun, ia baru mengoleksi sebiji gol saja, yakni saat Pantai Gading mengalahkan Bostwana 4-0 dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2010 Zona Afrika pada 22 Juni 2008 silam.

Baca Juga:

Kendati begitu, andil Zokora di timnas maupun bagi Spurs atau Sevilla sangat krusial. Buktinya, ia masih memegang rekor sebagai pemain dengan penampilan terbanyak di Pantai Gading dengan 123 caps, melampaui nama-nama paten lainnya termasuk Didier Drogba (104 caps) atau Toure bersaudara, Kolo (119 caps) dan Yaya (100 caps).

Peran Zokora saat itu sebenarnya persis seperti apa yang selama ini dilakoni oleh Javier Mascherano di Barcelona: minim gol tapi nyaris tak tergantikan. Hanya saja, sumbangsih semacam itu barangkali tidak terlalu bernilai bagi klub-klub Indonesia, termasuk klub terbaru Zokora, Semen Padang.

Gol atau setidaknya assist masih menjadi ukuran utama untuk menilai kontribusi pemain bintang, apalagi marquee player macam Zokora. Dari 11 laga yang dijalaninya bersama Semen Padang selama putaran pertama Liga 1 2017, sama sekali tak ada gol atau assist yang diciptakannya.

Baca Juga:

Jika jumlah gol dan assist dijadikan sebagai tolok ukur, Zokora memang paling payah. Ia bahkan kalah dari gelandang marquee player lain yang sejatinya nyaris tak dikenal di kancah internasional, sebutlah Nick van der Velden (Bali United), Tijani Belaid (Sriwijaya FC), Anmar Almubaraki (Persiba Balikpapan), Douglas Packer (Barito Putera), Jose Coelho (Persela Lamongan), atau Juan Pablo Pino (Arema FC), untuk urusan gol maupun assist.

Bisa jadi, inilah akhir karier dari Didier Zokora, gelandang kelas wahid yang pernah tampil di tiga edisi Piala Dunia, turut membawa Pantai Gading dua kali menembus final Piala Afrika, serta sempat sangat diandalkan Tottenham Hotspur dan Sevilla. Nasib Zokora di Semen Padang kurang lebih hampir serupa dengan apa yang dialami eks bomber West Ham United, Carlton Cole, yang juga baru saja diputus kontrak oleh Persib Bandung.

Musim Terbaik Odemwingie

Berbanding terbalik dengan Zokora, Peter Odemwingie yang sama-sama telah berumur 36 tahun justru seolah menemukan jatidirinya di Liga Indonesia. Striker Nigeria yang pernah lama merumput di Premier League ini bahkan menjadi top skor sementara Liga 1 2017 hingga putaran pertama usai. Sebanyak 13 gol dari 17 pertandingan telah dibuatnya untuk Madura United.

Terlepas dari perbedaan level kompetisi di Eropa dengan Indonesia, torehan Odemwingie bareng Madura United sejauh ini merupakan musim terbaik baginya. Sepanjang berkiprah di industri sepakbola, pencapaian maksimalnya adalah ketika menyumbangkan 15 gol untuk West Brom Albion (WBA) di Premier League musim 2010/2011. Namun, 15 gol itu dibukukan dalam 32 laga.

Bergabung dengan Madura United seolah memberikan energi baru bagi Odemwingie. Penyandang 63 caps bersama tim nasional Nigeria, termasuk di putaran final Piala Dunia 2010 dan 2014 serta Piala Afrika 2004 dan 2006, ini seakan-akan mengalami kebangkitan justru di usia yang sudah tidak muda lagi, terlebih di Liga Indonesia.

Bagaimana tidak? Setelah dilepas WBA pada musim 2013/2014, Odemwingie hanya mampu mencetak 9 gol di kompetisi domestik bersama 4 klub dalam 4 musim sebelum bergabung dengan Madura United.

Baca Juga:

Di Premier League 2013/2014, cuma 1 gol yang bisa diberikan Odemwingie untuk Cardiff City. Setelah pindah ke Stoke City, ia mencetak 6 gol, namun dalam 27 laga selama 2,5 musim. Bahkan, sejak 19 Maret 2016, Odemwingie paceklik gol hingga akhirnya Madura United terbilang sukses membangkitkannya di usia karier yang sebetulnya sudah menjelang masa senja.

Infografik Rapor Marquee Player Liga 1

Cemerlangnya Marquee Player Abal-abal

Dari belasan pemain yang diklaim sebagai marquee player Liga 1 Indonesia 2017, hanya ada segelintir nama yang layak mengemban predikat itu sesuai syarat yang ditetapkan oleh PSSI, kendati dalam penerapannya ternyata penuh dengan toleransi. Didier Zokora dan Peter Odemwingie tentu saja masuk dalam kategori marquee player tersebut.

Selain dua Afrika jebolan Premier League itu, masih ada nama Michael Essien (Ghana, eks Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan) di Persib Bandung, Mohamed Sissoko (Mali, eks Juventus, PSG, dan Liverpool) di Mitra Kukar, serta Shane Smeltz (striker Selandia Baru di Piala Dunia 2010) di Borneo FC. Rapor ketiganya sepanjang putaran pertama terbilang lumayan meskipun belum bisa disebut spesial.

Selebihnya adalah pemain yang rasa-rasanya kurang layak mendapatkan label marquee player. Ketentuan awal PSSI terkait kategori marquee player adalah pesepakbola yang memperkuat negaranya di putaran final Piala Dunia, atau bermain di kompetisi domestik mayor Eropa (liga utama Inggris, Spanyol, Jerman, Italia, Prancis, Belanda, Portugal, atau Turki) dalam 8 tahun terakhir.

Baca Juga:

Sedikit pengecualian barangkali berlaku untuk Juan Pablo Pino. Marquee player Arema FC ini pernah cukup lama memperkuat AS Monaco (Perancis) dan Galatasaray (Turki), sempat membela Olympiacos (Yunani), serta punya 6 caps di tim nasional Kolombia meskipun hanya tampil di Kualifikasi Piala Dunia 2010.

Portofolio Juan Pablo Pino yang cukup mentereng itu rupanya tidak sesuai ekspektasi yang diharapkan tim Singo Edan maupun Aremania. Dari 10 laga di putaran pertama Liga 1 Indonesia 2017, ia hanya menyumbangkan 1 assist dan justru kerap dicadangkan karena dinilai kurang berkontribusi untuk Arema.

Pino bahkan kalah cemerlang jika dibandingkan dengan performa beberapa marquee player abal-abal yang jauh di bawah standar dari ketentuan PSSI. Contohnya adalah Bruno Lopes yang disebut-sebut sebagai marquee player-nya Persija Jakarta.

Penyerang asal Brasil ini belum pernah merumput di liga-liga Eropa seperti ketentuan PSSI, bahkan nihil caps di tim nasional. Namun, ia telah mencetak 5 gol dan menyumbangkan 1 assist untuk tim Macan Kemayoran selama putaran pertama Liga 1 2017.

Torehan yang sama persis juga dicatatkan oleh Elio Martins bersama PS TNI. Ia memang beberapa kali memperkuat klub Liga Utama Portugal, tapi tetap belum cukup untuk menjadi marquee player sesuai ketentuan dari PSSI. Begitu pula jajaran “marquee player” lainnya di liga kasta tertinggi tanah air yang lebih cemerlang ketimbang Pino, bahkan Essien.

Dengan begini, sepakbola Indonesia serasa mengandung anomali. Mereka yang pernah punya nama besar belum tentu sanggup menunjukkan kelasnya sebagai pesepakbola level dunia. Sebaliknya, pemain yang sebetulnya kurang layak dikategorikan sebagai marquee player justru tampil lebih gemilang dan berpeluang bertahan lebih lama di carut-marutnya rumput persepakbolaan nasional.

Baca juga artikel terkait MARQUEE PLAYER atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Iswara N Raditya