Menuju konten utama

Tiga Kandidat Pemain Terbaik Afrika yang Mengubah Leicester

Riyad Mahrez, Islam Slimani, dan Ahmed Musa akan bersaing dengan 27 pemain lainnya dalam merebut gelar Pemain Terbaik Afrika 2016. Masuk jajaran pemain paling memukau dari Afrika, ketiga pilar lini serang Leicester City ini pun diyakini bakal memberi andil besar di skuad Claudio Raineri.

Tiga Kandidat Pemain Terbaik Afrika yang Mengubah Leicester
Riyad Mahrez, salah satu dari tiga punggawa Leicester City yang masuk nominasi Pemain Terbaik Afrika 2016. Dua pemain lainnya adalah Islam Slimani dan Ahmed Musa. [foto/antaranews]

tirto.id - Ada lima pesepakbola Afrika yang menghuni skuat juara bertahan Premier League, Leicester City: Riyad Mahrez, Islam Slimani, Ahmed Musa, Daniel Amartey, dan Jeffrey Schlupp. Dari kelimanya, tiga nama terdepan bahkan masuk dalam nominasi calon Pemain Terbaik Afrika 2016, yakni duo Aljazair, Mahrez dan Slimani, serta Musa asli Nigeria.

Tiga singa penghuni lini depan Tim Rubah itu akan bersaing dengan 27 pemain lainnya untuk berebut gelar pesepakbola terbaik Benua Hitam tahun ini. Edisi lalu, predikat itu diraih Pierre-Emerick Aubameyang. Pemain yang membela tim nasional Gabon itu sukses menghentikan dominasi Yaya Toure yang memenangi gelar tersebut dalam empat tahun sebelumnya secara berturut-turut.

Lantas, apakah trio Leicester City itu pantas masuk bursa Pemain Terbaik Afrika tahun ini?

Riyad Mahrez tentu saja layak. Penampilan Mahrez sangatlah luar biasa pada musim lalu. Ia menjadi salah satu alasan mengapa skuad Claudio Ranieri mampu meraih trofi kampiun Primer League 2015/2016.

Adapun Islam Slimani dan Ahmed Musa adalah orang baru di King Power Stadium. Keduanya memecahkan transfer pemain termahal klub secara beruntun. The Fox merogoh kocek hingga 19,5 juta euro untuk memboyong Musa dari CSKA Moskow (Rusia) pada 8 Juni 2016. Di akhir bulan, Slimani disusulkan dengan mahar 30 juta euro dari klub Portugal, Sporting Lisbon.

Riyad Mahrez Jaminan Sukses

Orang Aljazair yang lahir di Prancis ini nyaris tak dikenal sebelum tampil mengejutkan di Inggris musim lalu. Mengawali karier sepakbolanya bersama Quimper FC yang berkiprah di kompetisi CFA (Championnat de France Amateur) Prancis, ia tampil dalam 27 laga dan mencetak 1 gol di musim 2009/2010.

Musim berikutnya, Mahrez digaet Le Havre II yang juga berkompetisi di liga amatir yang sama. Dalam 3 musim, ia membuahkan 24 gol dari 60 penampilan. Aksinya ini pun membuatnya dipromosikan ke skuad utama Le Havre. Ia dimainkan dalam 67 pertandingan Ligue2 dengan koleksi 10 gol.

Mahrez datang ke Inggris saat Leicester City masih berkutat di liga kasta kedua Championship musim 2013/2014. Dengan tebusan 500.000 euro, winger kelahiran 21 Februari 1991 ini langsung membawa The Fox naik kasta. Ia tampil 19 kali meski hanya membukukan 3 gol.

Musim 2014/2015 menjadi pengalaman pertama bagi Mahrez merasakan kompetisi paling gemerlap sedunia, Premier League. Kendati Leicester City hanya finish di peringkat 14, namun Mahrez sudah menempati posisi reguler dengan total tampil di 32 laga dan mencetak 5 gol, termasuk 2 penampilan dan 1 gol di Piala Liga Inggris.

Nama Mahrez semakin melambung di musim 2015/2016 yang pada akhirnya menjadi puncak kejayaan Leicester City. Bersama Jaime Vardy, Shinji Okazaki, juga Jose Leonardo Ulloa, Mahrez melengkapi taring Si Rubah yang tampil meyakinkan dan merengkuh gelar jawara.

17 gol Mahrez yang beroperasi dari sektor sayap serang membuatnya masuk dalam jajaran 5 besar top skor Premier League bersama 4 pemain yang memang bertugas sebagai goal getter, yakni Harry Kane, Sergio Aguero, Jamie Vardy, dan Romelu Lukaku.

Itulah yang membuat Mahrez diganjar penghargaan The Professional Footballers' Association Players' 2016. Ini penghargaan pemain terbaik versi pilihan para pemain profesional yang bermain di divisi terasa sepak bola Inggris. Nama seperti Cristiano Ronaldo, Luis Suarez, Wayne Rooney hingga Gareth Bale pernah menerima penghargaan prestisius ini.

Di level tim nasional, Mahrez memilih membela Aljazair meskipun lahir di Prancis. Ia mencatatkan 25 caps dan 6 gol sejauh ini selama memperkuat negara yang terletak di bagian utara Afrika itu sejak 2014 lalu.

Infografik Pemain Terbaik Afrika di Leicester City

Duo Termahal Klub: Islam Slimani & Ahmed Musa

Kehilangan N’golo Kante yang dibajak Chelsea, Leicester City gagal mendapatkan gelandang baru yang sepadan. Islam Slimani dan Ahmed Musa pun dihadirkan sebagai gantinya meskipun beda wilayah bermain dengan Kante.

Kendati tetap menyisakan lubang di sektor tengah, kedatangan duo Afrika itu tentunya melengkapi lini serang The Fox. Apalagi, Vardy, sang bomber, akhirnya tetap bertahan. Jadilah barisan pemain depan Tim Rubah tambah sumringah karena ada Vardy, Mahrez, Okazaki, Ulloa, Slimani, dan Musa, plus Schlupp yang setia menanti di bangku cadangan.

Hingga pekan ke-10 Premier League musim ini, Leicester City sudah membukukan 12 gol. Vardy, Slimani, dan Musa masing-masing menyumbangkan 2 gol, ditambah 2 gol lagi dari Mahrez dan Okazaki, sementara 3 gol lainnya datang dari sektor lain, yakni Demarai Gray (gelandang), serta duet bek tengah Wes Morgan dan Christian Fuchs, ditambah 1 gol bunuh diri pemain lawan.

Harapan terbesar tentunya dibebankan kepada Slimani. Bagi klub seperti Leicester City, uang 30 juta euro bukanlah jumlah yang kecil, dan pastinya bukan tanpa alasan sang bos dari Thailand, Vichai Srivaddhanaprabha, berani menggelontorkan duit sebanyak itu.

Selama memperkuat Sporting Lisbon di Primeira Liga Portugal sejak 2013/2014 hingga awal musim ini, aksi Slimani memang cukup menjanjikan. Total golnya pun lebih dari separuh dari jumlah laga yang dijalaninya bersama klub profesional pertama Cristiano Ronaldo itu: 57 gol dalam 109 pertandingan.

Sebelum ke Portugal, Slimani juga tampil oke di CR Belouizdad, klub dari tanah kelahirannya. Selama 4 musim, striker berusia 28 tahun ini mencetak 43 gol dari 122 laga. Sementara untuk timnas, 24 gol telah dipersembahkannya dari 45 caps bersama Aljazair.

Ahmed Musa yang diboyong ke Leicester lebih dulu dari Slimani pun tidak kalah mentereng jejak rekamnya. Selama 5 musim membela CSKA Moskow di Russian Premier League, pemuda Nigeria ini telah membukukan 54 gol dalam 164 penampilan.

Di usia yang masih sangat belia, Musa telah merasakan persaingan keras di Eredivisie Belanda sebelum pindah ke negeri tirai besi. Ia memperkuat VVV-Venlo sejak usia 18 tahun dengan tampil di 42 laga dengan 10 gol dalam dua musim, yakni 2010/2011 dan 2011/2012.

Untuk negaranya, Musa masuk skuad Elang Super juga sejak remaja. Hingga saat ini di usia 24 tahun, ia sudah mengemas 60 caps dan mencetak 11 gol bagi tim nasional Nigeria yang rasa-rasanya masih akan cukup lama membutuhkan tenaganya.

Cara Bermain dengan Trio Afrika

Ranieri, manajer Leicester, tidak serta merta mempercayakan lini serang mereka sepenuhnya diisi oleh trio Afrika itu. Tapi pria Italia ini tahu kalau dua Afrika yang baru ia rekrut, Slimani dan Musa, dapat memberi efek yang lain bagi Leicester.

Berbeda dengan Vardy, Islam Slimani adalah tipe pemain target-man yang tidak mengandalkan kecepatan sebagaimana Vardy. Jika Leicester masih ingin bermain mengandalkan serangan balik, Ranieri tentu masih akan mengandalkan Vardy.

Akan tetapi jika butuh cara menyerang berbeda, maka Slimani bisa menjadi opsi. Kelebihan utama Slimani adalah posturnya yang tinggi dan kokoh. Ia sanggup berduel bola udara, juga dapat diandalkan menahan bola yang dibutuhkan untuk membuka pertahanan lawan sembari menunggu rekan-rekannya naik menyerbu pertahanan lawan.

Sedangkan Ahmed Musa punya kecepatan dan olah bola yang bisa diandalkan untuk mengimbangi kegemilangan Mahrez di sisi kanan. Musa punya kaki kiri yang liat dalam menguasai dan menggiring bola. Dalam penampilannya yang prima, Musa dan Mahrez bisa membuat serangan sayap Leicester sangat kuat dari kedua sisi.

Musa hampir pasti, dan sudah terbukti, menyingkirkan Marc Albrighton sebagai penguasa sisi kiri penyerangan Leicester. Dua gol yang dicetak Musa secara berturut-turut dua pekan terakhir, ke gawang Crystal Palace dan Tottenham Hotspurs, menjadi bukti bahwa Musa memang bisa diandalkan.

Ketiganya pernah bermain bersama sejak menit pertama saat Leicester mengalahkan Crystal Palace dua pekan lalu dengan skor telak 3-1. Ditambah Okazaki sebagai penyerang kedua (second striker), trio Afrika itu berhasil menghadirkan dimensi permainan yang berbeda bagi Leicester.

Mereka membuat cara menyerang The Fox menjadi dinamis. Ketiganya, plus Okazaki, rajin bergerak, saling membuka ruang, saling bertukar posisi. Sungguh enak menyaksikan ketiganya bermain. Sekaligus memperlihatkan Leicester yang lain, yang berbeda dengan cara main pasukan Ranieri yang musim lalu begitu mematikan melalui serangan balik.

Tidak ada keraguan bahwa serangan balik masih menjadi opsi utama bagi Ranieri. Gol ke gawang Tottenham Hotspurs akhir pekan lalu memperlihatkan serangan balik Tim Rubah ini masih sangat mematikan dan berbahaya. Hanya saja, cara menyerang seperti itu sudah banyak diketahui lawan-lawannya. Cara menyerang dengan umpan panjang, yang akan dikejar oleh Vardy (dan Mahrez) sudah bukan menjadi senjata rahasia, melainkan sudah dihafal oleh tim-tim lain.

Di titik itulah, kala ingin tampil mengejutkan, dengan cara menyerang yang lain, trio Afrika ini bisa diandalkan oleh Claudio Ranieri.

Baca juga artikel terkait LEICESTER CITY atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS