tirto.id - Saya tak akan bisa lupa momen ketika tirai raksasa di Dynamic Stage, Synchronize Festival 2023, dibuka. Ada drum yang dijejer, dua tingkat. Layar besar di belakang, kanan, dan kiri panggung, menampilkan visual yang bagai darah warnanya merah. Tiga orang dari Kelompok Penerbang Roket sudah siap di atas panggung, dan langsung saja memainkan “Setan Tertawa”.
Malam itu, tak hanya setan yang tertawa. Penonton juga.
Menurut saya, di luar terlalu banyak kolaborator yang bikin capai dan jenuh banyak penonton, penampilan dengan tajuk 50 Tahun God Bless itu jadi salah satu yang paling berkesan selama Synchronize Festival 2023 yang berlangsung 1-3 September ini. Penampilan ini, secara keseluruhan, sukses merepresentasikan kebesaran God Bless sebagai megabintang rock yang berkiprah lima dekade, konsisten di jalurnya, menginspirasi banyak musisi baru, dan mengalami masa bakti enam presiden –dan kemungkinan akan jadi tujuh, mengingat tahun depan pemilu dan para opa God Bless terlihat masih segar dan rutin manggung. Semua serba gigantis, meriah, dan mencolok mata serta kuping.
Penampilan berkesan lain bagi saya adalah Lips!! yang sukses berat menghajar kuping di Gigs Stage. Small is beautiful, kata orang. Dan malam itu, di hari kedua, tak lama setelah menonton konser skala gigantis, saya dan banyak penonton di Gigs Stage kembali disadarkan keindahan menonton punk rock di ruang yang kecil lagi penuh sesak.
Para penonton tentu saja berlaku seperti orang-orang yang ditakuti Parents Music Resource Center. Satu dua copet mungkin menyaru dan menggarong ponsel penonton yang berdesakan. Seorang penonton perempuan memakai kostum pisang (!) seperti tak kenal lelah dan bahagianya seperti berlipat ganda ketika diangkat ke udara.
Dan Lips!!, ugh, energi mereka terasa seperti mobil Panther yang tangkinya baru saja dipenuhi solar oktan paling tinggi. Dengan rig sederhana, kuartet angsty punk rock ini mengacak-acak Gigs Stage dengan cepat, efektif, dan tanpa ampun. Ganas dan brutal!
Saya menunggu mereka main di panggung yang lebih besar tapi tetap intim. XYZ tahun depan, mungkin?
Synchronize tahun ini, lagi-lagi, meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Festival ini menampilkan ramuan terbaik musisi antar generasi dan lintas genre. Dengan cakupan yang luas itu, wajar kalau Synchronize selalu dinanti tiap tahun. Begitu pula oleh awak Tirto.id yang sejak tahun lalu bersenang-senang di sini.
Seperti biasa, setelah festival selesai, obrolannya tak langsung ikut berhenti. Kami bisa berbual-bual hingga sebulan ke depan, soal siapa band yang paling berkesan, lagu apa yang asoy, dan band mana yang kira-kira bakal lebih moncer lagi kariernya setelah manggung di Gigs Stage.
Jadi, ini rekap dari awak Tirto.id yang meliput Synchronize Festival 2023 selama tiga hari berturut-turut.
Nuran Wibisono, Editor Mild Report
Selain God Bless dan Lips!!, yang berkesan buat saya adalah:
Primitive Monkey Noose: Saya menonton mereka di Gigs Stage. Hari masih panas, dan Gigs Stage belum ramai. Tiba-tiba mereka langsung menghentak. Wuih, ini tandingan setara bagi Celtic punk. Ini Borneo punk! Panting jadi instrumen penting dalam musik mereka, sekaligus jadi pembeda. Dengan lirik berbahasa Banjar, menarik menantikan kiprah mereka sebagai band yang menulis lirik dalam Bahasa Ibu –seperti Lorjhu’, Theory of Discoustic, dan banyak band lain.
Iwan Fals dan Sawung Jabo: Tidak bisa tidak, kehadiran dua legenda di satu panggung ini wajib tonton. Selain frekuensi manggung bersama yang jarang sekali terjadi, saya juga penasaran menyaksikan kolaborasi maut yang menghasilkan “Hio”, “Bongkar”, “Bento”, dan tentu saja “Kesaksian”. Dan ekspektasi saya terpenuhi. “Kesaksian” memang magis.
Jamie Aditya: Akhirnya bisa menonton Jamie secara langsung. Perdana. Seperti yang saya bayangkan, menonton Jamie adalah sebuah paket lengkap yang terdiri dari musik chill dan soulful, kualitas olah vokal yang meliuk, dan stage presence Jamie yang brilian. Bonus, ketemu dengan Jamie ketika menonton Soneta, dan kami berbincang sebentar tentang sang Aki, Achdiat Karta Mihardja.
Vox: Setelah menunggu 11 tahun, akhirnya menonton mereka lagi! Saya sampai memilih menginap di kawasan Kemayoran, agar tak kesiangan. Maklum, panggung mereka dimulai pukul 14.00, waktu yang saya rasa agak kurang pas bagi Vox yang ditunggu lumayan banyak orang. Tapi ya sudahlah, bikin rundown memang bikin puyeng. Mas-mas Surabaya ini sudah jadi om-om Jakarta yang makin memukau dan berkilau, tanpa meninggalkan gojekan bapak-bapak yang biasa terdengar di Wonocolo, Lidah Wetan, Klampis, sampai Benowo. Chemistry mereka sama sekali tak berkurang, malah makin paten berkat tambahan tenaga di departemen gitar: Wahyu Sudiro.
Klakustik: Sore hari, dengar KLa dalam format akustik, melihat Katon Bagaskara muncul dengan cerutu yang jadi signaturenya, dan bonus menemani kawan Fifa Chazali memburu foto bareng Adi seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta pertama kali. Mungkin salah satu highlight penting di hari kedua.
Bimbo dan Yanti Bersaudara: Ini salah satu bagian terpenting dari Synchronize Festival 2023. Mereka bermusik nyaris seusia Republik, dan malam itu, di hari ketiga, mereka membuktikan bahwa kualitas vokal itu sesuatu yang bisa dirawat. Mereka masih terdengar merdu, koor terdengar begitu padu dan saling mengisi. Panggung yang disulap jadi ruang tamu –lengkap dengan pigura foto– bikin suasana jadi terasa lebih intim.
Irfan Satryo Wicaksono, Manajer Media Sosial
Iwan Fals dan Sawung Jabo: Ini sudah pasti. Mendengar Bhang Iwan dan Sawung Jabo ini menggetarkan, bang. Apalagi pas mereka bawain "Kesaksian". Aduuuh.
KLakustik: Buat aku, penampilan KLa Project itu adalah tentang sastra tinggi dan cerutu. Menikmati patah hati dengan gaya. Lagu Yogyakarta" ngga pernah bikin bosan meski dimainin sejuta kali. Makin membius. Bikin kangen disakiti.
Andhika Krisnuwardhana, Videografer
Thee Marloes: Waktu itu enak banget sih, kerasa pas. Sore-sore, pas matahari sudah jinak, Thee Marloes naik panggung. Jadi sore diajak goyang santai, dibarengi alunan lembut musik mereka.
Primitive Monkey Nooze: Gokil! C(alimantan)eltic Punk yang banjonya diganti panting. Bikin musik mereka jadi terdengar unik.
God Bless: Buset, napas rocker veteran ini kuat banget. Napasnya gak abis-abis. Musik mereka tetap sama kayak di kaset.
Babaloman: Orkes gila iniii. Segala buto ijo, kuntilanak, sama pocong ikut ke atas Panggung Getar pas mereka main. Bikin bukan cuma pinggang yang goyang, hati juga bergetar!
Fifa Chazali, Cross Functional Manager
Trio Macan: Apik, atraktif, centil, dan menguasai panggung. Wardrobenya sparkly, make-upnya juga on banget kaya biasa keliatan ampe belakang, haha. Meski mereka full koreografi gitu, pas ada penonton yang komen usil, langsung lho dikonfrontasi ama vokalisnya supaya jangan iseng. Cool abis. Mereka itu cewek-cewek serba bisa. Bisa joget ampe kayang dan penuh harga diri. Love banget!
Gentle Tuesday: Aku suka set playlist dari mereka. Seneng banget ngeliat spot record market dipenuhi penonton yang cuma pengen goyang chill sambil melepas penat dan ampas adulting.
4 Sehat 5 Nambah: Ini kan orkes lintas generasi ya, terhibur banget karena performernya rame, sangat interaktif ama penonton. Orkes adalah suara rakyat. Aku liat sampe petugas kebersihan di Sinkro juga berhenti nyapu dan ikutan joget dulu. Besok memang hari Senin, tapi Minggu malem ini jogetin aja dulu semua masalah idup. Hahahaha.
Morfem: Ini pertama kalinya gua nonton mereka sendirian dan paling depan. Morfem selalu padat penggemar yang moshing dengan antusias, rusuh bahkan. Di sana gua kenalan ama sepasang anak muda dari Pamulang dan kami saling jaga. Pala gua emang berkali-kali kena tendang orang rese, tapi malem itu gua pulang dangan dua teman baru yang masih kontak sampe sekarang. Love!
Lorjhu: Penampilannya sangat powerful dan aku enjoy dengan musikalitasnya. Mengisi sore gua dengan indah dan gua hepi.
SonetaXDipha Barus: Gile suara haji Oma sama kayak suara rekaman. Penuh nasehat tentang menyayangi bunda dan azab. Sambil joged sambil refleksy diri, hahahaha.
Honorable mention: Klakustik (IYALAH LEGEND), Dewi Persik, Deddy Dhukun & Mus mujiono, Lipss!!!, Batavia Madrigal Singers.
Rina Nurjanah, Community & Expert Manager
The SIGIT: Aku selalu suka mereka sih. Musik mereka itu yang selalu nemenin pas aku lagi dalam keadaan struggling. Jadi pas nonton mereka, ada perasaan senang. Sound mereka juga bagus banget!
Zulkifli Songyanan, Penulis Mild Report
Bimbo: Buat aing, mereka yang paling berkesan sih. Semuanya masih prima nyanyinya. Apalagi kami sempat wawancara, walau waktu itu gak jadi di ruang wartawan wawancaranya. Aing juga sempat nanya beberapa hal terkait wawancara Bimbo di zaman Aktuil dulu. Gokil lah.
Fariz RM: Konsep vintage yang disodorkan tim artistik untuk pertunjukan “Selangkah ke Seberang: Dekade Fariz RM ’79-‘89” di Distric Stage itu benar-benar bikin jiwa raga terpuaskan. Sekalipun saya sempat terkecoh.
Selain menghadirkan Candra Darusman, kehadiran Neno Warisman di akhir pertunjukan juga patut digarisbawahi. Panggung ini seolah mengembalikan Neno kepada khittahnya: penyanyi jempolan yang patut kita beri hormat, lebih-lebih paska ontran-ontran Pilpres dan merebaknya politik identitas 6 tahun lalu.
Mesin Waktu 2.0: Teman-Teman Menyanyikan Lagu Naif: Artistik panggungnya yang terkesan kolosal gak ada lawan. Ada 11 pengisi tampil di panggung yang sama, dengan mengusung konsep visual masing-masing, dan semuanya terpenuhi. Flow transisi dari satu pengisi ke pengisi lain terasa smooth dan sedap dipandang. Tabik buat semua pihak yang terlibat dalam produksi pertunjukan ini.
Editor: Irfan Teguh Pribadi