tirto.id -
Lalu muncul reaksi penolakan dari aliansi pengemudi transportasi online mengenai aplikator transportasi online yang akan diubah menjadi perusahaan transportasi. Sementara itu, ada masukan dari aliansi maupun masyarakat umum agar dibentuk aplikasi online pelat merah milik negara.
Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono menilai bahwa ide pengadaan aplikasi online pelat merah itu kurang tepat, jika dibentuk langsung oleh Kementerian Perhubungan sebagai regulator.
"Fungsi BUMN sebagai stabilitator dari perekonomian, kalau terjadi kartelisasi boleh, kalau tidak, enggak perlu," ujar Bambang di Jakarta pada Senin (17/9/2018).
Bambang mengatakan sebenarnya keberadaan aplikasi online saat ini sudah cukup sehat persaingannya, tidak ada monopoli. "Online itu mereka tidak monopoli, terdiri dari beberapa perusahaan dan saling bersaing, sehingga tarif yang diinginkan masyakat jadi sesuai," ujar Bambang.
Pemerintah cukup mengatur dengan regulasi yang jelas disertai kewajiban pemberian asuransi kepada para pengemudi dan pengguna oleh perusahaan aplikasi.
"Pemerintah segera keluarkan regulasinya agar payung hukumnya ada, dengan aturan tertentu, mereka butuh back up asuransi," ujar Bambang.
Menggandeng Telkom sebagai perusahaan BUMN yang memungkinkan menangani aplikasi online pelat merah, menurut Bambang, dapat mengganggu fokus bisnis dan kinerja Telkom. Bambang menyebut fungsi perusahaan BUMN adalah stabilisator perekonomian, sehingga ia menekankan intervensi persaingan usaha perlu dilakukan muncul praktik kartelisasi.
"Mereka punya core bisnis sendiri dan mereka masih perlu pembenahan, nanti jadi enggak fokus dan dapat hancur semua. Mereka belum bisa meningkatkan kinerjanya, ini yang perlu difokuskan," jelasnya.
Bambang mengkhawatirkan dengan pemerintah melakukan intervensi melalui perusahaan BUMN untuk pengadaan aplikasi transportasi berbasis online berpelat merah, akan muncul antipati tertentu terhadap pemerintah. "Kecuali transportasi yang swasta tidak bisa dan sulit diadakan, kayak pesawat dan kapal," ujar Bambang.
Pengamat transportasi, Danang Parikesit menilai aplikasi transportasi online berplat merah bisa saja diadakan. Sebab, aplikasi itu sebenarnya adalah platform reservasi dan transaksi yang tergantung pada minat driver dan konsumen untuk merespon atau menggunakannya.
"Kalau lebih user friendly dan lebih kompetitif dari sisi bagi hasil dengan driver pasti akan dimudahkan. Kecuali kalau sistem aplikasi ini sifatnya regulated atau mandatory use. Tapi sejauh ini penggunaan aplikasi kan sifatnya voluntary," ujar Danang kepada awak media pada Senin (18/9/2018).
Danang mengatakan nantinya persaingan usaha yang sehat dapat terjadi antara aplikator swasta dan plat merah, selama menggunakan prinsip kebebasan memilih. Masyarakat dan pengemudi akan menggunakan yang paling friendly untuk mereka.
"Persoalan terbesar dengan aplikasi adalah apakah mereka [aplikator] ikut memiliki tanggung jawab [liability] atas pelayanan yang diberikan driver serta perlindungan bagi konsumen," ujar Danang.
Danang berpendapat bahwa sebelum pemerintah mengadakan aplikasi online pelat merah, seharusnya fokus untuk menentukan standarisasi operasional untuk aplikator. Kemudian, aplikator harus mematuhinya.
"Sisanya, let the operators do the business. Hal lain yang jadi tugas pemerintah memang memastikan liability penyedia platform dan memberi perlindungan konsumen," ujar Danang.
Lebih lanjut, Danang mengatakan bahwa apabila pemerintah serius untuk merealisasikan ide aplikasi online berpelat merah, maka yang memungkinkan adalah ide itu digarap oleh BUMN atau anak usaha BUMN tersebut. "Pemerintah hanya meng-endorse," ujar Danang.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri