tirto.id - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Grab Indonesia kembali menunjukkan komitmen untuk mengawal pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Teranyar, kedua institusi yang kerap menjalin kerja sama itu menggagas program Virtual Bootcamp “Saatnya Kita Menghapus Kekerasan Seksual”.
“Sejak 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan meningkat hampir 800%. Ironisnya, perangkat hukum yang ada masih sangat terbatas dan tidak memberikan perlindungan terhadap korban. Program Virtual Bootcamp ini digelar demi meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap pentingnya pengesahan RUU PKS,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yetriyani.
Sepanjang Juli-Desember 2021, Virtual Bootcamp “Saatnya Kita Menghapus Kekerasan Seksual” akan dilangsungkan saban bulan pada hari Jumat minggu pertama. Sejumlah nama yang diundang untuk menjadi narasumber dalam gelaran tersebut antara lain Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Anggota DPR RI F-PDIP Diah Pitaloka, serta Koordinator Seknas Gusdurian Alissa Wahid.
Kegiatan ini juga mengundang narasumber lain dari lembaga negara seperti Kementrian PPPA, Kementrian Ketenagakerjaan RI, serta organisasi masyarakat sipil dan institusi pendidikan yang punya kepedulian terhadap isu kekerasan seksual, antara lain Pengurus Besar Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (PB Kopri), BEM UGM, Ikatan Bidan Indonesia Brebes (IBI) Brebes, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, serta Departemen Ilmu Komunikasi UGM.
“Isu kekerasan seksual dan proses pembahasan RUU PKS di parlemen itu perlu pembahasan komprehensif dan simultan agar publik paham urgensinya. Dalam situasi pandemi, satu-satunya cara yang memungkinkan agenda ini berlangsung adalah lewat kegiatan daring,” papar Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veryanto Sitohang.
Pada 2020 DPR mencabut RUU PKS dari daftar prolegnas prioritas dengan alasan yang memancing reaksi publik: pembahasannya sulit. Tahun ini, DPR kembali memasukkan RUU PKS dalam prolegnas prioritas dan pembahasannya sudah berlangsung sejak minggu pertama bulan April.
Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2021 menyebut jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 299.911 kasus, berkurang secara signifikan dari jumlah kasus pada CATAHU 2020 (431.471 kasus). Namun begitu, Komnas Perempuan menegaskan bahwa CATAHU 2021 lebih merefleksikan kapasitas pendokumentasian ketimbang kondisi nyata yang terjadi.
“34% lembaga yang mengembalikan kuesioner menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengaduan kasus di masa pandemi,” demikian keterangan resmi Komnas Perempuan dalam Jurnal Perempuan.
Dalam situasi pandemi, Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) juga mengemuka. Contohnya, saat seorang korban kekerasan seksual bicara di media sosial, alih-alih didengar dan didukung ia malah dikriminalisasi. Fakta semacam itu bisa terjadi sebab aturan yang ada belum sepenuhnya berpihak kepada korban. Sebagai gambaran, bahkan definisi kekerasan seksual dalam KUHP hanya mencakup perkosaan dan pencabulan.
Padahal, kekerasan seksual sangat beragam, termasuk (menyebut 5 contoh saja) pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pemaksaan perkawinan (juga cerai gantung), pemaksaan kehamilan, hingga kontrol seksual lewat, salah satunya, aturan diskriminatif berlandaskan moralitas dan agama.
Mengingat kebutuhan publik akan adanya aturan yang memungkinkan sistem peradilan pidana terintegrasi dengan kepentingan korban untuk mendapatkan penanganan dan pemulihan yang maksimal--hal yang berupaya diwujudkan lewat RUU PKS--jelas, RUU ini penting untuk segera disahkan.
Untuk diketahui, paling tidak ada empat tujuan yang hendak disasar RUU PKS, yakni mencegah segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; menangani, melindungi, dan memulihkan korban; menindak pelaku; serta mewujudkan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
“Komnas Perempuan tidak bisa bekerja sendirian. Keterlibatan sebanyak mungkin kelompok masyarakat, termasuk peran aktif sektor swasta seperti yang dilakukan Grab Indonesia, perlu terus didorong agar teman-teman di parlemen sadar bahwa RUU PKS adalah untuk kepentingan bersama,” sambung Veryanto.
Ya, salah satu perusahaan swasta yang konsisten mendukung pengesahan RUU PKS adalah Grab. Aplikasi super terkemuka di Asia Tenggara yang menyediakan berbagai layanan daring ini tidak ujug-ujug menunjukkan keberpihakan mereka terhadap perempuan.
Sejak 2019, Grab menandatangani pakta kerja sama dengan Komnas Perempuan. Pakta itu berisi penyusunan kebijakan perusahaan, pembuatan modul pelatihan pencegahan kekerasan seksual untuk mitra pengemudi, juga pengumpulan donasi dari pengguna Grab untuk perempuan penyintas lewat Pundi Perempuan.
“Memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi seluruh pengguna kami, terutama perempuan, adalah bagian dari komitmen berkelanjutan kami di manapun Grab beroperasi,” ujar Neneng Goenadi, Country Managing Director, Grab Indonesia.
Sebab itu, Grab pun terus meningkatkan teknologi demi menjawab kebutuhan tersebut. “Kami juga sangat senang bisa terus berkolaborasi dengan Komnas Perempuan dalam rangka menciptakan standar keamanan platform yang tinggi dan berharap virtual bootcamp ini bisa mendorong kesadaran masyarakat akan topik penting ini,” sambung Neneng.
Sejumlah fitur keamanan dan keselamatan pada aplikasi Grab antara lain Verifikasi Wajah (Face Recognition), Penyamaran Nomor Telepon, juga Fitur Pusat Bantuan seperti Tombol Darurat (Emergency Button). Inovasi ini telah dihadirkan oleh Grab sejak 2018 lalu, jauh sebelum pemerintah menjadikannya bagian dari regulasi.
Selain menjalin kerja sama dengan Komnas Perempuan, Grab juga tercatat telah berkolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, juga Forum Pengada Layanan untuk memberikan layanan yang aman untuk semua.
“Partisipasi Grab dalam Virtual Bootcamp “Saatnya Kita Menghapus Kekerasan Seksual” menjadi bukti bahwa dukungan kami terhadap pengentasan kekerasan seksual dilakukan sepenuh hati. Dalam program tersebut, Grab juga akan melibatkan pimpinan komunitas mitra pengemudi dan karyawan agar ambil bagian menjadi peserta,” jelas Neneng.
Berikut adalah daftar sesi dan pembicara Virtual Bootcamp “Saatnya Kita Menghapus Kekerasan Seksual”.
Mengapa RUU PKS Penting untuk Melindungi Korban ( 2 Juli 2021)
Pembicara: Andy Yetriyani (Ketua Komnas Perempuan), Veni Siregar (Koordinator Seknas Forum Pengada Layanan), Hindun Anisah (Staf Khusus Menaker bidang perlindungan Perempuan dan Anak)
Mengapa RUU PKS Sampai Sekarang Belum Disahkan (6 Agustus 2021)
Pembicara: Olivia Salampessy (Wakil Ketua Komnas Perempuan), Diah Pitaloka (Anggota DPR RI F-PDIP), Gilang Desti Parahita (Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM)
Yang Bisa Kita Lakukan Sembari Menunggu RUU PKS Disahkan (3 September 2021)
Pembicara: Bahrul Fuad (Komisioner Komnas Perempuan), Widia Primastika (Aktivis Perempuan; Pengurus AJI Jakarta), Anggia Ermarini (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI)
Penyelenggaraan Layanan Korban Kekerasan Seksual: Siapa dan Bagaimana? (1 Oktober 2021)
Pembicara: Setyawanti Mashudi (Komisioner Komnas Perempuan), Eni Listiana, S.IP. (Kabid PPPA Kab. Brebes)
16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: (5 November 2021)
Pembicara: Veryanto Sitohang (Komisioner Komnas Perempuan), Alissa Wahid (Koordinator Seknas Gusdurian), Restu Diantina (Jurnalis Tirto.id)
Peran Berbagai Pihak Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual: (10 Desember 2021)
Pembicara: Maria Ulfa Anshor (Komisioner Komnas Perempuan), Vennetia R. Danes (Deputi Partisipasi Masyarakat KPPPA), perwakilan Grab Indonesia
Yuk, bertemu di gelaran Virtual Bootcamp “Saatnya Kita Menghapus Kekerasan Seksual”. Peserta yang mengikuti seluruh rangkaian acara akan mendapatkan sertifikat elektronik dan voucher GrabGifts . Selain itu, ada apresiasi untuk lima peserta terbaik dari Komnas Perempuan dan Grab. Daftarkan dirimu melalui tautan berikut ini.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis