tirto.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melanjutkan penyidikan kasus korupsi e-KTP. Kali ini, KPK memanggil tersangka Markus Nari dalam perkara korupsi yang merugikan negara lebih dari Rp2 triliun itu. Markus akan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka.
"MN [Markus Nari] akan diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (1/4/2019).
Markus diumumkan sebagai tersangka korupsi e-KTP pada Rabu (19/7/2017) silam. Kala itu, KPK menyangka politikus Golkar itu berperan dalam memuluskan pembahasan anggaran dan penambahan anggaran di proyek e-KTP. Selain itu, Markus Nari juga diduga memperkaya sejumlah korporasi dalam proyek e-KTP.
Febri mengatakan, pada tahun 2012, Markus Nari juga diduga ikut berperan mengatur pembahasan perpanjangan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp1,49 triliun. Selain itu, Markus diduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp5 miliar. Akibat tindakannya, KPK menyangkakan pasal 3 dan pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Penetapan tersangka kepada Markus Nari tidak hanya pertama kali, sebelumnya Markus telah disangkakan melanggar pasal 21 UU Tipikor lantaran berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses pemeriksaan di sidang pengadilan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dalam sidang perkara KTP elektronik (e-KTP) serta penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani.
Hingga saat ini, KPK sudah menjerat sejumlah nama dalam kasus korupsi e-KTP. Beberapa nama yang terlibat antara lain mantan dua pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha Made Oka Masagung, pengusaha Anang Sugiana Sudihardjo, hingga mantan Ketua DPR Setya Novanto dan keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Selain sudah menyeret dan menjebloskan para tersangka ke bui, KPK pun menyeret sejumlah orang pun ikut terseret lantaran terlibat dalam upaya merintangi penyidikan seperti mantan anggota DPR Miryam S Haryani yang sebelumnya memberikan keterangan tidak benar dan Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto yang berusaha menghalangi proses penyidikan Setya Novanto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri