Menuju konten utama

UI Sebut Desakan Disertasi Bahlil Dibatalkan Tak Tepat

Pihak UI menilai tuntutan pembatalan gelar doktoral Bahlil Lahadalia tak relevan karena belum dinyatakan lulus dan belum mendapatkan ijazahnya.

UI Sebut Desakan Disertasi Bahlil Dibatalkan Tak Tepat
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

tirto.id - Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional Universitas Indonesia (UI), Arie Afriansyah, menilai bahwa desakan agar disertasi doktoral milik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, dibatalkan adalah tidak tepat. Pasalnya, menurut Arie, empat organ UI memutuskan bahwa Bahlil harus melakukan revisi.

“Tuntutan agar disertasi dibatalkan tidak tepat. Walaupun pada periode sebelumnya Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) melakukan promosi doktor, empat organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa yang bersangkutan harus melakukan revisi disertasi,” kata Arie dalam keterangan yang telah dikonfirmasi Tirto, pada Rabu (12/3/2025).

Arie menjelaskan dari keputusan revisi tersebut, UI secara eksplisit telah menyatakan bahwa disertasi itu belum dapat diterima sebagai penunjang kelulusan. Sehingga, kata dia, tidak ada istilah pembatalan yang dapat diputuskan.

“Artinya, empat organ UI telah secara eksplisit menyatakan bahwa mahasiswa tersebut belum dapat diterima disertasinya sebagai dokumen pendukung kelulusan. Bila disertasi belum diterima dan dinyatakan sah, bagaimana mungkin disertasi tersebut dibatalkan?,” jelasnya

Selain disertasi, kata Arie, tuntutan pembatalan gelar yang bersangkutan juga tak relevan karena Bahlil belum dapat lulus dan belum mendapatkan ijazahnya. UI telah memutuskan bahwa kelulusan itu ditunda hingga revisi selesai.

“Tuntutan membatalkan kelulusan juga tirak tepat. Karena disertasi sebagai pendukung kelulusan belum diterima oleh empat organ UI, artinya mahasiswa belum lulus. Empat Organ UI telah memutuskan bahwa mahasiswa ditunda kelulusannya dengan mekanisme menunda yudisium hingga revisi selesai,” ujarnya.

Sementara itu, terkait dengan sistem pembinaan yang dipilih terhadap Bahlil, UI beralasan bahwa pihaknya adalah lembaga pendidikan yang bertugas mengupayakan peningkatan kualitas, tak hanya menghukum perilaku tak etis.

Adapun, Arie mengatakan bahwa keputusan ini merupakan keputusan dari Empat Organ Utama UI, yaitu rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan termasuk di dalamnya Dewan Guru Besar (DGB).

Di sisi lain, Arie mengtakan pihaknya telah bersikap tegas melakukan pembinaan terhadap para pihak yang melakukan pelanggaran akademik dan etik yang terdiri dari promotor, ko-promotor, manajemen sekolah (direktur, dekan, kepala program studi), dan mahasiswa.

“Bagi mahasiswa, pembinaan dilakukan berupa kewajiban peningkatan kualitas disertasi dan tambahan syarat publikasi ilmiah. Bagi Promotor, Ko-Promotor, Direktur Sekolah, dan Kepala Prodi bentuknya adalah larangan mengajar, menerima mahasiswa bimbingan baru, dan bahkan larangan menjabat di posisi struktural dalam jangka waktu tertentu,” kata Arie.

“Pembinaan bagi manajemen berpangkat tinggi di strata akademik dan struktural di UI justru menunjukkan bahwa Empat Organ UI tidak tebang pilih dalam penerapan sistem dan mekanisme etik,” sambungnya.

Baca juga artikel terkait UNIVERSITAS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto