tirto.id - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengkritik kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI untuk tahun 2022 menjadi sebesar Rp177 miliar. Angka ini mengalami peningkatan sebesar Rp26,42 miliar dibandingkan anggaran di tahun sebelumnya sebesar Rp150,94 miliar.
Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR DKI terlalu berlebihan.
Ketidakwajaran itu karena kenaikan gaji dan tunjangan itu terjadi di tengah situasi pandemi yang berdampak langsung pada perekonomian rakyat.
"Bagaimana bisa sebagai wakil rakyat di DKI, anggota DPRD DKI justru tak terlihat peduli dengan situasi rakyat yang seharusnya didahulukan oleh DPRD?," kata Lucius kepada Tirto, Senin (11/1/2022).
Ketakwajaran kedua, karena kinerja DPRD DKI yang tidak sangat cemerlang, sehingga penambahan gaji dan tunjangan tak punya alasan yang masuk akal.
Jika gaji dan tunjangan merupakan apresiasi atas kinerja, Lucius pun mempertanyakan "Bagaimana bisa DPRD dengan kinerja yang minim layak diganjar gaji dan tunjangan yang fantastis?".
Ketakwajaran ketiga, karena jumlah tunjangan seperti tunjangan perubahan itu terlalu fantastis. Jika dirinci, perbulan setiap anggota DPRD DKI mendapatkan Rp80 juta. Itu artinya sehari seorang anggota DPRD DKI mendapatkan jatah Rp2,6 juta.
Dia menuturkan itu baru dari satu jenis tunjangan. Ia menilai tunjangan sebesar itu terlihat sia-sia ketika tak setiap hari anggota itu bekerja sehingga kinerja mereka minim.
"Apa coba alasan logis untuk membenarkan anggaran DKI dihabiskan untuk membiayai kemewahan orang-orang yang berkinerja minim, tetapi karena telanjur sebagai wakil rakyat maka mereka diketahui gaji dan tunjangan?," tuturnya.
Dirinya menegaskan anggaran DKI masih banyak diperlukan untuk urusan yang lebih penting. Sehingga anggota DPRD DKI sudah cukup dengan yang mereka terima selama ini sampai bisa menunjukan kinerja yang memukau.
Kemudian dia juga menyoroti alasan DPRD DKI yang menyatakan bahwa mereka sudah empat tahun tak pernah mendapatkan kenaikan gaji dan tunjangan perubahan. Lucius menilai itu terlihat sebagai pembenaran yang konyol.
"Lamanya waktu tak diberikan tunjangan itu baru 4 tahun sementara masa jabatan mereka hanya 5 tahun kan. Mestinya enggak bisa pakai alasan seperti itu untuk membenarkan peningkatan gaji dan tunjangan," imbuhnya.
Lucius menerangkan jika seorang anggota terpilih kembali selama beberapa periode, itu tak berarti dia bisa menjadikan rangkaian periode masa jabatannya sebagai dasar untuk menghitung gaji dan tunjangannya.
Gaji dan tunjangan paling rasional itu harus berdasarkan kinerja lembaga. Lebih lanjut, dia juga menyoroti alasan lain anggota DPRD DKI bahwa ekonomi sekarang sudah membaik sehingga gaji dan tunjangan sudah pantas ditambah. Alasan tersebut, menurut Lucius memperlihatkan wakil rakyat yang tidak merakyat.
"Bagaimana bisa mereka tak bisa merasakan kesulitan warga akibat pandemi yang sampai sekarang masih belum pulih? Bagaimana bisa DPRD mengklaim perekonomian membaik di tengah kondisi rakyat yang sebagian masih terpuruk akibat pandemi?," pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto