tirto.id - Maju kena mundur juga kena. Situasi itu lah yang dialami oleh Aria, bukan nama sebenarnya, usai pertandingan Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).
Awalnya ia duduk di tribun 4, bagian utara Stadion Kanjuruhan. Kondisi di lapangan, sebagian suporter turun ke lapangan dan didesak mundur. Namun entah kenapa, sekitar 20 meter dari tempatnya duduk gas air mata jatuh dan memenuhi udara sekitar dengan asap.
Seluruh penonton di dekatnya tunggang langgang menuju pintu keluar. Tapi sekitar 10 meter dari pintu keluar tribun, gas air mata sudah mengepul. Mau tak mau mereka merasakan efek gas itu: sesak dan mata perih.
Sebelum gas air mata ditembak ke arah tribun, Aria melihat aparat keamanan sudah menempati posisi pos masing-masing.
Di depan tribun 2 hingga tribun 6 ada puluhan pasukan anti huru-hara Brimob berseragam hitam dengan rompi hijau dan Sabhara berseragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL) lengkap berjejer. Kedua satuan itu membawa tameng dan pentungan.
Sementara itu, di depan tribun VIP arah utara sampai pintu exit C pasukan TNI dari Kodim 0818 berseragam loreng dengan rompi hijau bersiaga, sedangkan satuan Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur) 5 Malang berseragam loreng berjaga dengan tameng dan pentungan.
Kondisi di tribun selatan, dari depan tribun 9 hingga 14, satuan Brimob dan Sabhara berjejer.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Hamim Tohari, mengkonfirmasi Yon Zipur 5 dan Kodim 0818 Batu, Malang dilibatkan dalam perbantuan pengamanan selama pertandingan.
Berdasarkan analisis 16 video yang diperoleh Tirto dari berbagai titik, pada saat suporter pertama kali turun ke lapangan, posisi pasukan Brimob, Sabhara, Kodim 0818 dan Yon Zipur 5 masih siaga pada posisi masing-masing.
Mereka hanya terdiam menyaksikan kejadian tersebut. Steward (pengawas penonton) yang berjaga di sentel ban (lintasan di tepi lapangan) berlarian mencegat penonton masuk lapangan.
Awalnya suporter turun ke lapangan bukan untuk merusuh. Dua dari mereka sempat memeluk pemain, sebagaimana terlihat di video yang beredar luas.
Ketika suporter semakin banyak merangsek ke lapangan, steward pun kewalahan sehingga anggota Kodim 0818 membantu. Dengan tangan kosong, mereka mencoba mencegah suporter merangsek ke pintu ruang ganti pemain.
Lalu, tak lama kemudian pasukan Yon Zipur 5 berlarian dari arah utara stadion untuk membantu anggota Kodim 0818. Di saat itulah aparat mulai mengejar dan menghalau suporter dengan pukulan.
Pada saat suporter berlari ke pintu masuk ruang pemain, pasukan Brimob yang awalnya berjejer di tribun selatan mulai berkelompok dan berdiri di depan tribun 14. Penembakan gas air mata beruntun terjadi di lokasi ini. Sebagian langsung mengarah ke tribun.
Di sisi lain, pasukan Brimob dari tribun utara berkumpul di dua tempat, yakni di depan tribun 1 bersama pasukan Sabhara, dan di tengah lapangan--tepat di tribun 8.
Novan, seorang penonton dari tribun VIP melihat massa suporter tak terbendung mendekati bench (bangku cadangan pemain bola), tapi dihadang oleh aparat.
Sekitar dua menit kemudian, anggota Kodim 0818 mengeluarkan double stick lalu mengibaskannya ke arah massa suporter sehingga mereka mundur. Satuan Yon Zipur 5 turun membantu untuk mendorong suporter mundur.
Sementara dari bench utara, berdasarkan analisis video, aparat dari Kodim 0818 yang bertangan kosong, Yon Zipur 5 yang bersenjata tameng-tongkat, dan steward menggiring massa suporter mundur ke tribun utara dan timur.
Suporter yang awalnya berhasil mundur di bench selatan tiba-tiba maju lagi, sebagian dari mereka melempari benda (diduga tisu gulung), botol mineral ke arah aparat TNI. Dalam waktu bersamaan, suporter dari utara kembali mendekati bench.
Situasi memanas ketika suporter dari selatan jatuh, lalu dipukul dan ditendang oleh anggota Yon Zipur di depan tribun VIP. Sedangkan di tribun 8, anggota Yonzipur melakukan tendangan kungfu ke Aremania
"Sudah jatuh tetap dipukuli, itu awal mula Aremania semakin banyak turun dari tribun Selatan. Mereka mungkin mau bela, sudah jatuh kenapa dipukuli lagi," kata Novan.
Kebrutalan di Kanjuruhan
Aremania sebagian besar mundur ke luar lapangan—di belakang gawang tribun selatan—setelah pasukan Yon Zipur 5 mengusir dan memukul dengan pentungan. Setelah itu, giliran satuan Brimob mengejar suporter hingga mereka mundur ke sentel ban.
Satuan Brimob tersebut lalu memukul suporter dengan pentungan, lalu menggiring ke tribun selatan yang masih padat dengan asap dari gas air mata.
"Betul (digiring ke pusat asap), setahu saya gitu. Tembakan pertama mereka lari ke tribun selatan melewati pagar tinggi sekitar 5-7 meter," ungkap Yonna, Jumat (7/10/2022)
Setelah berhasil memanjat pagar, mereka terpaksa menghirup asap gas air mata yang sudah ditembak oleh Brimob ke dalam tribun. Hal itu terkonfirmasi dari analisis video dari dalam mobil ambulans.
Kondisi ini sangat berbeda dari penanganan kericuhan antara PSS Sleman vs Arema FC pada 2019. Pada saat itu ada tembakan gas air mata, tapi tak sebrutal di Kanjuruhan.
"Kalau di Sleman, tembakannya bisa dihitung. Di Kanjuruhan dengar tembakannya bertubi-tubi. Ini kok banyak sekali, ngawur," kata Yonna. "Kayak nembak musuh aja."
Dalam video yang diperoleh Tirto dari sisi dalam tribun selatan, sebagian suporter yang memanjat pagar bertahan di atas pagar karena di dalam tribun sudah mengepul asap putih, layaknya fogging.
Beberapa suporter lainnya nekad turun ke tribun meskipun disambut oleh asap.
Fariz, seorang suporter Aremania dari Probolinggo, mengatakan bahwa Brimob tetap menembakkan gas air mata ke dalam tribun 12 sebanyak 2 kali. Lokasi titik pertama jatuhnya gas air mata berjarak lima meter dari tempat Fariz berdiri di tribun 12. Titik kedua di tribun penonton bagian tengah.
"Saya lihat ada dua, di tribun duduk dan tribun bawah (berdiri)," ucap Fariz kepada Tirto, Jumat malam (7/10/2022).
Ia melihat, gas air mata yang ditembakkan Brimob ke arah penonton jenisnya berbeda. Tembakan pertama, gas air matanya langsung meledak lantas mengeluarkan asap kecil. Tembakan kedua langsung mengeluarkan asap banyak, tanpa ledakan.
"Ada yang meledak, ada yang langsung asap. Yang tribun jatuh langsung berasap," katanya.
Berdasarkan identifikasi Tirto terhadap foto yang diperoleh dari lapangan, salah satu senjata yang diarahkan Pasukan Anti Huru-hara ke tribun Selatan berjenis SAR-2 Kal 38 mm, buatan PT Pindad.
SAR-2 merupakan pelontar granat mandiri dengan kaliber 38mm dengan jarak efektif 125 meter. Senjata ini didesain untuk meluncurkan gas air mata serta peluru karet pengendalian massa. Senjata ini bisa menggunakan amunisi MU 38 mm AR1 (Gas Air Mata) atau MU 38 mm (Kartet).
Selain itu, jenis senjata gas air mata yang dipakai aparat malam itu adalah Flash Ball Compact dengan dua laras produksi Varney Carron asal Prancis. Senjata ini menggunakan amunisi 44mm.
Secara total, Tirto mendapati 46 tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat pada malam itu. Hampir setengah tembakan diarahkan ke tribun selatan dan utara.
Sebagian gas air mata yang ditembakkan merupakan multiple smoke projectile. Sekali tembak, proyektilnya memencar menjadi beberapa bagian.
Polisi mengklaim hanya memakai tiga jenis gas air mata di Kanjuruhan, yakni warna hijau, biru dan merah. Namun, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menemukan ada enam jenis: hijau, merah, ungu, abu-abu, silver dengan list metalik di lingkarannya, dan silver dengan dua list di atas-bawah.
Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendalami dugaan gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, sudah kedaluwarsa.
“Soal kedaluwarsa itu informasinya memang kami dapatkan. Akan tetapi, memang perlu pendalaman,” kata anggota Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Yonna bilang, pada malam kekalahan Arema FC vs Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3, suasana lapangan sedikit berbeda.
Biasanya, ketika ada suporter masuk ke lapangan, MC stadion--sosok yang dituakan Aremania—meminta para suporter tidak masuk ke lapangan. Namun, pada malam itu sosok tersebut tidak ada.
"Ojo mborek (jangan masuk), kok tumben gak terdengar. Sound system mati atau rusak, gak tahu. Biasanya dingatin dulu, siapapun. Petugasnya (polisi) juga diingatkan," ucapnya.
Kemudian, lima narasumber Tirto yang berada di tribun 12, 9, 7, 4 dan VIP menjelaskan bahwa tidak ada peringatan dari aparat sebelum mereka menembakkan gas air mata.
Setelah tragedi Kanjuruhan, Irjen Nico Afinta, sebelum dicopot sebagai Kapolda jawa Timur mengatakan bahwa penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur.
Namun pada 6 Oktober 2022, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Keenam tersangka itu antara lain: Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan berinisial AH, Security Officer berinisial SS, Kabagops Polres Malang Wahyu SS, Anggota Brimob Polda Jatim berinisial H dan Kasat Samapta Polres Malang berinisial TSA.
Mereka diduga melanggar pasal 359 dan 360 KUHP dan pasal 103 jo 52 Undang-Undang No 11 tahun 2002 tentang keolahragaan. Empat personil Polres Malang berinisial FH, BS, SA, WA dan 13 personil Satbrimob Polda jawa Timur berinisial AW, DY, US, BP, AT, CA, SP, MI, MC, YF, MW, WAL diduga melakukan pelanggaran etik terkait tragedi Kanjuruhan.
Hilangnya Empati Aparat
Budi, bukan nama sebenarnya, seorang Aremania yang ikut membantu panitia penyelenggara untuk pengamanan stadion mengungkapkan keheranannya kepada petugas brimob yang menembak gas air mata ke tribun selatan bertubi-tubi.
Ia mempertanyakan penembakan gas air mata ke tribun, padahal bisa ditembak di sentel ban.
"Mereka menembak gas air mata ke tribun duduk sebelah selatan 2-3 kali. Saya heran juga kenapa suporter gak keluar, saya gak tahu pintu 13,14,12,10,11 ada yang tutup, akhirnya banyak korban berjatuhan," kata Budi, Rabu (5/10).
Benar saja, 132 penonton kehilangan nyawa sementara ratusan lain luka-luka dan dievakuasi oleh sesama suporter untuk mendapat pertolongan.
Budi menyaksikan satu korban wanita yang digotong oleh tiga suporter menghampiri mobil ambulans polisi di sentel ban, dekat bangku pemain. Mobil tersebut dijaga oleh empat Brimob dengan tameng.
"Sudah keadaan genting gitu, suporter perempuan dalam keadaan pingsan oleh suporter lain di bawah ke mobil ambulans tapi ditolak sama pihak Brimob, malah didorong-dorong dengan tameng yang dari fiber itu,” kata Budi.
Situasi tersebut bukan hanya terjadi di lapangan. Sepanjang Novan keluar tribun VIP menuju parkiran, tak ada pihak kepolisian yang ikut membantu evakuasi korban. Mereka yang melakukan evakuasi adalah suporter Aremania.
Kesaksian yang sama juga diungkapkan oleh enam suporter di tribun 12, 9, 8, 7 dan 4.
Yonna bilang, banyak orang yang tergeletak di sepanjang lorong VIP. Bahkan Yonna ikut membantu evakuasi anak-anak ke ruang medis.
Pada awal evakuasi, banyak suporter yang selamat. Namun, sekitar 10-20 menit kemudian jumlah korban terus bertambah sehingga penanganan medis kian tak berimbang dengan jumlah korban.
Tim medis tak sebanding dengan jumlah korban yang berjatuhan dan butuh penanganan. Ambulans yang disediakan panitia pelaksana hanya enam unit; empat unit di dalam stadion dan dua unit di luar stadion.
Untuk mempercepat pertolongan pertama, para korban gas air mata akhirnya dievakuasi dengan truk TNI. Namun, terlambat sudah. Ketidakseimbangan jumlah tenaga medis dan jumlah korban, dan kurang sigapnya aparat membantu mengevakuasi korban disinyalir menyebabkan kematian.
"Salah satu Aremania yang saya tolong mati di depan saya," kata Yonna pilu.
Bukan hanya itu, dia masih mengingat Aremania di ruang media yang sudah terbujur kaku dan wajahnya membiru. Selama Yonna membantu evakuasi, sudah ada dua orang Aremania yang tewas.
Kondisi mencekam demikian ternyata juga terjadi di luar stadion, tak hanya di dalam stadion. Setiap pintu keluar stadion telah berubah menjadi tempat evakuasi darurat bagi suporter yang terkena gas air mata. Ada yang lemas, pingsan, hingga terkapar tak bernyawa.
Di pintu keluar emergency F contohnya, Zhafran, seorang suporter Aremania mengatakan, ada ratusan orang yang dievakuasi di lokasi tersebut.
"Banyak banget dikumpul di luar stadion, ada sekitar 100 lebih. Setiap pintu dipakai tempat evakuasi. Pas keluar bisa lihat langsung banyak orang dievakuasi," ujar Zhafran.
Yang membuat Yonna jengkel, banyak pasukan Brimob berdiri diam di kanan-kiri pintu keluar VIP tanpa mempedulikan kondisi sekitar. Padahal, sudah banyak korban yang berjatuhan dan tergeletak di dekat pintu VIP atau di dekat loket penjualan karcis.
"Namanya aparat nunggu instruksi aja atau kemanusiaannya sudah hilang? Di depannya banyak orang nangis, kok masih berdiri tegak. Bantu kek," ucap Yonna dengan suara kesal.
Tirto mencoba mengonfirmasi sejumlah temuan dalam laporan Tragedi Kanjuruhan ini ke Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo 12 Oktober 2022 melalui pesan singkat WhatsApp. Namun, upaya konfirmasi sampai 13 Oktober, belum direspon.***
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Adi Renaldi